Di antara nikmat yang tidak terhitung bagi kita semua adalah ni’matul wujud atau  nikmat kehidupan. Bahwa kita dijadikan salah satu makhluk-Nya yang  dimuliakan yang hidup di alam raya ini. Kehidupan ini memberikan kepada  kita hak-hak yang luar biasa banyaknya setelah Allah swt memberikan  eksistensi/keberadaan diri kita dalam kehidupan.Karunia kedua, ni’matul insan, fakta bahwa kita adalah  manusia yang ditetapkan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan,  keunggulan dalam struktur jasmani dan ruhani dibanding makhluk-makhluk  lainnya.
Karunia ketiga, ni’matul ‘aql atau karunia akal. Allah swt  memberi kepada kita kemampuan membaca dan menulis, kemampuan untuk  menjelaskan, kekuatan untuk memahami ayat-ayat-Nya yang tersurat dan  tersirat, diantara ayat-ayat-Nya yang tidak tertulis adalah fenomena di  alam raya ini.Lebih dari pada itu, ada karunia yang jauh lebih besar. Yakni,  ni’matul hidayah ilal Islam (karunia petunjuk menjadi seorang Muslim). Inilah nikmat yang paling mulia dan paling berharga.Dan ini tidak Allah berikan kepada semua manusia, melainkan hanya kepada kita.
"Sesungguhnya kenikmatan beragama hanya Aku berikan kepada hamba yang Aku pilih dari hamba-hamba-KU yang shalih."
 (Al Hadits).
Karena itu nikmat ini haruslah kita syukuri. Inilah jalan  satu-satunya yang Allah berikan kepada kita agar kita mendapat  kebaikan/kemuliaan di dunia dan di akhirat.
“Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, pasti akan Aku tambah. Tapi jika  kamu mengingkari nikmat-Ku, ketahuilah bahwa adzab-Ku pasti pedih .” 
(QS. Ibrahim (14) : 7)
Mensyukuri nikmat hidayah Islam itu dengan beberapa cara.
Pertama, syukuri nikmat ini dengan menumbuhkan perasaan bahwa kita bangga dan mulia dengan beragama Islam. Kita  harus merasa bangga, percaya diri bahwa kita adalah orang Islam.  Katakan kepada semua orang dengan penuh kebanggaan, ”Saya adalah orang  Islam. Saya adalah umat tauhid. Saya adalah umat al-Qur’an. Saya adalah  umat Muhammad saw.”
Dahulu para sahabat sangat bangga menjadi Muslim. Mereka mengatakan, ”Ayahku adalah Islam. Tiada lagi selain Islam. Apabila orang bangga dengan suku, bangsa, kelompok, marga, perkumpulan, paham mereka, tapi aku bangga nasabku adalah Islam.
Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya,  ”Keturunan siapa Kamu ?” Salman yang membanggakan keislamannya, tidak  mengatakan dirinya keturunan Persia, tapi ia mengatakan dengan lantang,  ”Saya putera Islam.” inilah sebabnya Rasulullah saw mendeklarasikan  bahwa, ”Salman adalah bagian dari keluarga kami, bagian dari keluarga  Muhammad saw.”
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء  بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ  شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ  فَإِن 
تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
"Katakanlah, Hai Ahli kitab marilah kepada suatu kalimat  (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu bahwa tidak  kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan  suatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain  sebagai tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka  katakanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada  Allah)." 
(QS. Ali Imran (3) : 64).
Maka tatkala ia merasakan keingkaran dari mereka (Bani Israil)  berkatalah dia, Siapakah yang menjadi penolong-penolongku untuk  (menegakkan agama) Allah? para hawariyyin (sahabat-sahabat  setia) menjawab: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. "Kami beriman  kepada Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang  yang menyerahkan diri." (QS. Ali Imran (3) : 52).
Kita harus bangga bahwa kita adalah Muslim. Karena faktanya bahwa  Islam itu diturunkan sebagai misi di mana Muhammad saw sebagai Rasulnya,  juga diturunkan ke muka bumi dengan tujuan menyebarkan kasih sayang.  Karena itu kita haruslah bangga, karena kitalah yang  dinanti-nanti/dirindukan oleh umat manusia. Kita rahmat bagi alam  semesta ini. Kita bagaikan air yang dirindukan oleh orang yang haus  dahaga. Kita adalah makanan yang sedang dimimpikan oleh orang yang  lapar. Kita adalah thabib yang ditunggu-tunggu para pasien.
Fakta lain, kita harus bangga menjadi Muslim, adalah bahwa kita  mempunyai kitab suci. Al-Qur’an sendiri telah menjamin bahwa kitab ini  tidak mungkin ternodai. Tidak satu huruf atau titik pun yang akan  merubah kesucian al-Qur’an yang sudah pasti di pelihara oleh Allah.  Karena itu kebenaran al-Qur’an akan tetap abadi. Al-Qur’an yang ada di  Indonesia adalah al-Qur’an yang ada dan dibaca oleh saudara-saudara kita  di muka bumi lain. Al-Qur’an yang dicetak di Indonesia, Arab Saudi,  Mesir adalah al-Qur’an yang dicetak di seluruh dunia. Oleh karena itu,  kita mempunyai alasan yang sangat kuat bahwa kitalah pihak yang paling  berhak menyampaikan kebenaran dari Allah kepada seluruh umat manusia.
Menjadi rahmat
Kita adalah rahmat untuk seluruh umat manusia. Rahmat bagi yang jauh  dan dekat. Rahmat dalam keadaan damai dan keadaan perang. Rahmat untuk  Muslimin dan Muslimat. Rahmat untuk manusia dan binatang. Rahmat untuk  Muslim dan non-Muslim. Rahmat untuk lingkungan sosial kita. Al-Quran  sendiri yang terdiri dari 114 surat, semuanya diawali dengan  bismillahirrahmanirrahim kecuali surat at Taubah. Ini menunjukkan bahwa  sifat yang menonjol, dan melekat pada diri Allah SWT adalah Ar Rahman  dan Ar Rahim. Rahmat-Nya agung, Rahmat-Nya selalu mengalir, membasahi  seluruh alam. Panutan kita Rasulullah saw dalam peri hidupnya memiliki  sikap kasih sayang. Demikianlah Allah swt memuliakan kita dengan  Al-Qur’an dan Rasul-Nya.
Cobalah perhatikan, pernah dalam suatu pertempuran Rasulullah saw  menyaksikan ada seorang perempuan yang ikut terbunuh. Lalu beliau  mengatakan kepada para sahabatnya, ”Tidak mungkin perempuan ini ikut  berperang sehingga ia tidak layak di bunuh.” Demikian rahmat Islam dalam  peperangan. Rasulullah saw melarang umatnya untuk membunuh perempuan,  anak-anak, orang tua, para pendeta, merusak tempat ibadah, memotong  pohon. Perang adalah perkara yang sangat dibenci dalam Islam meskipun  perang itu sebagai kenyataan yang dipaksakan dalam kehidupan. Itulah  sebabnya Islam menjelaskan bahwa kita adalah rahmat untuk manusia  sekalipun kita berperang.
Tidak ada manusia yang mencintai perang. Tidak ada manusia yang  senang dengan pertumpahan darah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw  ada kesempatan untuk membunuh lawan-lawannya dalam peristiwa Fathu Makkah (pembebasan  kota Makkah), tapi itu tidak pernah dilakukan oleh beliau. Ketika  seluruh orang Quraisy berkumpul di sekeliling masjidil Haram sebagai  pihak yang kalah, Rasulullah saw bertanya kepada mereka, ”Apa yang  kalian duga yang akan saya lakukan kepada kalian?” orang-orang Quraisy  itu tertunduk dengan mengatakan, ”Kami menduga engkau pasti akan  melakukan sesuatu yang baik bagi kami karena engkau adalah saudara kami  yang mulia (akhun karim),” Kemudian Rasulullah saw mengatakan kepada mereka, ”idzhabu faantum thulaqa’. laa yatsriba ‘alaikumul yaum. (Hari ini tidak ada dendam. Hari ini kalian bebas semuanya. Pergilah semuanya, kalian bebas.
Lihatlah bagaimana Rasulullah memperlihatkan kasih sayang, ketulusan  dan kecintaannya. Bandingkan dengan karikatur yang digambarkan oleh  orang-orang Denmark tentang Rasulullah dengan kartun yang menggambarkan  Rasulullah dikelilingi perempuan sambil menghunus pedang. Itu sangat  berlawanan (kontradiktif) dengan kemuliaan dan kasih sayang Rasulullah  saw. Karena ternyata fakta sejarah menunjukkan Rasulullah saw justru  mampu memunculkan rasa kasih sayang hingga dalam situasi beliau mampu  melakukan apa saja terhadap musuh-musuhnya.
Bila kewajiban kita adalah mensyukuri nikmat Islam, maka kita harus bangga dengan Islam, dan itu artinya kita harus istiqamah dan  konsisten serta konsekwen dengan ajaran Islam. Tidak cukup dengan  kata-kata bahwa kita adalah Muslim, tapi kita harus mengamalkan apa yang  diajarkan oleh Islam. Islam harus mewarnai kehidupan kita, dalam cara  berpikir, bersikap, merasa, dan dalam seluruh gaya hidup kita semuanya.  Islam sebagai pengarah tunggal dalam segala aspek kehidupan kita. Aspek  ideologi, politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan pertahanan keamanan.
Jika kehidupan ini tidak ditemani oleh Islam akan membuat pemburunya kecewa dan akan terjadi penyesalan sepanjang hayat.Marilah kita jadikan Islam sebagai darah daging kita dan jati diri  kita. Di sinilah rahasia kemuliaan, kejayaan dan kemenangan kita secara  mikro dan makro. Tunjukkan keislaman kita dengan bentuk apa saja;  kepribadian, perilaku, pekerjaan dan hubungan. Di mana saja dan kapan  saja.  Sebab, jika orang Islam tak bangga dengan Islam-nya, di situlah  salah satu indikasi awal kemunduran Islam terjadi. Wallahu a’lam. 
Shalih Hasyim. Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah

 
 












Tidak ada komentar:
Posting Komentar