Sabtu, 07 Mei 2011

Ummu Sulaim binti Malhan

Beliau bernama Rumaisha’ Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Naja al-Anshaiyah al-Khazrajiyah.Beliau adalah seorang wanita yang memiliki sifat keibuan dan cantik, dihiasi pula dirinya dengan ketabahan, kebijaksanaan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan kecerdasan berpikir dan kefasihan serta berakhlak mulia, sehingga nantinya cerita yang baik ditujukan kepada beliau dan setiap lisan memuji atasnya. Karena, beliau memiliki sifat yang agung tersebut sehingga mendorong putra pamannya yang bernama malik bin Nadhar untuk segera menikahinya yang akhirnya melahirkan Anas bin Malik.

Tatkala cahaya nubuwwah mulai terbit dan dakwah tauhid mulai muncul, orang-orang yang berakal sehat dan memiliki fitrah yang lurus untuk bersegera masuk Islam. Ummu Sulaim termasuk golongan petama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar. Beliau tidak mempedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya di dalam masyarakat jahiliyah penyembah behala yang beliau buang tanpa ragu.Adapun kalangan petama yang harus beliau hadapi adalah kemarahan Malik, suaminya, yang barru saja pulang dari bepergian dan mendapati istrinya telah masuk Islam. Malik berkata dengan kemarahan yang memuncak, “Apakah engkau murtad dari agamamu?” Maka dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab, “Tidak, bahkan aku telah beriman.”

“Demi Allah, orang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam, maka itulah mahar bagiku dan kau tidak meminta yang selain dari itu.” (Lihat an-Nasa’i VI/144).Sungguh ungkapan tesebut mampu menyentuh perasaan yang paling dalam dan mengisi hati Abu Thalhah, sungguh Ummu Sulaim telah bercokol di hatinya secara sempurrna, dia bukanlah seorang wanita yang suka bermain-main dan takluk dengan rayuan-rayuan kemewahan, sesungguhnya dia adalah wanita cedas, dan apakah dia akan mendapatkan yang lebih baik darrinya untuk dipeisti, atau ibu bagi anak-anaknya?”Tanpa terasa lisan Abu Thahah mengulang-ulang, “Aku berada di atas apa yang kamu yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang hak kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Ummu Sulaim lalu menoleh kepada putranya Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya, “Wahai Anas nikahkanlah aku dengan Abu Thalhah.” Kemudian beliau pun dinikahkan Islam sebagai mahar. Oleh karena itu, Tsabit meiwayatkan hadis darri Anas:
“Aku belum penah mendengarr seorang wanita yang paling mulia dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (Sunan Nasa’i VI/114).Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thahah dengan kehidupan suami istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang tenang dan penuh kebahagiaan.

Ummu Sulaim adalah profil seorang istri yang menunaikan hak-hak suami istri dengan sebaik-baiknya, sebagaimana juga contoh terbaik sebagai seorang ibu, seorang pendidik yang utama dan orang da’iyah.Begitulah Abu Thalhah mulai memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang utama, yakni Ummu Sulaim. sehingga, pada gilirannya beliau minum dari mata air nubuwwah hingga menjadi setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.Marilah kita dengarkan penuturan Anas bin malik yang menceitakan kepada kita bagaimana pelakuan Abu Thalhah terhadap kitabullah dan komitmenya tehadap Alquran sebagai landasan dan kepribadian. Anas bin Malik berkata:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempuna), sebelu kamu menafkahkan sebagian hata yang kamu cintai.” 
(Ali Imran: 92).

Seketika Abu Thalhah bediri menghadap Rasulullah saw dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah berfiman di dalam kitabnya (yang artinya), “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah kebunku, untuk itu aku sedekahkan ia untuk Allah degan harapan mendapatkan kebaikan dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesukamu ya Rasulullah.”“Bagus… bagus… itulah harta yang menguntungkan… itulah harta yang mnguntungkan…. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan agar engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu.”

Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada anak kerabatnya dan Bani dari pamanya.”Allah memuliakan kedua orang suami istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan dengan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu Umair. Suatu ketika anak tersebut bemain-main dengan seekor burung lalu burung tersebut mati. Hal itu menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada saat itu Rasulullah saw melewati dirinya maka beliau berkata kepada anak tesebut untuk meghibur dan bermain dengannya, “Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh anak burung pipit itu?” (Al-Bukhari VII/109).

Allah berkehendak untuk menguji keduanya denga seorang anak yang cakap dan dicintai. Suatu ketika Abu umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahya apabila kembali dari pasar, petama kali yang dia kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum merasa tenag sebelum melihat anaknya.Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka Ibu mukminah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridha dan baik. Sang ibu membaringkannya di temp[at tidur sambil senantiasa mengulangi, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Beliau berpesan kepada anggota keluarganya, “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalhah hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya.”

Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan semangat menyambut suaminya dan menjawab seperti biasanya, “Apa yang dilakukan oleh anakku?” Beliau menjawab, “Dia dalam keadaan tenang.”Anu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena kahawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulim mendekati beliau dan memperssiapkan makan malam baginya, lalu beliau makan dan minum, sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan yang lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian keduanya pun berbuat sebagaimana layaknya suami istri.

Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan telah mencampurinya serta merasa tenang terhadap keadaan anaknya, maka beliau memuji Allah karena abeliau tidak membuat risau suaminya dana beliau bioarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.Tatkala di akhir malam beliau berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu seandainya ada suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipan tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut menolaknya?” Abu Thalhah menjawab, “Tentu saja tidak boleh.” Kemudian Ummu Sulim berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?” Abu Thalhah berkata, “Berarti mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu adalah titipan dari Allah dan Allah telah mengambil, maka tabahkanlah hatimua dengan meninggalnya anakmu.”

Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah, “Kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”Beliau mengulangi kata-kata tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.Keesokan harinya beliau pergi menghadap Rasullah saw dan mengabarkan kepadanya tentang apa yang telah terjadi, kemudian Rasulullah saw bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.”Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah saw, selanjutnya Anas berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sulaim telah melahirkan tadi malam.” Maka Rasulullah saw mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut (yakni menggosokkan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi). Anas berkata, “Berikanlah nama bayi ya Rasulullah!” beliau bersabda, “Namanya Abdullah.”

Ubadah, salah seorang rijal sanad berkata, “Aku melihat dia memiliki tujuh orang anak yang kesemuanya hafal Alquran.”Di antara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka aberdua yang manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata, “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasullah saw dan berkata, ‘Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar’. Maka Rasulullah saw menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada di rumahnya, namun beiau menjawab, ‘Demi yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya sama. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah saw bersabda, ‘Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya’. 

Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata, ‘Saya, ya Rasulullah’. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim), “Apakah kamu memiliki makanan?” Istrinya menjawab, ‘Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak’. Abu Thalhah berkata, ‘ Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah aberada di tangan, maka berdirilah dan matikanlah lampu’. Hal itu dilakukan oleh Ummu Sulaim. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut, sementara kedua istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah saw lalu Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah’.”

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, “Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian.”

Di akhir hadis disebutkan, maka turunlah ayat:

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).”
  (Al-Hasyr: 9).

Abu Thalhah tak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan kabar gembira itu kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dlam Alquran yang senantiasa dibaca. Selain berdakwah di lingkungannya, Ummu Sulaim juga turut andil dalam berjihad bersama pasukan kaum muslimin.
Anas ra berkata, “Rasulullah saw berperang bersama Ummu Sulaim dan para wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka.”Begitulah, Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah saw, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim, bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau trmasuk ahli jannah. Beliau bersabda, “Aku masuk jannah, tiba-tiba aku mendengar sebuah suara, maka aku bertanya, ‘Siapa itu?’ Mereka berkata, ‘Dia adalah Rumaisha’ binti Malhan, ibu dari Anas bin Malik.”Selamat untukmu, wahai Ummu Sulaim, karena Anda memang layak mendapat bintang.

Sumber: Nisa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Allah Menggantinya dengan Seorang Khafidzah

DI PAGI buta itu, Ustadz Sholeh, demikianlah laki-laki itu biasa dipanggil, tengah asyik membersihkan sepedah motornya. Maklum, hari itu dia memiliki jadwal mengisi pengajian di luar kota. Karenanya, agar perjalanan lancar, dia kudu membersihkan, serta mengecek ’kesehatan’ kendaraan roda duanya, agar di pertengahan jalan tidak menjadi momok.Dengan menggunakan kain seadanya, dia mengelap sedikit demi sedikit sepedahnya tersebut. Mulai dari sepion, hingga jeruji-jeruji ban, semuanya dibersihkan.Setelah sesi pembersihan selesai, dia mengecek bensinnya. Diperediksi kurang, Sholeh pun langsung bergegas mengambil gerigen kecil berisi bensin, di dalam rumah. Tak dinyana, ternyata gerigen tersebut menjadi penyebab seluruh keluarganya –kedua anaknya, istri dan cabang bayi yang sedang dikandung- mati terbakar oleh api secara bersamaan. 

Amukan Si-Jago Merah 

Menurut keterangan Hasan, salah satu sahabat karibnya, peristiwa nahas tersebut bermuara dari keteledoran Sholeh yang meletakkan gerigen bekas bensin tersebut di samping kompor. Nah, selepas keberangkatannya menuju tempat pengajian, si-istri meminta kedua anaknya untuk menyalakan kompor, karena dia ingin memasak.Ketika si-buah hati menyalakan kompor itu lah, api langsung menyambar gerigen, dan langsung menimbulkan ledakkan. Karena jarak mereka terlalu dekat dari sumber api, mereka akhirnya tidak bisa mengelak, dan langsung menjadi objek amukan api.

Di lain pihak, ketika mendengar suara ledakkan itu, Diana, nama si-ibu  tersebut langsung berlari ke arah dapur, untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.Menyaksikan kedua anaknya tengah merenggut nyawa karena terbakar api, Diana bak tersambar halilintar di siang bolong. Karenanya perempuan yang biasa berjilbab besar itu, langsung mengambil langkah seribu, guna menyelamatkan buah hatinya.Sayangnya, perempuan yang juga tengah hamil tua tersebut bukan saja gagal menyelamatkan kedua anaknya, tapi dia juga tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri dari bara api. Akhirnya, mereka semua menjemput ajal mereka masing-masing, meninggalkan Sholeh yang tengah menuju tempat pengajian. 

Ikhlas dan Ridho

Dikalangan masyarakat sekitar rumah dan kerabat-kerabatnya, Sholeh dikenal sebagai sosok yang ’alim. Dia mahir dalam bidang ilmu Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Tafsir. Tidak hanya itu saja, dia juga seorang khuffadz (sebutan bagi para penghafal Al-Quran).Pemahamannya yang tinggi akan ilmu agama itu pula, yang menjadikannya tetap teguh, sabar, menerima cobaan yang luar biasa berat itu.Hal itu bisa dibuktikan dengan cara Sholeh menyikapi musibah tersebut. Menurut pengakuan Hasan, Sholeh sama sekali tidak menunjukkan mimik atau tingkah laku yang berlebihan. Lebih-lebih gelagat orang frustrasi. Tidak sama sekali. Dia tetap tenang. “Mungkin itu karena kefakihannya dalam memandang suatu musibah. Bahwa semuanya bersumber dari Allah, dan semua akan kembali kepada-Nya”, papar ayah dua anak ini.Apa lagi, lanjut Hasan, ketika para sahabatnya menghiburnya dengan membacakan janji-janji Allah yang termaktub dalam Al-Quran atau Al-Hadits, tentang kebaikkan yang akan diterima seorang hamba yang ditimpa musibah.

 ”Beliau itu kan ahli agama. Jadi, ketika kita hibur dia dengan ayat-ayat/hadits-hadits tersebut, beliau tersenyum, dan mengucapkan terima kasih telah menguatkannya” terang laki-laki berjenggot tebal itu. Dan masih menurut pengakuan Hasan, salah satu ayat yang menjadi penghibur lara tersebut adalah, bahwa Allah akan mengganti apa saja yang hilang dari setiap hambanya, dengan sesuatu yang lebih baik. ”Jadi, kami katakan kepada beliau. Insya Allah ke depan akan mendapat istri dan anak yang lebih baik, lebih sholeh dan sholehah, lebih taat kepada Allah dan Rosul-Nya”, jelasnya.

Benar saja, tidak lama setelah sepeninggal istri dan anak-anaknya, Sholeh menemukan jodohnya kembali dengan seorang muslimah, yang ternyata dia juga seorang khafidzah. Tidak hanya itu, dia juga mendapat kesempatan untuk melanjutkan studinya dibidang Tafsir, di salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta. Maha suci Allah yang telah menunjukkan kebenaran akan janji-janji-Nya. 

Aroma Wewangian

Ketika para pen-takziah, berkeruman mendatangi rumah duka, menurut Hasan, ada sesuatu yang ’janggal’ yang dirasakan para pen-takziyah. Mereka mencium aroma kebakaran. Sepertinya, di tempat itu tengah terjadi kebakaran yang sangat dahsyat. Pada hal tidak sama sekali, karena jenazah tersebut telah dievakuasi di kediaman kerabat Sholeh, yang letaknya berjauhan dengan lokasi kebakaran.Namun tidak lama berselang, para pelayat, merasakan aroma wewangian, yang memenuhi setiap sisi ruangan tersebut. Terang saja, menyaksikan keanehan ini, tidak sedikit para jamaah yang keheran-heranan. ”Mungkin itu satu tanda kalau mereka termasuk orang-orang yang mati syahid. Dan mudah-mudahan gelar tersebut benar-benar mereka dapatkan”, do’a Hasan untuk sahabatnya tersebut.
 
*/kisah ini disampaikan Hasan, sahabat korban 
Sumber

7 Tingkatan surga dan Neraka


7 tingkatan Neraka
 
1.Neraka jahanam: 
Adalah tingkat yang atas sekali. yaitu tempat mukminin,mukminat,muslimin dan muslimat yang melakukan dosa kecil maupun besar

“….Demi Neraka jahanam di datangkan untuk semua orang walaupun hanya lewat / mampir dalam 1 hari”


Firman Allah SWT:


"Bahwasanya orang-orang kafir dan orang aniaya itu tidak akan diampuniAllah, dan tidak pula ditunjuki jalan, melainkan jalan ke Neraka Jahannam. Mereka kekal dalam neraka itu selama-lamanya. Yang demikian itu mudah sekali bagi Allah"(Q.S. An-Nisa: 169)
 

2.Neraka ladhoh
Tingkat kedua yaitu tempat orang yang mendustakan agama

Firman Allah SWT :

"Sebab itu Kami beri kabar pertakut kamu dengan Neraka Luza (neraka yang menyala-nyala). Tiada yang masuk kedalamnya selain orang yang celaka. Yaitu orang yang mendustakan agama dan berpaling dari pada-Nya"(Q.S. Al-Lail : 14-16)

3.Neraka Khutamah
Inilah neraka tingkat ketiga. yaitu tempat orang yang hanya lalai memikirkan dunianya tanpa mengerjakan kebutuhan/kepentingan untuk ibadahnya. Harta yang membuat orang durhaka.

Firman Allah SWT :

"Tahukah engkau apakah Hathamah itu? Yaitu api neraka yang menyala-nyala yang membakar hati manusia. Api yang ditutupkan kepada mereka. Sedangkan mereka itu diikatkan pada tiang yang panjang" (Q.S. Al-Humazah : 4-9)

4.Neraka sair

Tingkat ke-empat yaitu tempat orang yang tidak mau mengeluarkan zakat atau bagi mereka yang mengeluarkan tapi tidak pada porsinya dan Dalam neraka ini ditempatkan orang yang memakan harta anak yatim. Didalam neraka ini mereka buta, pekak, dan kulitnya tebal seperti Jabal uhud.Firman Allah SWT :"Bahwasanya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan aniaya, sesungguhnya mereka memakan api sepenuh perutnya. Dan nanti mereka akan dimasukkan kedalam neraka Sair(Q.S. An-Nisa: 10)
 
 5.Neraka Sahkhor
Yaitu tempat orang yang tidak melaksanakan salat, tempat orang yang berbohong tentang keberadaan Allah, menyembah selain Allah atau menyembah zat yang keluar dari sifat Allah dan Al quran,.

Didalam kitab safina : “….orang yang tidak melaksanakan solat dihukumi sebagai hewan yang tidak ada harganya/ tidak ada manfaatnya “

Didalam surga mereka saling bertanya dari hal orang berdosa. Apakah sebabnya kamu masuk neraka Saqru? Karena kami tidak sholat, kami tidak memberi makan orang miskin, kami percaya pada yang bukan-bukan. Kami mendustakan hari kiamat.(Q.S. Al-Mudatsir : 40-46)
 
6.Neraka jahim
Tingkat ke-enam yaitu ditempatkan orang kafir, orang yang mendustakan agama, yaitu orang-orang Islam yang berdosa. Mereka yang berbuat apa yang dilarang Tuhan. Umpamanya berzina, meminum khamar, dan membunuh tanpa hak.

Firman Allah SWT :

”Dan orang-orang yang kafir dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, mereka itulah penghuni neraka Jahim.(Q.S. Al-Maidah : 86)

7.Neraka Hawiyah
Inilah neraka yang berada dibawah sekali.neraka yang paling keras, yaitu tempat orang yang ketika matinya tidak membawa iman dan islam, apinya hitam dan sudah dibakar 1000tahun lamanya, Alas atau kerak-kerak neraka. Disinilah tempat orang-orang yang berdoa berat. Mereka yang menjadi musuh nabi-nabi, seperti Firaun.

Firman Allah SWT :

"Dan barang siapa yang ringan timbangannya, maka dia dilemparkan ke neraka hawiyah. Tahukah engkau apakah Neraka Hawiyah itu? Yaitu api yang sangat panas".(Q.S. Al-Qoriah : 8-11)
Sahabat Abu Hurairoh “terdengar suara yang mengelegar lalu bertanyalah ke rosulullah dan rosulullah menjawab itu adalah suara batu yang jatuh dari neraka jahanam ke “teleng” sekitar dada jatuhnya 1000 tahun”.
Bersabda Nabi SAW : Adapun Neraka itu gelap gulita, tidak mempunyai penerangan kecuali api yang menyala-nyala. Neraka itu mempunyai tujuh pintu dan tiap-tiap pintu itu mempunyai tujuh puluh ribu bukit, tiap-tiap bukit mempunyai tujuh puluh ribu cabangnya, tiap-tiap cabang itu terdiri atas bagian-bagian yang lebih kecil. Dan tiap-tiap bagian yang lebih kecil itu terdiri atas tujuh puluh ribu dusunnya. Dan tiap-tiap dusun itu tujuh puluh ribu rumahnya dan api yang menyala-nyala. Tiap-tiap rumah itu tujuh puluh ribu ular dan kalajengking

7 tingkatan Neraka

1.Darus Salam:
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Rabbnya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal sholeh yang selalu mereka kerjakan.” (QS. 6:127)

Surga adalah Darussalam (negri keselamatan) dari segala musibah, kecelakaan, dan segala hal yang tidak disukai, dan dia merupakan negri Allah subhanahu wata’ala, diambil dari nama Allah “as-Salam”. Allah subhanahu wata’ala pun mengucapkan salam atas mereka,

“Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. (Kepada mereka dikatakan), “Salam”, sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang.” (QS. 36:57-58) 
 
2.Jannatu ‘Adn:  
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, (Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang sholeh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan), “Salamun ‘alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:23-24)
 
3.Jannatul Khuld
Karena penduduknya kekal di dalamnya dan tidak akan berpindah ke alam (tempat) lain.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,

”Katakanlah, “Apakah (azab) yang demikian itu yang baik, atau surga yang kekal yang dijanjikan kepada orang- orang yang bertaqwa?” Surga itu menjadi balasan dan tempat kembali bagi mereka.” (QS. Al-Furqan:15) 
 
4.Darul Muqamah
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,

“Dan mereka berkata:”Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu”. (QS. 35:34-35) 
 
5.Jannatul Ma’wa
Adalah tempat menetap sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat an-Najm di atas. Disebut demikian karena surga merupakan tempat menetapnya orang-orang mukmin 
 
6.Jannatun Na’im:

7.Al Muqamul Amin:

Sekilas Tentang Masjidil Haram

Masa Lalu
Sekarang
Masa Depan 

Mengintip Ruangan Dalam Ka'bah

Ruangan Ka'bah Di Masa Lalu
Suasana Ruangan Di dalam Ka'bah
Apa sih isi dalam Ka’bah?

Ketua Islamic Society of North America (ISNA = Masyarakat Islam Amerika Utara) punya kesempatan masuk ke dalam Ka’bah di tahun 1998. Inilah keterangannya:

▪ di dalamnya terdapat tiga pilar.

▪ ada meja untuk meletakkan parfum.

▪ terdapat dua lampu lentera yang digantungkan dari langit-langit.

▪ ruangan cukup untuk menampung 50 orang.

▪ tidak ada lampu listrik di bagian dalam.

▪ tembok dan lantai terbuat dari marmer.

▪ tidak ada jendela di bagian dalam.

▪ hanya ada satu pintu.

▪ bagian atas tembok-tembok di bagian dalam ditutupi gorden.

Desain Ka'bah
 Desain Ka'bah:
Pintu Ka'bah
 Pintu Ka'bah
 Pintu Ka'bah
 Pintu Ka'bah

Pintu Ka'bah:  
 Pintu Ka'bah Masa Lalu
Kunci Ka'bah
Peristiwa Pergantian Kain Penutup Ka'bah
 Renovasi Ruangan Dalam Ka'bah di Masa Lalu

Kamis, 05 Mei 2011

Influential Muslim Women Through the Ages



March means Women’s History month, and yesterday, March 9th, was International Women’s Day. From the start of Islam through the present day, Muslim women have influenced the course of history, advanced the standard of women’s roles, and pushed the envelope of human possibility past the closed doors in front of them.
Here is a look at a group of 10 distinguished Muslim women throughout history, who have redrawn the boundaries of “Muslim” and of “woman’ in influencing the following 10 spheres: Activism, Religion, Athletics, Cinema, Arts, Diplomacy, Mysticism, Politics, Literature, and Empire.
elan’s selections span pre-20th century to modern day - some may surprise you in their accomplishments, while others are a celebration of the achievements we as Muslims know and love.  And as usual, we turn to you, our readers to ask - who else would you list, and why?
PRE-20TH CENTURY
Religion: Khadijah

The first convert to Islam was Khadijah, Prophet Muhammad’s (PBUH) first wife. Her support of her husband immediately following his life-changing revelation was instrumental to infant Islam’s survival starting in 600 AD. Several years senior to Muhammad (PBUH) and his boss, she was often consulted in matters concerning the burgeoning religion, and was one of his most trusted advisors. Her model faith and support have made her a paradigm for Muslim women and wives. 

Additional Influencers:

Other women whose influence and support greatly aided Muhammad (PBUH) and whose example is often popularized in the Muslim world are Aishah bint Abu Bakr, the Prophet’s (PBUH) youngest wife, and Fatima, Muhammad’s (PBUH) daughter. 

Arts: Walladah bint Mustakfi

Walladah (c. 1001 - 1080 C.E.), the daughter of a caliph of Islamic Spain, exhibited and advanced the standard of tolerant, vibrant multi-culturalism that marked the era of Islamic Spain. Upon inheriting her father’s fortune, Walladah, known for her progressive spirit, went on to host gatherings for both women and men writers, artists and musicians, and was well known for her own poetry. The incarnation of the zeitgeist of Islamic Spain, Walladah’s sponsorship of the intellectual and artistic cornerstones of her time reflects the large-scale efforts, especially by women Muslims in Islamic Spain, to endow the arts and intellectual institutions with funding, support, and their own personal contributions. 

Mysticism: Rabia al Basri

The 8th Century former slave became known for her devout nature, absolute aceticism including lifelong celibacy and near-total lack of material possession, and commitment to the ideal of God as a Beloved of the human being, a philosophy she revived and popularized during her life, and thanks to powerful poetry by the Sufi Farid Al-Din Attar, after her death as well. The Sufi trademarks of worshipping out of love of God and not out of fear of God and of an ascetic pratices were embodied by Rabia, whose exemplary life is often used to illustrate these virtues through anecdote and verse. 

Empire: Mumtaz Mahal

Mumtaz Mahal (1577 - 1645) the Indian empress at the height of the Mughal Empire in India, Mumtaz Mahal may be most well-known for inspiring the most famous structure in the world, the Taj Mahal. The beloved wife of the Emperor Shah Jahan is fabled to have been the ideal empress, supporting her husband by loyally travelling with him, spreading her graces of her beauty and good nature, bearing him fourteen children, and finally, inspiring the creation of one of the greatest achievements in world architecture, the Taj Mahal, the tomb where she and Shah Jahan remained joined, even in death. 

Additional Influencers:
Other female empresses of India, like Empress Nur Jahan, wife of the emperor Jahangir, wielded more power during their reign. But Mumtaz Mahal’s influence, while not explicitly political, has left an indelible mark on the world.  

20TH CENTURY

Athletics: Nawal El Moutawakel
Morocco’s track & field star, and the first Arab woman to earn an Olympic Gold medal (1984, 400 meter race), El Moutawakel is one of a handful of female Muslim athletes who has pinnacle success and gone on to encourage the integration of more female athletes into the games. As one of only 15 female members of the International Olympic Committee (135 total members), El Moutawakel was a pioneer in female Muslim Olympic competition. 

Additional Influencers:
Two other recent Olympic contenders who have also joined the IOC are Rania Elwani, a swimmer from Egypt (competed 1992, 1996, 2000), and Princess Haya of Jordan, equestrian competitor (the first Arab woman to do so). Of course, the Olympics aren’t the only place for competition. Boxer Laila Ali, daughter of the icon Muhammad Ali, has made headlines (and endorsement records) in the US. And younger Muslim women are starting to take the world stage, such as Indian tennis player Sania Mirza

Politics: Benazir Bhutto

The first female Muslim to be elected as a head of state, Bhutto has been a controversial figure from the time of her father Zulfikar Ali Bhutto’s execution in 1979, to her two terms as Prime Minister of Pakistan (1988 - 1990; 1993 - 1996), to her exile from the country on accusations of corruption, to her eventual return to Pakistan and subsequent assassination in 2007. Given her status as a reviver of Pakistani politics fighting against the supreme state powers self-awarded to the President Pervez Musharraf, Bhutto became an icon for millions of followers of political revival and democratic angst, qualities still evoked by her memory in Pakistan. In 2008, Bhutto received a posthumous UN Human Rights Prize. 

Additional Influencers:
Though some Western countries, including the US, have yet to elect a female leader, Bhutto, and her Muslim sister contemporaries in Bangladesh, Khaleda Zia (first female Prime Minister of Bangladesh, 1991-1996), and Sheikh Hasina Wajed (current Prime Minister of Bangladesh) have often been touted as examples of female leadership and autonomy in the democratic Muslim world. 

21ST CENTURY 

Activism: Surayya Pakzad

The Afghani activist and recipient of the 2008 International Women of Courage Award founded the Voice of Women Organization, which provides Afghan women with counseling, job training, shelters from battery/abuse, and legal services. Just one of many women helping define the new Afghanistan in the wake of the fall of the Taliban, Pakzad’s role is as dangerous as it is crucial to Afghanistan’s advancement; she, and other prominent female officials in Afghanistan, often face death threats in the line of duty. Activism in the Muslim world is a recent buzz topic. 

Additional Influencers:
Other women who have recently made large strides include, Shirin Ebadi, the Iranian human rights activist who became the first Muslim woman to win a Nobel prize (Nobel Peace Prize 2003). Other women whose activism requires daily courage and grit include, Norah al-Faiz who appeared in Time Magazine’s Top 100 Most Influential People of 2009, who was recently appointed as the first woman minister in Saudi Arabia’s history (Deputy Minister for Women’s Education). 

Cinema: Shohreh Aghdashloo

The first Iranian woman to be nominated for an Academy Award (Best Supporting Actress, The House of Sand and Fog 2003), Aghdashloo’s acclaimed screenwork has taken her from hit TV shows like ER and Will & Grace to her Emmy-winning role in the TV movie House of Saddam (2008). 

Additional Influencers:
Following fast on Aghdashloo’s awards trail, Marjane Satrapi, the Iranian graphic novelist whose bestseller-cum-hit film Persepolis was nominated for Academy and BAFTA awards in 2007, became a member of the Cannes Film festival Jury in 2006, and won the Cannes Jury Prize in 2007. Beyond these contemporary film figures, Muslim women also have a place in screen history, particularly in India where such stars as Madhubala (Mughal-e-azam, 1960) and Nargis (Mother India, 1957) are still seen as some of the all-time icons of Indian cinema. 

Diplomacy: Queen Noor

Perhaps the first Muslim woman to gain prominence on the world stage as a bridge between supposedly “clashing civilizations” Queen Noor of Jordan, widow of the late King Hussein of Jordan, is an American-born Princeton graduate, author, diplomat, UN figure (president of the UN World Colleges Movement) and often-consulted expert on Middle Eastern politics who has played a crucial role in balancing the world’s view of the Muslim world. She herself is a convert (upon marriage to King Hussein), and her rhetoric of collaboration, reconciliation, and accessibility has taken Jordan’s monarchy to a new level of affability and relevance. 

Additional Influencers:
Queen Noor’s traditions have been further bolstered by her contemporary, Queen Rania of Jordan. Both known for their stylish ways and diplomatic natures, these Queens of Jordan have done wonders balancing the regal with the real. 

Literature: Azar Nafisi

The bestselling author of Reading Lolita in Tehran, this Iranian professor captured the hearts of millions with her accounts of the female struggle in modern-day Iran, and put a face for many on the “other” Muslim women living in so-called “states of terror.” 

Additional Influencers:
The modern literary tradition in Iran did not begin with Nafisi; the female poet Farough Farrokhzad is often credited with being one of the most influential female poets of the 20th century, along with numerous other authors and poets in the Muslim world who have expressed themselves to great success through the written word. 

Mereka, Yang Bisa Mengantarkan Kita ke Syurga!


SEBUAH berita kecil membuat para orangtua Indonesia kaget bukan kepalang. Seorang siswi kelas 1 SMK di Surabaya, diringkus anggota Satreskrim Polrestabes Surabaya lantaran diduga telah menjual temannya untuk dijadikan pekerja seks (WTS). Bayangkan, remaja berusia 15 tahun itu telah berani menjadi mucikari  dengan memberikan iming-iming bayaran tinggi jika temannya mau menjadi anak buahnya di bisnis prostitusi.Sebelumnya, berita cukup menyedihkan datang dari Komnas Perlindungan Anak dan BKKBN ( Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional )  yang melakukan penelitian tentang Perilaku Seksual Remaja SMP dan SMU tahun 2009. Hasilnya tak  kalah menyedihkan. “Tingkat keperawanan remaja Indonesia masih mengkhawatirkan”.
 
Survey BKKBN tahun 2010 yang menunjukkan bahwa 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan hubungan seks diluar nikah. Kondisi ini tak hanya terjadi di Jabodetabek, tren mengerikan juga terjadi di berbagai kota. Surabaya (54 %), Bandung (47 %), dan Medan (52 %).Apa yang sesungguhnya terjadi?Banyak yang menilai, arus globalisasi yang udah tak terbendung tanpa dibarengi dengan pemahaman agama dan perhatian orangtu lah penyebabnya.

Pendidikan yang utama

Di jaman penuh fitnah ini, sering kita dapati orangtu yang tak bisa membedakan mana pendidikan utama dan mana pendidikan yang sampingan. Umumnya orangtua terkecekoh dengan angka-angka, nilai akademik dan janji-janji artificial. Banyak orangtua mengantarkan anaknya les Inggris, matematika dengan harapan IQ nya cemerlang dan indeks prestasinya terdongkrak. Beberapa orangtua lain; mengikutkan anak-anak mereka ikut les balet, piano, dll sementara di sisi lain mereka lupa pendidikan tauhid. Bagaimana anak-anaknya mengenal sang Pencipta, Allah Azza Wa Jalla. Bagaimana agar anaknya kelak memiliki rasa malu, menjaga aurat, membatasi lawan jenis dll. Yang terjadi justru kebanyakan orantua bangga anak-anak putri mereka dijemput pacarnya. Seolah jika anak mereka tak punya pacar, mereka khawatir anak perempuannya tidak laku.

Apakah semua kursus-kursus itu dilarang? Tentusaja tidak. Harusnya mana yang lebih diutamakan, tauhid  mereka atau sekedar keahlian mereka yang bisa diajarkan beberapa minggu saja.Padahal, jauh-jauh hari, Allah memperingatkan para orangtua agar menjaga anak-anak mereka. Sebab dari merekalah kita bisa akan ikut terseret ke neraka janannam.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS.At-Tahrim:6)

Imam Al Ghazali mengatakan, pendidikan utama bagi anak-anak adalah pendidikan agama. Karena di situlah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal-haram memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, orang-orang yang shalih dan mengajar anak membaca al-Qur’an.

“Hendaklah anak kecil diajari al-Qur’an hadits dan sejarah orang-orang shalih kemudian hukum Islam,” ujar Al-Ghazali. Baru setelah itu diajarkan pada mereka pengetahuan umum.Yang terjadi banyak orantua lebih sedih anaknya tak bisa matematik, Inggris atau IPA namun mereka tenang-tenang saja ketika anaknya tak mengerti adab, hukum Islam. Bahkan banyak orangtua tidak sedih ketika anak-anak perempuan mereka pergi –bahkan sampai pulang malam—dengan teman-teman prianya. Padahal dari situlah kehancuran masa depan anak-anak perempuan mereka bermula.

Rahasia Anak Perempuan

Begitu pentingnya Islam memperhatikan anak-anak perempuan, jauh-jauh hari, Rasulullah dan Al-Quran memperingatkan pada para orangtua.Padahal, dahulu di zaman jahiliyah, masyarakat lebih mencintai anak laki-laki dan mendahulukannya daripada anak perempuan. Bahkan di antara mereka ada yang membenci dan menjauhi istrinya karena melahirkan anak perempuan, bukan anak laki-laki. Namun ketika datangnya Islam dengan sinarnya yang cemerlang bagai matahari yang menyinari seluruh peloksok negeri dan semua penghuninya. Islam menyeru dengan lantang dengan keutamaan mendidik anak perempuan. Islam menawarkan banyak kebaikan dan pahala yang besar atas mendidik anak perempuan bagi orang tua yang melaksanakan tugas mulia ini.

Sebenarnya, mendidik anak perempuan itu akan menjadi penghalang dari api neraka. Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa ia berkata: "Ada seorang wanita masuk besama dua anak perempuannya seraya meminta diberi sesuatu. Akan tetapi aku tidak mendapatkan sesuatu untuk diberikan kecuali sebutir buah kurma. Aku berikan sebutir buah kurma tersebut kepadanya. Kemudian si ibu itu membaginya kepada kedua anaknya. Sementara ia sendiri tidak makan. Kemudian mereka keluar dan pergi. Ketika Nabi saw. datang dan masuk kepada kami, aku beritahukan kisah ini kepadanya. Kemudian beliau berkata:

"مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَناَتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إلَيْهِن كُنَّ لَهُ سِتْراً مِنَ النّاَرِ"
“Barangsiapa yang diuji dengan mendapatkan anak peremuaan kemudian ia berbuat baik kepada mereka (dengan mendidiknya) maka anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari sentuhan api neraka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Mendidik anak perempuan juga dapat mengantarkan masuk ke surga. Diriwayatkan oleh Aisyah ra. ia berkata: “Aku kedatangan seorang ibu miskin yang membawa kedua anak perempuannya. Aku berikan kepadanya tiga butir buah kurma.

Kemudian ia memberikan masing-masing dari kedua anaknya satu butir kurma dan yang satu butir lagi ia ambil untuk dimakan sendiri. Akan tetapi, ketika ia akan memakannya, kedua anaknya itu memintanya. Akhirnya satu butir kurma itu dibelah dua dan diberikan kepada mereka berdua. Kejadian itu mengagumkanku. Maka, aku ceritakan hal itu kepada Nabi saw. Dengan demikian beliau bersabda:

"إِنَّ اللهَ قَدْ أوْجَبَ لَهاَ بِهاَ الْجَنَّةِ، أَوْ أَعْتَقَهاَ بِهاَ مِنَ الناَّرِ"
“Allah saw. mengharuskan ibu itu masuk surga atau membebaskannya dari neraka disebabkan kasih sayangnya terhadap anak perempuannya.
  (HR. Muslim)
Selain itu, mendidik anak perempuan dapat mengangkat derajat. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda:

"مَنْ عاَلَ جاَرِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغاَ جاَءَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ أناَ وَهَوَ"
“Barangsiapa mengurus dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa maka ia datang di hari kiamat bersamaku.” Beliau merapatkan jari-jemarinya. (HR. Muslim)
Rasulullah saw. menerangkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin masuk surga, yaitu dengan berbuat ihsan terhadap anak perempuan dengan rincian sebagai berikut:

Pertama, Merawatnya hidup dan tidak menguburkannya hidup-hidup seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
Kedua, Memuliakan, memelihara dengan baik dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, kebanggaan dan penghormatan tanpa merendahkan ataupun menghinakan
Ketiga, Tidak mengutamakan anak laki-laki ketimbang anak perempuan dalam memperlakukan mereka
Barangsiapa yang dapat merealisasikan tiga syarat di atas maka ia sangat patut untuk mendapatkan pahala tersebut di atas yaitu masuk surga.

Mendidik anak perempuan dan mentarbiyahnya akan menjadi tabir dan penghalang dari api neraka. Diriwayatkan dari Uqbah bin Nafie ia berkata, Rasulullah saw. bersabda,

"مَنْ كاَنَ لَهُ ثَلاَثُ بَناَتٍ فَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ وَأَطْعَمَهُنَّ وَسَقاَهُنَّ وَكَساَهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ كُنَّ لَهُ حِجاَباً مِنَ النّاَرِ يَوْمَ الْقِياَمَةِ"
“Barangsiapa memiliki tiga anak perempuan kemudian ia sabar atas (merawat dan mendidik) mereka serta ia memberi makan dan minum mereka dari apa-apa yang ia dapatkan maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka di hari kiamat.”   
(HR. Ahmad)
"مَنْ عاَلَ ابْنَتَيْنِ أوْ ثَلاَثَ بَناَتٍ أوْ أُخْتَيَنِ أوْ ثَلاَثَ أخَواَتٍ حَتَّى يَمُتْنَ أوْ يَمُوْتُ عَنْهُنَّ كُنْتُ أناَ وَهُوَ كَهاَتَيْنِ"
“Barangsiapa yang menanggung dua atau tiga anak perempuan; dua atau tiga saudara perempuan hingga mereka meninggal dunia atau ia lebih dahulu meninggal dunia maka aku dan dia seperti dua ini.”
(Shahih al Jami')
Semoga kita bisa menjadi orangtua yang bisa menjaga anak-anak perempuan kita menjadi benar. Sebab, sesungguhnya merekalah yang bisa mengantarkan kita ke surga.

Bunda Mulia. Penulis ibu rumahtangga tinggal di Surabaya

Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib

Beliau adalah Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, orang yang pertama kali masuk Islam dari golongan anak, memiliki kedudukan yang tinggi dan posisi yang luhur di sisi Rasulullah. Beliau juga putri khalifah Rasyidin yang keempat. Kakeknya adalah penghulu anak Adam. Ibu beliau adalah ratu wanita ahli jannah, Fathimah binti Rasulullah, sedangkan kedua saudaranya adalah pemimpin pemuda ahli jannah dan penghibur hati Rasulullah.

Dalam lingkungan yang mulia seperti inilah pada zaman Rasulullah Ummu Kultsum dilahirkan, tumbuh berkembang dan terdidik. Beliau adalah teladan bagi para gadis muslimah yang tumbuh di atas dien, keutamaan dan rasa malu.Amirul Mukminin Umar bin Khathab al-Faruq , Khalifah Rasyidin yang kedua mendatangi ayahnya untuk meminang beliau. Akan tetapi, mulanya Imam Ali bin Abi Thalib meminta ditunda, karena Ummu Kultsum masih kecil. Umar berkata: “Nikahkanlah aku dengannya wahai Abu Hasan, karena aku telah memperhatikan kemuliannya, yang tidak aku dapatkan pada orang lain.” Maka Ali meridhainya dan menikahkan Umar dengan putrinya pada bulan Dzulqa’dah tahun 17 Hijriyah, dan hidup bersama hingga terbunuhnya Umar. Dari pernikahannya mendapatkan dua anak, yaitu Zaid bin Umar al-Akbar dan Ruqayyah binti Umar.

Yang mengesankan pada Ummu Kultsum, istri dari Amirul Mukminin, bahwa suatu ketika Umar keluar pada malam hari seperti biasanya untuk mengawasi rakyatnya (inilah keadaan setiap pemimpin yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya dalam naungan daulah Islamiyah ). Beliau melewati suatu desa di Madinah, tiba-tiba beliau mendengar suara rintihan wanita yang bersumber dari sebuah gubug, di depan pintu ada seorang laki-laki yang sedang duduk. Umar mengucapkan salam kepadanya dan bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi. Laki-laki tersebut berkata bahwa dia adalah seorang Badui yang ingin mendapatkan kemurahan hati Amirul Mukminin. Umar bertanya tentang wanita di dalam gubug yang beliau dengar rintihannya. Laki-laki tersebut tidak mengetahui bahwa yang berbicara dengannya adalah Amirul Mukminin, maka dia menjawab, “Pergilah anda dan semoga Allah merahmati anda sehingga mendapatkan yang anda cari, dan janganlah anda bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya bagi anda.”

Umar kembali mengulang-ulang pertanyaannya agar dia dapat membantu kesulitannya jika mungkin. Laki-laki tersebut menjawab, “Dia adalah istriku yang hendak melahirkan dan tak ada seorang pun yang dapat membantunya.” Umar bertolak meninggalkan laki-laki tersebut dan kembali ke rumah dengan segera. Beliau masuk menemui istrinya, yakni Ummu Kaltsum dan berkata,” Apakah kamu ingin mendapat pahala yang Allah akan limpahkan kepadamu?” Beliau menjawab dengan keadan yang penuh antusias dan berbahagia dengan kabar gembira tersebut yang mana beliau merasa mendapatkan kehormatan karenanya, “Apa wujud kebaikan dan pahala tersebut Wahai Umar?” Maka Umar memberitahukan kejadian yang baru mereka temui, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan dan mengambil peralatan untuk melahirkan dan kebutuhan bagi bayi, sedangkan Amirul Mukminin membawa kuali yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Beliau berangkat bersama istrinya hingga sampai ke gubug tersebut.

Ummu Kultsum masuk ke dalam gubug dan membantu ibu yang hendak melahirkan dan beliau bekerja dengan semangat seorang bidan. Sementara itu, Amirul Mukminin duduk-duduk bersama laki-laki tersebut di luar sambil memasak yang beliau bawa. Tatkala istri laki-laki tersebut melahirkan anaknya, Ummu Kultsum secara spontan berteriak dari dalam rumah, “Beritakan kabar gembira kepada temanmu wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya seorang anak laki-laki. Hal itu membuat orang badui tersebut terperanjat. Karena ternyata orang di sampingnya yang sedang memasak dan meniup api adalah Amirul Mukminin.Begitu pula wanita yang melahirkan tersebut terperanjat, karena yang menjadi bidan baginya di gubug tersebut ternyata adalah istri dari Amirul Mukminin. Takjub pula orang-orang yang hadir menyaksikan realita yang berada dalam naungan Islam tersebut ketika seorang kepala negara dan istrinya membantu seorang laki-laki dan istrinya dari Badui.

Setelah berselang beberapa waktu lamanya, tangan yang berdosa dan dengki dengan Islam membunuh Umar bin Khatthab, sehingga Ummu Kultsum menjadi seorang janda.Tatkala Ummu Kultsum wafat, Ibnu Umar menyalatkannya dan begitu pula putranya, Zaid, yang berdiri di sampingnya dan mereka berdua takbir empat kali.Ya Allah ridhailah Ummu Kultsum seorang bidan muslimah.

Sumber: Nisa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli & Musthafa Abu an- Nashr as-Syalabi
Al-IslamPusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Washington Pantau Operasi Dengan Laptop Mati?

Washington berulang kali mengubah jalan cerita perburuan Usamah bin Ladin, untuk meyakinkan publik bahwa mereka benar-benar telah membunuh orang yang bernama Usamah bin Ladin, musuh nomor satu Amerika Serikat yang dituding sebagai otak aksi teror di negara itu dan di seluruh dunia.

Tidak heran jika satu hari setelah pelaksanaan operasi itu, Gedung Putih merilis foto-foto yang menunjukkan suasana di Situation Room saat Obama, wakilnya Joe Biden dan Menlu AS Hillary Clinton serta pejabat keamanan lainnya menyaksikan secara langsung misi yang dijalankan Navy SEAL di Pakistan.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam operasi sepenting itu, yang dilakukan di luar negeri dengan menerobos kedaulatan negara Pakistan, layar monitor laptop yang para pejabat penting AS dalam keadaan mati? Hanya satu orang berpakaian militer di samping Obama yang terlihat seakan sedang mengoperasikan komputernya.

Sebagaimana diketahui Situation Room merupakan ruang pertemuan dan pusat manajemen intelijen yang terletak di basemen gedung West Wing -- tempat kantor-kantor kepresidenan berada. Ruang itu dilengkapi dengan peralatan keamanan dan komunikasi canggih, sehingga presiden bisa memantau dan memberikan komando secara langsung kepada pasukan Amerika Serikat yang sedang bertugas di seluruh dunia.

Dalam wawancara di acara 60 Minutes televisi CBS (04/5) Obama, yang melihat secara langsung jalannya operasi militer yang dilakukan pasukan khusus AS Navy SEAL, mengaku ditunjukkan gambar mayat Bin Ladin, dan dia merasa yakin itu adalah Bin Ladin.

Selasa, 03 Mei 2011

Kematian Usamah: Alhamdulillah atau Innalillah?

SEPERTI sudah kita ketahui, hari Senin (2/5), pasukan khusus teror Amerika Serikat, SEAL Team Six (ST6) dikabarkan telah berhasil menewaskan Usamah bin Ladin. Sosok yang disebut-sebut Amerika sebagai otak dari sejumlah aksi terror di penjuru dunia ini ditembak mati di kepalanya 40 menit setelah SEAL Team 6 melakukan penggerebekan di persembunyiannya di Abbotabat, salah satu kota di pedalaman Pakistan.

Obama mengumumkan kematian Usamah secara resmi pada pukul 10.30 WIB yang sontak rakyat AS merayakan kematian tersebut. Mereka berkumpul di depan gedung putih dan Ground Zero sambil bersorak-sorai layaknya ada sebuah perayaan besar. Sekjen PBB, Ban Ki Moon, turut bersuka cita atas tewasnya Usamah. Menurutnya, kematian Usamah adalah momen penting untuk melawan terorisme global. Umat muslim di AS pun turut bergembira dengan kabar kematian Usamah tersebut.

Mereka mengklaim, dengan tewasnya Usamah, ideologi kekerasan yang selama ini identik dengan ajaran agama Islam dapat diredam.Menurut John Esposito, salah satu profesor agama dan urusan internasional, tewasnya Usamah paling tidak dalam jangka pendek dapat mengurangi tekanan akan islamofobia yang banyak dialami oleh umat Muslim di Amerika Serikat.Senada dengan pernyataan tersebut, Imam Muhammad Musri dari Islam Society of Central Florida turut bergembira atas tewasnya Usamah. Ia menyebutkan, bahwa selama ini ia sudah berusaha untuk meyakinkan masyarakat bahwa Islam tidak satu pemikiran dengan Usamah.

Di sisi lain, ada pula pihak yang tidak larut dalam sukacita tersebut, namun sebaliknya, mereka justru mengharapkan agar Usamah dapat dirahmati oleh Allah SWT. Hal ini seperti diungkapkan oleh juru bicara utama Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) Abdul Rohim Ba’asyir. Menurut beliau, setiap jiwa pasti menemui ajalnya, namun semangat jihad tak akan terpengaruh dengan hidup dan matinya seorang manusia. Menurut pimpinan pusat Ansharullah, Fauzan Al-Anshari, kematian Usamah adalah syahid, yaitu kematian di jalan Allah. Menurutnya, setetes darah syuhada yang jatuh ke bumi akan melahirkan syuhada-syuhada yang lain. Hal senada diungkapkan oleh ketua umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq. Beliau mengungkapkan bahwa masyarakat kafir yang berpesta pora atas kematiannya adalah kemenangan Usamah sebagai syahid.

Dari statemen-statemen di atas, dapat kita simpulkan bahwa kematian Usamah telah mengundang pro dan kontra, apakah kematiannya merupakan suatu kesyukuran, atau justru kematiannya adalah suatu cobaan yang dapat mendorong umat Islam untuk lebih menyerahkan dirinya kepada Allah SWT.

Perjuangan “dakwah jihad” ala Usamah memang mengundang banyak kontroversi. Aksi-aksi pengeboman yang diidentikan terorisme oleh Amerika telah menjadi trademark tersendiri bagi Usamah. Jaringan Al-Qaidah yang dipimpinnya telah berulang kali disangkut-pautkan dengan aksi-aksi tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan pengecaman dari berbagai pihak. Aksinya yang kerap menimbulkan korban jiwa ini bukan sekali dua kali saja, namun sudah berkali-kali dan terjadi di berbagai belahan dunia, dari Amerika Serikat hingga Indonesia. Kenyataan ini menjadikan umat Islam kerap diidentikkan dengan kekerasan yang berujung pada terorisme. Dan tentu saja, banyak masyarakat non muslim yang terjangkit sindrom islamofobia gara-gara aksinya tersebut.

Di sisi lain, niatan jihad yang dibawa oleh Usamah --meskipun kerap menimbulkan kontroversi-- patut diapresiasi. Di zaman modern ini, tidak banyak orang yang berani menyuarakan suara jihad atas berbagai kedzaliman kuasa besar ala Amerika yang sedemikian lantangnya.Mungkin cara dia berjihad tidak diterima sebagaian orang. Hanya saja, yang kami tekankan di sini, adalah semangatnya untuk memperjuangkan agama Islam dan tidak gentar akan segala sesuatu, semangat yang mencerminkan keimanannya dan pembelaannya akan agamanya yang kerap diinjak-injak oleh negara-negara sekuler. Inilah yang perlu kita apresiasi dan bahkan kita tiru.

Jika ada rakyat Indonesia yang memiliki semangat militansi seperti Usamah, tentu saja negara kita tidak akan mudah diinjak oleh negara-negara lain. Selama ini, negara kita sudah kenyang diinjak-injak dan bahkan “dijajah”secara intelektual, kultur dan budaya. Kita lihat bagaimana Malaysia dengan gampangnya mengklaim blok Ambalat adalah wilayahnya. Nelayan Thailand dengan entengnya melanggar perbatasan dan melaut di perairan Indonesia. Belum lagi bentuk-bentuk penjajahan  dalam bentuk perdagangan, seperti membanjirnya produk impor dari China. Semua itu adalah bukti yang meguatkan bahwa Indonesia tidak memiliki tokoh sekaliber Usamah yang memiliki idealisme dan prinsip yang kuat dalam membela ideologinya.
Di sini, kami menyimpulkan, bahwa kematian Usamah sudah sepantasnya kita jadikan refleksi. Bagaimanapun, perjuangan Usamah tidak bisa dipandang sebelah mata. Perjuangan membela agamanya dengan caranya sendiri, sekalipun, mungkin ada banyak kesalahan dalam pengaplikasiannya.Dan yang patut kita contoh darinya adalah semangatnya dan kekuatan idealisme yang ia miliki, sehingga ke depannya kita dapat mengaplikannya ke dalam keyakinan kita dan umat Islam di Indonesia yang merupakan mayoritas dapat turut memperjuangkan agamanya dan juga dapat memperjuangkan negaranya.

Karena itu terminologi “Alhamdulillah” dan “Innalillah” atas kematian Usmah ini tergantung pada siapa yang mengucapkannya. Bagi Amerika dan sekutunya, wajar jika ia gembira atau dalam istilah Islam mengucapkan “Alhamdulillah”. Tapi bagi kaum Muslim yang lain boleh jadi sebaliknya. Wallahu a’lam


Penulis adalah mahasiswa Institut Studi Islam Darussalam Gontor, anggota Kajian Center for Islamic and Occidental Studies ISID Gontor
Foto: Warga Amerika gembira mendengar kematian Usamah

Sumber

Minggu, 01 Mei 2011

Ummu Waraqah (Seorang Wanita yang Syahid)

Beliau adalah putri dari Abdullah bin al- Haris bin Uwaimar bin Naufal al-Anshariyah. Beliau dikenal dengan kunyah (gelar yang diawali dengan Abu atau ummu) Ummu Waraqah binti Abdullah atau dikenal dengan Ummu Waraqah binti Naufal, dinisbahkan kepada kakeknya.Beliau termasuk wanita yang mulia dan yang paling mulia pada zamannya. Rasulullah saw telah mengunjungi beliau beberapa kali dan beliau menjulukinya dengan gelar asy-Syahidah.

Beliau ra adalah seorang wanita yang memiliki ghirah (semangat) tinggi terhadap Islam dan bercita-cita untuk mati syahid di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Oleh karena itu, beliau tidak terhalang untuk berjihad bersama kaum muslimin dan mendapatkan pahala mujahidin. Tatkala Rasulullah saw hendak berangkat Perang Badar, Ummu Waraqah berkata kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, izinkanlah aku berangkat bersama anda, sehingga aku dapat mengobati orang-orang yang terluka di antara kalian, merawat orang yang sakit di antara kalian, dan agar Allah mengaruniai diriku syahadah (mati syahid).” Kemudian Nabi saw menjawab, “Sesungguhnya Allah akan mengaruniai dirimu syahadah, tapi tinggallah kamu di rumahmu, karena sesungguhnya engkau adalah syahidah (orang yang akan mati syahid).”

Beliau ra turut mengumpulkan Alquran al-Karim, dan beliau adalah seorang wanita yang ahli dalam membaca Alquran. Karena itu, Nabi saw memerintahkan beliau agar menjadi imam bagi para wanita di daerahnya. Dan, Rasulullah saw menyiapkan seorang muadzin bagi beliau.Disebutkan dalam al-Musnad dan as-Sunan dari hadis Abdurrahman bin Khalad dari Ummu Waraqah mengatakan bahwa Rasulullah saw mengunjungi beliau di rumahnya, kemudian memberikan seorang muadzin untuknya. Abdurrahman berkata, “Aku melihat muadzin tersebut seorang laki-laki yang sudah tua.”

Jadilah rumah Ummu Waraqah ra, rumah Allah yang di sana, ditegakkan salat lima waktu. Alangkah terhormatnya seorang wanita yang menduduki posisi sebagaimana seorang wanita mukminah seperti Ummu Waraqah ra.Ummu Waraqah senantiasa istiqamah dengan keadaannya, yaitu menjaga syari’at-syari’at Allah hingga pada suatu ketika budak dan jariyahnya -yang telah dijanjikan oleh beliau akan dimerdekakan setelah beliau wafat- membunuh beliau. Tatkala pagi Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah, aku tidak mendengar suara bacaan Alquran dari bibiku semalam.” Kemudian beliau memasuki rumahnya, namun tidak melihat suatu apa pun, kemudian beliau memasuki kamarnya, ternyata beliau telah terbungkus dengan kain di samping rumah (yakni telah wafat). Umar berkata, “Alangkah benar sabda Rasulullah saw ketika bersabda, ‘Marilah pergi bersama kami untuk mengunjungi wanita yang syahid’.”

Selanjutnya, Umar ra naik mimbar dan menyampaikan berita tersebut lantas berkata, “Hadapkanlah dua budak tersebut kepadaku.” Maka, datanglah dua orang budak tersebut dan beliau menanyai keduanya dan mereka mengakui bahwa mereka berdua telah membunuhnya, maka beliau perintahkan agar kedua orang budak tersebut disalib, dan mereka berdualah orang yang pertama kali disalib dalam sejarah Islam.
Semoga Allah merahmati Ummu Waraqah, semoga Allah membalas semua kebaikannya, dengan istiqamahnya beliau dalam membaca Alquran dan mengumpulkannya. Beliau adalah imam bagi para wanita di zamannya yang amat sangat rindu untuk berjihad dengan harapan mendapat pahala mujahidin. Akhirnya, Allah pun mengabulkan permohonannya dan beliau mendapatkan pahala mujahidin.

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Mushthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Sabtu, 07 Mei 2011

Ummu Sulaim binti Malhan

Diposting oleh Wanita Sholehah di 20.15 0 komentar
Beliau bernama Rumaisha’ Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Naja al-Anshaiyah al-Khazrajiyah.Beliau adalah seorang wanita yang memiliki sifat keibuan dan cantik, dihiasi pula dirinya dengan ketabahan, kebijaksanaan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan kecerdasan berpikir dan kefasihan serta berakhlak mulia, sehingga nantinya cerita yang baik ditujukan kepada beliau dan setiap lisan memuji atasnya. Karena, beliau memiliki sifat yang agung tersebut sehingga mendorong putra pamannya yang bernama malik bin Nadhar untuk segera menikahinya yang akhirnya melahirkan Anas bin Malik.

Tatkala cahaya nubuwwah mulai terbit dan dakwah tauhid mulai muncul, orang-orang yang berakal sehat dan memiliki fitrah yang lurus untuk bersegera masuk Islam. Ummu Sulaim termasuk golongan petama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar. Beliau tidak mempedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya di dalam masyarakat jahiliyah penyembah behala yang beliau buang tanpa ragu.Adapun kalangan petama yang harus beliau hadapi adalah kemarahan Malik, suaminya, yang barru saja pulang dari bepergian dan mendapati istrinya telah masuk Islam. Malik berkata dengan kemarahan yang memuncak, “Apakah engkau murtad dari agamamu?” Maka dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab, “Tidak, bahkan aku telah beriman.”

“Demi Allah, orang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam, maka itulah mahar bagiku dan kau tidak meminta yang selain dari itu.” (Lihat an-Nasa’i VI/144).Sungguh ungkapan tesebut mampu menyentuh perasaan yang paling dalam dan mengisi hati Abu Thalhah, sungguh Ummu Sulaim telah bercokol di hatinya secara sempurrna, dia bukanlah seorang wanita yang suka bermain-main dan takluk dengan rayuan-rayuan kemewahan, sesungguhnya dia adalah wanita cedas, dan apakah dia akan mendapatkan yang lebih baik darrinya untuk dipeisti, atau ibu bagi anak-anaknya?”Tanpa terasa lisan Abu Thahah mengulang-ulang, “Aku berada di atas apa yang kamu yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang hak kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Ummu Sulaim lalu menoleh kepada putranya Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya, “Wahai Anas nikahkanlah aku dengan Abu Thalhah.” Kemudian beliau pun dinikahkan Islam sebagai mahar. Oleh karena itu, Tsabit meiwayatkan hadis darri Anas:
“Aku belum penah mendengarr seorang wanita yang paling mulia dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (Sunan Nasa’i VI/114).Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thahah dengan kehidupan suami istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang tenang dan penuh kebahagiaan.

Ummu Sulaim adalah profil seorang istri yang menunaikan hak-hak suami istri dengan sebaik-baiknya, sebagaimana juga contoh terbaik sebagai seorang ibu, seorang pendidik yang utama dan orang da’iyah.Begitulah Abu Thalhah mulai memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang utama, yakni Ummu Sulaim. sehingga, pada gilirannya beliau minum dari mata air nubuwwah hingga menjadi setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.Marilah kita dengarkan penuturan Anas bin malik yang menceitakan kepada kita bagaimana pelakuan Abu Thalhah terhadap kitabullah dan komitmenya tehadap Alquran sebagai landasan dan kepribadian. Anas bin Malik berkata:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempuna), sebelu kamu menafkahkan sebagian hata yang kamu cintai.” 
(Ali Imran: 92).

Seketika Abu Thalhah bediri menghadap Rasulullah saw dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah berfiman di dalam kitabnya (yang artinya), “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah kebunku, untuk itu aku sedekahkan ia untuk Allah degan harapan mendapatkan kebaikan dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesukamu ya Rasulullah.”“Bagus… bagus… itulah harta yang menguntungkan… itulah harta yang mnguntungkan…. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan agar engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu.”

Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada anak kerabatnya dan Bani dari pamanya.”Allah memuliakan kedua orang suami istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan dengan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu Umair. Suatu ketika anak tersebut bemain-main dengan seekor burung lalu burung tersebut mati. Hal itu menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada saat itu Rasulullah saw melewati dirinya maka beliau berkata kepada anak tesebut untuk meghibur dan bermain dengannya, “Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh anak burung pipit itu?” (Al-Bukhari VII/109).

Allah berkehendak untuk menguji keduanya denga seorang anak yang cakap dan dicintai. Suatu ketika Abu umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahya apabila kembali dari pasar, petama kali yang dia kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum merasa tenag sebelum melihat anaknya.Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka Ibu mukminah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridha dan baik. Sang ibu membaringkannya di temp[at tidur sambil senantiasa mengulangi, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Beliau berpesan kepada anggota keluarganya, “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalhah hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya.”

Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan semangat menyambut suaminya dan menjawab seperti biasanya, “Apa yang dilakukan oleh anakku?” Beliau menjawab, “Dia dalam keadaan tenang.”Anu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena kahawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulim mendekati beliau dan memperssiapkan makan malam baginya, lalu beliau makan dan minum, sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan yang lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian keduanya pun berbuat sebagaimana layaknya suami istri.

Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan telah mencampurinya serta merasa tenang terhadap keadaan anaknya, maka beliau memuji Allah karena abeliau tidak membuat risau suaminya dana beliau bioarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.Tatkala di akhir malam beliau berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu seandainya ada suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipan tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut menolaknya?” Abu Thalhah menjawab, “Tentu saja tidak boleh.” Kemudian Ummu Sulim berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?” Abu Thalhah berkata, “Berarti mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu adalah titipan dari Allah dan Allah telah mengambil, maka tabahkanlah hatimua dengan meninggalnya anakmu.”

Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah, “Kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”Beliau mengulangi kata-kata tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.Keesokan harinya beliau pergi menghadap Rasullah saw dan mengabarkan kepadanya tentang apa yang telah terjadi, kemudian Rasulullah saw bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.”Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah saw, selanjutnya Anas berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sulaim telah melahirkan tadi malam.” Maka Rasulullah saw mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut (yakni menggosokkan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi). Anas berkata, “Berikanlah nama bayi ya Rasulullah!” beliau bersabda, “Namanya Abdullah.”

Ubadah, salah seorang rijal sanad berkata, “Aku melihat dia memiliki tujuh orang anak yang kesemuanya hafal Alquran.”Di antara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka aberdua yang manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata, “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasullah saw dan berkata, ‘Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar’. Maka Rasulullah saw menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada di rumahnya, namun beiau menjawab, ‘Demi yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya sama. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah saw bersabda, ‘Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya’. 

Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata, ‘Saya, ya Rasulullah’. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim), “Apakah kamu memiliki makanan?” Istrinya menjawab, ‘Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak’. Abu Thalhah berkata, ‘ Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah aberada di tangan, maka berdirilah dan matikanlah lampu’. Hal itu dilakukan oleh Ummu Sulaim. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut, sementara kedua istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah saw lalu Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah’.”

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, “Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian.”

Di akhir hadis disebutkan, maka turunlah ayat:

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).”
  (Al-Hasyr: 9).

Abu Thalhah tak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan kabar gembira itu kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dlam Alquran yang senantiasa dibaca. Selain berdakwah di lingkungannya, Ummu Sulaim juga turut andil dalam berjihad bersama pasukan kaum muslimin.
Anas ra berkata, “Rasulullah saw berperang bersama Ummu Sulaim dan para wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka.”Begitulah, Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah saw, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim, bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau trmasuk ahli jannah. Beliau bersabda, “Aku masuk jannah, tiba-tiba aku mendengar sebuah suara, maka aku bertanya, ‘Siapa itu?’ Mereka berkata, ‘Dia adalah Rumaisha’ binti Malhan, ibu dari Anas bin Malik.”Selamat untukmu, wahai Ummu Sulaim, karena Anda memang layak mendapat bintang.

Sumber: Nisa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Allah Menggantinya dengan Seorang Khafidzah

Diposting oleh Wanita Sholehah di 20.07 0 komentar
DI PAGI buta itu, Ustadz Sholeh, demikianlah laki-laki itu biasa dipanggil, tengah asyik membersihkan sepedah motornya. Maklum, hari itu dia memiliki jadwal mengisi pengajian di luar kota. Karenanya, agar perjalanan lancar, dia kudu membersihkan, serta mengecek ’kesehatan’ kendaraan roda duanya, agar di pertengahan jalan tidak menjadi momok.Dengan menggunakan kain seadanya, dia mengelap sedikit demi sedikit sepedahnya tersebut. Mulai dari sepion, hingga jeruji-jeruji ban, semuanya dibersihkan.Setelah sesi pembersihan selesai, dia mengecek bensinnya. Diperediksi kurang, Sholeh pun langsung bergegas mengambil gerigen kecil berisi bensin, di dalam rumah. Tak dinyana, ternyata gerigen tersebut menjadi penyebab seluruh keluarganya –kedua anaknya, istri dan cabang bayi yang sedang dikandung- mati terbakar oleh api secara bersamaan. 

Amukan Si-Jago Merah 

Menurut keterangan Hasan, salah satu sahabat karibnya, peristiwa nahas tersebut bermuara dari keteledoran Sholeh yang meletakkan gerigen bekas bensin tersebut di samping kompor. Nah, selepas keberangkatannya menuju tempat pengajian, si-istri meminta kedua anaknya untuk menyalakan kompor, karena dia ingin memasak.Ketika si-buah hati menyalakan kompor itu lah, api langsung menyambar gerigen, dan langsung menimbulkan ledakkan. Karena jarak mereka terlalu dekat dari sumber api, mereka akhirnya tidak bisa mengelak, dan langsung menjadi objek amukan api.

Di lain pihak, ketika mendengar suara ledakkan itu, Diana, nama si-ibu  tersebut langsung berlari ke arah dapur, untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.Menyaksikan kedua anaknya tengah merenggut nyawa karena terbakar api, Diana bak tersambar halilintar di siang bolong. Karenanya perempuan yang biasa berjilbab besar itu, langsung mengambil langkah seribu, guna menyelamatkan buah hatinya.Sayangnya, perempuan yang juga tengah hamil tua tersebut bukan saja gagal menyelamatkan kedua anaknya, tapi dia juga tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri dari bara api. Akhirnya, mereka semua menjemput ajal mereka masing-masing, meninggalkan Sholeh yang tengah menuju tempat pengajian. 

Ikhlas dan Ridho

Dikalangan masyarakat sekitar rumah dan kerabat-kerabatnya, Sholeh dikenal sebagai sosok yang ’alim. Dia mahir dalam bidang ilmu Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Tafsir. Tidak hanya itu saja, dia juga seorang khuffadz (sebutan bagi para penghafal Al-Quran).Pemahamannya yang tinggi akan ilmu agama itu pula, yang menjadikannya tetap teguh, sabar, menerima cobaan yang luar biasa berat itu.Hal itu bisa dibuktikan dengan cara Sholeh menyikapi musibah tersebut. Menurut pengakuan Hasan, Sholeh sama sekali tidak menunjukkan mimik atau tingkah laku yang berlebihan. Lebih-lebih gelagat orang frustrasi. Tidak sama sekali. Dia tetap tenang. “Mungkin itu karena kefakihannya dalam memandang suatu musibah. Bahwa semuanya bersumber dari Allah, dan semua akan kembali kepada-Nya”, papar ayah dua anak ini.Apa lagi, lanjut Hasan, ketika para sahabatnya menghiburnya dengan membacakan janji-janji Allah yang termaktub dalam Al-Quran atau Al-Hadits, tentang kebaikkan yang akan diterima seorang hamba yang ditimpa musibah.

 ”Beliau itu kan ahli agama. Jadi, ketika kita hibur dia dengan ayat-ayat/hadits-hadits tersebut, beliau tersenyum, dan mengucapkan terima kasih telah menguatkannya” terang laki-laki berjenggot tebal itu. Dan masih menurut pengakuan Hasan, salah satu ayat yang menjadi penghibur lara tersebut adalah, bahwa Allah akan mengganti apa saja yang hilang dari setiap hambanya, dengan sesuatu yang lebih baik. ”Jadi, kami katakan kepada beliau. Insya Allah ke depan akan mendapat istri dan anak yang lebih baik, lebih sholeh dan sholehah, lebih taat kepada Allah dan Rosul-Nya”, jelasnya.

Benar saja, tidak lama setelah sepeninggal istri dan anak-anaknya, Sholeh menemukan jodohnya kembali dengan seorang muslimah, yang ternyata dia juga seorang khafidzah. Tidak hanya itu, dia juga mendapat kesempatan untuk melanjutkan studinya dibidang Tafsir, di salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta. Maha suci Allah yang telah menunjukkan kebenaran akan janji-janji-Nya. 

Aroma Wewangian

Ketika para pen-takziah, berkeruman mendatangi rumah duka, menurut Hasan, ada sesuatu yang ’janggal’ yang dirasakan para pen-takziyah. Mereka mencium aroma kebakaran. Sepertinya, di tempat itu tengah terjadi kebakaran yang sangat dahsyat. Pada hal tidak sama sekali, karena jenazah tersebut telah dievakuasi di kediaman kerabat Sholeh, yang letaknya berjauhan dengan lokasi kebakaran.Namun tidak lama berselang, para pelayat, merasakan aroma wewangian, yang memenuhi setiap sisi ruangan tersebut. Terang saja, menyaksikan keanehan ini, tidak sedikit para jamaah yang keheran-heranan. ”Mungkin itu satu tanda kalau mereka termasuk orang-orang yang mati syahid. Dan mudah-mudahan gelar tersebut benar-benar mereka dapatkan”, do’a Hasan untuk sahabatnya tersebut.
 
*/kisah ini disampaikan Hasan, sahabat korban 
Sumber

7 Tingkatan surga dan Neraka

Diposting oleh Wanita Sholehah di 01.20 0 komentar

7 tingkatan Neraka
 
1.Neraka jahanam: 
Adalah tingkat yang atas sekali. yaitu tempat mukminin,mukminat,muslimin dan muslimat yang melakukan dosa kecil maupun besar

“….Demi Neraka jahanam di datangkan untuk semua orang walaupun hanya lewat / mampir dalam 1 hari”


Firman Allah SWT:


"Bahwasanya orang-orang kafir dan orang aniaya itu tidak akan diampuniAllah, dan tidak pula ditunjuki jalan, melainkan jalan ke Neraka Jahannam. Mereka kekal dalam neraka itu selama-lamanya. Yang demikian itu mudah sekali bagi Allah"(Q.S. An-Nisa: 169)
 

2.Neraka ladhoh
Tingkat kedua yaitu tempat orang yang mendustakan agama

Firman Allah SWT :

"Sebab itu Kami beri kabar pertakut kamu dengan Neraka Luza (neraka yang menyala-nyala). Tiada yang masuk kedalamnya selain orang yang celaka. Yaitu orang yang mendustakan agama dan berpaling dari pada-Nya"(Q.S. Al-Lail : 14-16)

3.Neraka Khutamah
Inilah neraka tingkat ketiga. yaitu tempat orang yang hanya lalai memikirkan dunianya tanpa mengerjakan kebutuhan/kepentingan untuk ibadahnya. Harta yang membuat orang durhaka.

Firman Allah SWT :

"Tahukah engkau apakah Hathamah itu? Yaitu api neraka yang menyala-nyala yang membakar hati manusia. Api yang ditutupkan kepada mereka. Sedangkan mereka itu diikatkan pada tiang yang panjang" (Q.S. Al-Humazah : 4-9)

4.Neraka sair

Tingkat ke-empat yaitu tempat orang yang tidak mau mengeluarkan zakat atau bagi mereka yang mengeluarkan tapi tidak pada porsinya dan Dalam neraka ini ditempatkan orang yang memakan harta anak yatim. Didalam neraka ini mereka buta, pekak, dan kulitnya tebal seperti Jabal uhud.Firman Allah SWT :"Bahwasanya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan aniaya, sesungguhnya mereka memakan api sepenuh perutnya. Dan nanti mereka akan dimasukkan kedalam neraka Sair(Q.S. An-Nisa: 10)
 
 5.Neraka Sahkhor
Yaitu tempat orang yang tidak melaksanakan salat, tempat orang yang berbohong tentang keberadaan Allah, menyembah selain Allah atau menyembah zat yang keluar dari sifat Allah dan Al quran,.

Didalam kitab safina : “….orang yang tidak melaksanakan solat dihukumi sebagai hewan yang tidak ada harganya/ tidak ada manfaatnya “

Didalam surga mereka saling bertanya dari hal orang berdosa. Apakah sebabnya kamu masuk neraka Saqru? Karena kami tidak sholat, kami tidak memberi makan orang miskin, kami percaya pada yang bukan-bukan. Kami mendustakan hari kiamat.(Q.S. Al-Mudatsir : 40-46)
 
6.Neraka jahim
Tingkat ke-enam yaitu ditempatkan orang kafir, orang yang mendustakan agama, yaitu orang-orang Islam yang berdosa. Mereka yang berbuat apa yang dilarang Tuhan. Umpamanya berzina, meminum khamar, dan membunuh tanpa hak.

Firman Allah SWT :

”Dan orang-orang yang kafir dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, mereka itulah penghuni neraka Jahim.(Q.S. Al-Maidah : 86)

7.Neraka Hawiyah
Inilah neraka yang berada dibawah sekali.neraka yang paling keras, yaitu tempat orang yang ketika matinya tidak membawa iman dan islam, apinya hitam dan sudah dibakar 1000tahun lamanya, Alas atau kerak-kerak neraka. Disinilah tempat orang-orang yang berdoa berat. Mereka yang menjadi musuh nabi-nabi, seperti Firaun.

Firman Allah SWT :

"Dan barang siapa yang ringan timbangannya, maka dia dilemparkan ke neraka hawiyah. Tahukah engkau apakah Neraka Hawiyah itu? Yaitu api yang sangat panas".(Q.S. Al-Qoriah : 8-11)
Sahabat Abu Hurairoh “terdengar suara yang mengelegar lalu bertanyalah ke rosulullah dan rosulullah menjawab itu adalah suara batu yang jatuh dari neraka jahanam ke “teleng” sekitar dada jatuhnya 1000 tahun”.
Bersabda Nabi SAW : Adapun Neraka itu gelap gulita, tidak mempunyai penerangan kecuali api yang menyala-nyala. Neraka itu mempunyai tujuh pintu dan tiap-tiap pintu itu mempunyai tujuh puluh ribu bukit, tiap-tiap bukit mempunyai tujuh puluh ribu cabangnya, tiap-tiap cabang itu terdiri atas bagian-bagian yang lebih kecil. Dan tiap-tiap bagian yang lebih kecil itu terdiri atas tujuh puluh ribu dusunnya. Dan tiap-tiap dusun itu tujuh puluh ribu rumahnya dan api yang menyala-nyala. Tiap-tiap rumah itu tujuh puluh ribu ular dan kalajengking

7 tingkatan Neraka

1.Darus Salam:
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Rabbnya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal sholeh yang selalu mereka kerjakan.” (QS. 6:127)

Surga adalah Darussalam (negri keselamatan) dari segala musibah, kecelakaan, dan segala hal yang tidak disukai, dan dia merupakan negri Allah subhanahu wata’ala, diambil dari nama Allah “as-Salam”. Allah subhanahu wata’ala pun mengucapkan salam atas mereka,

“Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. (Kepada mereka dikatakan), “Salam”, sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang.” (QS. 36:57-58) 
 
2.Jannatu ‘Adn:  
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, (Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang sholeh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan), “Salamun ‘alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. 13:23-24)
 
3.Jannatul Khuld
Karena penduduknya kekal di dalamnya dan tidak akan berpindah ke alam (tempat) lain.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,

”Katakanlah, “Apakah (azab) yang demikian itu yang baik, atau surga yang kekal yang dijanjikan kepada orang- orang yang bertaqwa?” Surga itu menjadi balasan dan tempat kembali bagi mereka.” (QS. Al-Furqan:15) 
 
4.Darul Muqamah
Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,

“Dan mereka berkata:”Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu”. (QS. 35:34-35) 
 
5.Jannatul Ma’wa
Adalah tempat menetap sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat an-Najm di atas. Disebut demikian karena surga merupakan tempat menetapnya orang-orang mukmin 
 
6.Jannatun Na’im:

7.Al Muqamul Amin:

Sekilas Tentang Masjidil Haram

Diposting oleh Wanita Sholehah di 01.01 0 komentar
Masa Lalu
Sekarang
Masa Depan 

Mengintip Ruangan Dalam Ka'bah

Diposting oleh Wanita Sholehah di 00.54 0 komentar
Ruangan Ka'bah Di Masa Lalu
Suasana Ruangan Di dalam Ka'bah
Apa sih isi dalam Ka’bah?

Ketua Islamic Society of North America (ISNA = Masyarakat Islam Amerika Utara) punya kesempatan masuk ke dalam Ka’bah di tahun 1998. Inilah keterangannya:

▪ di dalamnya terdapat tiga pilar.

▪ ada meja untuk meletakkan parfum.

▪ terdapat dua lampu lentera yang digantungkan dari langit-langit.

▪ ruangan cukup untuk menampung 50 orang.

▪ tidak ada lampu listrik di bagian dalam.

▪ tembok dan lantai terbuat dari marmer.

▪ tidak ada jendela di bagian dalam.

▪ hanya ada satu pintu.

▪ bagian atas tembok-tembok di bagian dalam ditutupi gorden.

Desain Ka'bah
 Desain Ka'bah:
Pintu Ka'bah
 Pintu Ka'bah
 Pintu Ka'bah
 Pintu Ka'bah

Pintu Ka'bah:  
 Pintu Ka'bah Masa Lalu
Kunci Ka'bah
Peristiwa Pergantian Kain Penutup Ka'bah
 Renovasi Ruangan Dalam Ka'bah di Masa Lalu

Kamis, 05 Mei 2011

Influential Muslim Women Through the Ages

Diposting oleh Wanita Sholehah di 23.56 0 komentar


March means Women’s History month, and yesterday, March 9th, was International Women’s Day. From the start of Islam through the present day, Muslim women have influenced the course of history, advanced the standard of women’s roles, and pushed the envelope of human possibility past the closed doors in front of them.
Here is a look at a group of 10 distinguished Muslim women throughout history, who have redrawn the boundaries of “Muslim” and of “woman’ in influencing the following 10 spheres: Activism, Religion, Athletics, Cinema, Arts, Diplomacy, Mysticism, Politics, Literature, and Empire.
elan’s selections span pre-20th century to modern day - some may surprise you in their accomplishments, while others are a celebration of the achievements we as Muslims know and love.  And as usual, we turn to you, our readers to ask - who else would you list, and why?
PRE-20TH CENTURY
Religion: Khadijah

The first convert to Islam was Khadijah, Prophet Muhammad’s (PBUH) first wife. Her support of her husband immediately following his life-changing revelation was instrumental to infant Islam’s survival starting in 600 AD. Several years senior to Muhammad (PBUH) and his boss, she was often consulted in matters concerning the burgeoning religion, and was one of his most trusted advisors. Her model faith and support have made her a paradigm for Muslim women and wives. 

Additional Influencers:

Other women whose influence and support greatly aided Muhammad (PBUH) and whose example is often popularized in the Muslim world are Aishah bint Abu Bakr, the Prophet’s (PBUH) youngest wife, and Fatima, Muhammad’s (PBUH) daughter. 

Arts: Walladah bint Mustakfi

Walladah (c. 1001 - 1080 C.E.), the daughter of a caliph of Islamic Spain, exhibited and advanced the standard of tolerant, vibrant multi-culturalism that marked the era of Islamic Spain. Upon inheriting her father’s fortune, Walladah, known for her progressive spirit, went on to host gatherings for both women and men writers, artists and musicians, and was well known for her own poetry. The incarnation of the zeitgeist of Islamic Spain, Walladah’s sponsorship of the intellectual and artistic cornerstones of her time reflects the large-scale efforts, especially by women Muslims in Islamic Spain, to endow the arts and intellectual institutions with funding, support, and their own personal contributions. 

Mysticism: Rabia al Basri

The 8th Century former slave became known for her devout nature, absolute aceticism including lifelong celibacy and near-total lack of material possession, and commitment to the ideal of God as a Beloved of the human being, a philosophy she revived and popularized during her life, and thanks to powerful poetry by the Sufi Farid Al-Din Attar, after her death as well. The Sufi trademarks of worshipping out of love of God and not out of fear of God and of an ascetic pratices were embodied by Rabia, whose exemplary life is often used to illustrate these virtues through anecdote and verse. 

Empire: Mumtaz Mahal

Mumtaz Mahal (1577 - 1645) the Indian empress at the height of the Mughal Empire in India, Mumtaz Mahal may be most well-known for inspiring the most famous structure in the world, the Taj Mahal. The beloved wife of the Emperor Shah Jahan is fabled to have been the ideal empress, supporting her husband by loyally travelling with him, spreading her graces of her beauty and good nature, bearing him fourteen children, and finally, inspiring the creation of one of the greatest achievements in world architecture, the Taj Mahal, the tomb where she and Shah Jahan remained joined, even in death. 

Additional Influencers:
Other female empresses of India, like Empress Nur Jahan, wife of the emperor Jahangir, wielded more power during their reign. But Mumtaz Mahal’s influence, while not explicitly political, has left an indelible mark on the world.  

20TH CENTURY

Athletics: Nawal El Moutawakel
Morocco’s track & field star, and the first Arab woman to earn an Olympic Gold medal (1984, 400 meter race), El Moutawakel is one of a handful of female Muslim athletes who has pinnacle success and gone on to encourage the integration of more female athletes into the games. As one of only 15 female members of the International Olympic Committee (135 total members), El Moutawakel was a pioneer in female Muslim Olympic competition. 

Additional Influencers:
Two other recent Olympic contenders who have also joined the IOC are Rania Elwani, a swimmer from Egypt (competed 1992, 1996, 2000), and Princess Haya of Jordan, equestrian competitor (the first Arab woman to do so). Of course, the Olympics aren’t the only place for competition. Boxer Laila Ali, daughter of the icon Muhammad Ali, has made headlines (and endorsement records) in the US. And younger Muslim women are starting to take the world stage, such as Indian tennis player Sania Mirza

Politics: Benazir Bhutto

The first female Muslim to be elected as a head of state, Bhutto has been a controversial figure from the time of her father Zulfikar Ali Bhutto’s execution in 1979, to her two terms as Prime Minister of Pakistan (1988 - 1990; 1993 - 1996), to her exile from the country on accusations of corruption, to her eventual return to Pakistan and subsequent assassination in 2007. Given her status as a reviver of Pakistani politics fighting against the supreme state powers self-awarded to the President Pervez Musharraf, Bhutto became an icon for millions of followers of political revival and democratic angst, qualities still evoked by her memory in Pakistan. In 2008, Bhutto received a posthumous UN Human Rights Prize. 

Additional Influencers:
Though some Western countries, including the US, have yet to elect a female leader, Bhutto, and her Muslim sister contemporaries in Bangladesh, Khaleda Zia (first female Prime Minister of Bangladesh, 1991-1996), and Sheikh Hasina Wajed (current Prime Minister of Bangladesh) have often been touted as examples of female leadership and autonomy in the democratic Muslim world. 

21ST CENTURY 

Activism: Surayya Pakzad

The Afghani activist and recipient of the 2008 International Women of Courage Award founded the Voice of Women Organization, which provides Afghan women with counseling, job training, shelters from battery/abuse, and legal services. Just one of many women helping define the new Afghanistan in the wake of the fall of the Taliban, Pakzad’s role is as dangerous as it is crucial to Afghanistan’s advancement; she, and other prominent female officials in Afghanistan, often face death threats in the line of duty. Activism in the Muslim world is a recent buzz topic. 

Additional Influencers:
Other women who have recently made large strides include, Shirin Ebadi, the Iranian human rights activist who became the first Muslim woman to win a Nobel prize (Nobel Peace Prize 2003). Other women whose activism requires daily courage and grit include, Norah al-Faiz who appeared in Time Magazine’s Top 100 Most Influential People of 2009, who was recently appointed as the first woman minister in Saudi Arabia’s history (Deputy Minister for Women’s Education). 

Cinema: Shohreh Aghdashloo

The first Iranian woman to be nominated for an Academy Award (Best Supporting Actress, The House of Sand and Fog 2003), Aghdashloo’s acclaimed screenwork has taken her from hit TV shows like ER and Will & Grace to her Emmy-winning role in the TV movie House of Saddam (2008). 

Additional Influencers:
Following fast on Aghdashloo’s awards trail, Marjane Satrapi, the Iranian graphic novelist whose bestseller-cum-hit film Persepolis was nominated for Academy and BAFTA awards in 2007, became a member of the Cannes Film festival Jury in 2006, and won the Cannes Jury Prize in 2007. Beyond these contemporary film figures, Muslim women also have a place in screen history, particularly in India where such stars as Madhubala (Mughal-e-azam, 1960) and Nargis (Mother India, 1957) are still seen as some of the all-time icons of Indian cinema. 

Diplomacy: Queen Noor

Perhaps the first Muslim woman to gain prominence on the world stage as a bridge between supposedly “clashing civilizations” Queen Noor of Jordan, widow of the late King Hussein of Jordan, is an American-born Princeton graduate, author, diplomat, UN figure (president of the UN World Colleges Movement) and often-consulted expert on Middle Eastern politics who has played a crucial role in balancing the world’s view of the Muslim world. She herself is a convert (upon marriage to King Hussein), and her rhetoric of collaboration, reconciliation, and accessibility has taken Jordan’s monarchy to a new level of affability and relevance. 

Additional Influencers:
Queen Noor’s traditions have been further bolstered by her contemporary, Queen Rania of Jordan. Both known for their stylish ways and diplomatic natures, these Queens of Jordan have done wonders balancing the regal with the real. 

Literature: Azar Nafisi

The bestselling author of Reading Lolita in Tehran, this Iranian professor captured the hearts of millions with her accounts of the female struggle in modern-day Iran, and put a face for many on the “other” Muslim women living in so-called “states of terror.” 

Additional Influencers:
The modern literary tradition in Iran did not begin with Nafisi; the female poet Farough Farrokhzad is often credited with being one of the most influential female poets of the 20th century, along with numerous other authors and poets in the Muslim world who have expressed themselves to great success through the written word. 

Mereka, Yang Bisa Mengantarkan Kita ke Syurga!

Diposting oleh Wanita Sholehah di 23.35 0 komentar

SEBUAH berita kecil membuat para orangtua Indonesia kaget bukan kepalang. Seorang siswi kelas 1 SMK di Surabaya, diringkus anggota Satreskrim Polrestabes Surabaya lantaran diduga telah menjual temannya untuk dijadikan pekerja seks (WTS). Bayangkan, remaja berusia 15 tahun itu telah berani menjadi mucikari  dengan memberikan iming-iming bayaran tinggi jika temannya mau menjadi anak buahnya di bisnis prostitusi.Sebelumnya, berita cukup menyedihkan datang dari Komnas Perlindungan Anak dan BKKBN ( Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional )  yang melakukan penelitian tentang Perilaku Seksual Remaja SMP dan SMU tahun 2009. Hasilnya tak  kalah menyedihkan. “Tingkat keperawanan remaja Indonesia masih mengkhawatirkan”.
 
Survey BKKBN tahun 2010 yang menunjukkan bahwa 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan hubungan seks diluar nikah. Kondisi ini tak hanya terjadi di Jabodetabek, tren mengerikan juga terjadi di berbagai kota. Surabaya (54 %), Bandung (47 %), dan Medan (52 %).Apa yang sesungguhnya terjadi?Banyak yang menilai, arus globalisasi yang udah tak terbendung tanpa dibarengi dengan pemahaman agama dan perhatian orangtu lah penyebabnya.

Pendidikan yang utama

Di jaman penuh fitnah ini, sering kita dapati orangtu yang tak bisa membedakan mana pendidikan utama dan mana pendidikan yang sampingan. Umumnya orangtua terkecekoh dengan angka-angka, nilai akademik dan janji-janji artificial. Banyak orangtua mengantarkan anaknya les Inggris, matematika dengan harapan IQ nya cemerlang dan indeks prestasinya terdongkrak. Beberapa orangtua lain; mengikutkan anak-anak mereka ikut les balet, piano, dll sementara di sisi lain mereka lupa pendidikan tauhid. Bagaimana anak-anaknya mengenal sang Pencipta, Allah Azza Wa Jalla. Bagaimana agar anaknya kelak memiliki rasa malu, menjaga aurat, membatasi lawan jenis dll. Yang terjadi justru kebanyakan orantua bangga anak-anak putri mereka dijemput pacarnya. Seolah jika anak mereka tak punya pacar, mereka khawatir anak perempuannya tidak laku.

Apakah semua kursus-kursus itu dilarang? Tentusaja tidak. Harusnya mana yang lebih diutamakan, tauhid  mereka atau sekedar keahlian mereka yang bisa diajarkan beberapa minggu saja.Padahal, jauh-jauh hari, Allah memperingatkan para orangtua agar menjaga anak-anak mereka. Sebab dari merekalah kita bisa akan ikut terseret ke neraka janannam.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS.At-Tahrim:6)

Imam Al Ghazali mengatakan, pendidikan utama bagi anak-anak adalah pendidikan agama. Karena di situlah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal-haram memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, orang-orang yang shalih dan mengajar anak membaca al-Qur’an.

“Hendaklah anak kecil diajari al-Qur’an hadits dan sejarah orang-orang shalih kemudian hukum Islam,” ujar Al-Ghazali. Baru setelah itu diajarkan pada mereka pengetahuan umum.Yang terjadi banyak orantua lebih sedih anaknya tak bisa matematik, Inggris atau IPA namun mereka tenang-tenang saja ketika anaknya tak mengerti adab, hukum Islam. Bahkan banyak orangtua tidak sedih ketika anak-anak perempuan mereka pergi –bahkan sampai pulang malam—dengan teman-teman prianya. Padahal dari situlah kehancuran masa depan anak-anak perempuan mereka bermula.

Rahasia Anak Perempuan

Begitu pentingnya Islam memperhatikan anak-anak perempuan, jauh-jauh hari, Rasulullah dan Al-Quran memperingatkan pada para orangtua.Padahal, dahulu di zaman jahiliyah, masyarakat lebih mencintai anak laki-laki dan mendahulukannya daripada anak perempuan. Bahkan di antara mereka ada yang membenci dan menjauhi istrinya karena melahirkan anak perempuan, bukan anak laki-laki. Namun ketika datangnya Islam dengan sinarnya yang cemerlang bagai matahari yang menyinari seluruh peloksok negeri dan semua penghuninya. Islam menyeru dengan lantang dengan keutamaan mendidik anak perempuan. Islam menawarkan banyak kebaikan dan pahala yang besar atas mendidik anak perempuan bagi orang tua yang melaksanakan tugas mulia ini.

Sebenarnya, mendidik anak perempuan itu akan menjadi penghalang dari api neraka. Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa ia berkata: "Ada seorang wanita masuk besama dua anak perempuannya seraya meminta diberi sesuatu. Akan tetapi aku tidak mendapatkan sesuatu untuk diberikan kecuali sebutir buah kurma. Aku berikan sebutir buah kurma tersebut kepadanya. Kemudian si ibu itu membaginya kepada kedua anaknya. Sementara ia sendiri tidak makan. Kemudian mereka keluar dan pergi. Ketika Nabi saw. datang dan masuk kepada kami, aku beritahukan kisah ini kepadanya. Kemudian beliau berkata:

"مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَناَتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إلَيْهِن كُنَّ لَهُ سِتْراً مِنَ النّاَرِ"
“Barangsiapa yang diuji dengan mendapatkan anak peremuaan kemudian ia berbuat baik kepada mereka (dengan mendidiknya) maka anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari sentuhan api neraka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Mendidik anak perempuan juga dapat mengantarkan masuk ke surga. Diriwayatkan oleh Aisyah ra. ia berkata: “Aku kedatangan seorang ibu miskin yang membawa kedua anak perempuannya. Aku berikan kepadanya tiga butir buah kurma.

Kemudian ia memberikan masing-masing dari kedua anaknya satu butir kurma dan yang satu butir lagi ia ambil untuk dimakan sendiri. Akan tetapi, ketika ia akan memakannya, kedua anaknya itu memintanya. Akhirnya satu butir kurma itu dibelah dua dan diberikan kepada mereka berdua. Kejadian itu mengagumkanku. Maka, aku ceritakan hal itu kepada Nabi saw. Dengan demikian beliau bersabda:

"إِنَّ اللهَ قَدْ أوْجَبَ لَهاَ بِهاَ الْجَنَّةِ، أَوْ أَعْتَقَهاَ بِهاَ مِنَ الناَّرِ"
“Allah saw. mengharuskan ibu itu masuk surga atau membebaskannya dari neraka disebabkan kasih sayangnya terhadap anak perempuannya.
  (HR. Muslim)
Selain itu, mendidik anak perempuan dapat mengangkat derajat. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda:

"مَنْ عاَلَ جاَرِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغاَ جاَءَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ أناَ وَهَوَ"
“Barangsiapa mengurus dan mendidik dua anak perempuan hingga mereka dewasa maka ia datang di hari kiamat bersamaku.” Beliau merapatkan jari-jemarinya. (HR. Muslim)
Rasulullah saw. menerangkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin masuk surga, yaitu dengan berbuat ihsan terhadap anak perempuan dengan rincian sebagai berikut:

Pertama, Merawatnya hidup dan tidak menguburkannya hidup-hidup seperti yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
Kedua, Memuliakan, memelihara dengan baik dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, kebanggaan dan penghormatan tanpa merendahkan ataupun menghinakan
Ketiga, Tidak mengutamakan anak laki-laki ketimbang anak perempuan dalam memperlakukan mereka
Barangsiapa yang dapat merealisasikan tiga syarat di atas maka ia sangat patut untuk mendapatkan pahala tersebut di atas yaitu masuk surga.

Mendidik anak perempuan dan mentarbiyahnya akan menjadi tabir dan penghalang dari api neraka. Diriwayatkan dari Uqbah bin Nafie ia berkata, Rasulullah saw. bersabda,

"مَنْ كاَنَ لَهُ ثَلاَثُ بَناَتٍ فَصَبَرَ عَلَيْهِنَّ وَأَطْعَمَهُنَّ وَسَقاَهُنَّ وَكَساَهُنَّ مِنْ جِدَتِهِ كُنَّ لَهُ حِجاَباً مِنَ النّاَرِ يَوْمَ الْقِياَمَةِ"
“Barangsiapa memiliki tiga anak perempuan kemudian ia sabar atas (merawat dan mendidik) mereka serta ia memberi makan dan minum mereka dari apa-apa yang ia dapatkan maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka di hari kiamat.”   
(HR. Ahmad)
"مَنْ عاَلَ ابْنَتَيْنِ أوْ ثَلاَثَ بَناَتٍ أوْ أُخْتَيَنِ أوْ ثَلاَثَ أخَواَتٍ حَتَّى يَمُتْنَ أوْ يَمُوْتُ عَنْهُنَّ كُنْتُ أناَ وَهُوَ كَهاَتَيْنِ"
“Barangsiapa yang menanggung dua atau tiga anak perempuan; dua atau tiga saudara perempuan hingga mereka meninggal dunia atau ia lebih dahulu meninggal dunia maka aku dan dia seperti dua ini.”
(Shahih al Jami')
Semoga kita bisa menjadi orangtua yang bisa menjaga anak-anak perempuan kita menjadi benar. Sebab, sesungguhnya merekalah yang bisa mengantarkan kita ke surga.

Bunda Mulia. Penulis ibu rumahtangga tinggal di Surabaya

Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib

Diposting oleh Wanita Sholehah di 01.51 0 komentar
Beliau adalah Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, orang yang pertama kali masuk Islam dari golongan anak, memiliki kedudukan yang tinggi dan posisi yang luhur di sisi Rasulullah. Beliau juga putri khalifah Rasyidin yang keempat. Kakeknya adalah penghulu anak Adam. Ibu beliau adalah ratu wanita ahli jannah, Fathimah binti Rasulullah, sedangkan kedua saudaranya adalah pemimpin pemuda ahli jannah dan penghibur hati Rasulullah.

Dalam lingkungan yang mulia seperti inilah pada zaman Rasulullah Ummu Kultsum dilahirkan, tumbuh berkembang dan terdidik. Beliau adalah teladan bagi para gadis muslimah yang tumbuh di atas dien, keutamaan dan rasa malu.Amirul Mukminin Umar bin Khathab al-Faruq , Khalifah Rasyidin yang kedua mendatangi ayahnya untuk meminang beliau. Akan tetapi, mulanya Imam Ali bin Abi Thalib meminta ditunda, karena Ummu Kultsum masih kecil. Umar berkata: “Nikahkanlah aku dengannya wahai Abu Hasan, karena aku telah memperhatikan kemuliannya, yang tidak aku dapatkan pada orang lain.” Maka Ali meridhainya dan menikahkan Umar dengan putrinya pada bulan Dzulqa’dah tahun 17 Hijriyah, dan hidup bersama hingga terbunuhnya Umar. Dari pernikahannya mendapatkan dua anak, yaitu Zaid bin Umar al-Akbar dan Ruqayyah binti Umar.

Yang mengesankan pada Ummu Kultsum, istri dari Amirul Mukminin, bahwa suatu ketika Umar keluar pada malam hari seperti biasanya untuk mengawasi rakyatnya (inilah keadaan setiap pemimpin yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya dalam naungan daulah Islamiyah ). Beliau melewati suatu desa di Madinah, tiba-tiba beliau mendengar suara rintihan wanita yang bersumber dari sebuah gubug, di depan pintu ada seorang laki-laki yang sedang duduk. Umar mengucapkan salam kepadanya dan bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi. Laki-laki tersebut berkata bahwa dia adalah seorang Badui yang ingin mendapatkan kemurahan hati Amirul Mukminin. Umar bertanya tentang wanita di dalam gubug yang beliau dengar rintihannya. Laki-laki tersebut tidak mengetahui bahwa yang berbicara dengannya adalah Amirul Mukminin, maka dia menjawab, “Pergilah anda dan semoga Allah merahmati anda sehingga mendapatkan yang anda cari, dan janganlah anda bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya bagi anda.”

Umar kembali mengulang-ulang pertanyaannya agar dia dapat membantu kesulitannya jika mungkin. Laki-laki tersebut menjawab, “Dia adalah istriku yang hendak melahirkan dan tak ada seorang pun yang dapat membantunya.” Umar bertolak meninggalkan laki-laki tersebut dan kembali ke rumah dengan segera. Beliau masuk menemui istrinya, yakni Ummu Kaltsum dan berkata,” Apakah kamu ingin mendapat pahala yang Allah akan limpahkan kepadamu?” Beliau menjawab dengan keadan yang penuh antusias dan berbahagia dengan kabar gembira tersebut yang mana beliau merasa mendapatkan kehormatan karenanya, “Apa wujud kebaikan dan pahala tersebut Wahai Umar?” Maka Umar memberitahukan kejadian yang baru mereka temui, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan dan mengambil peralatan untuk melahirkan dan kebutuhan bagi bayi, sedangkan Amirul Mukminin membawa kuali yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Beliau berangkat bersama istrinya hingga sampai ke gubug tersebut.

Ummu Kultsum masuk ke dalam gubug dan membantu ibu yang hendak melahirkan dan beliau bekerja dengan semangat seorang bidan. Sementara itu, Amirul Mukminin duduk-duduk bersama laki-laki tersebut di luar sambil memasak yang beliau bawa. Tatkala istri laki-laki tersebut melahirkan anaknya, Ummu Kultsum secara spontan berteriak dari dalam rumah, “Beritakan kabar gembira kepada temanmu wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya seorang anak laki-laki. Hal itu membuat orang badui tersebut terperanjat. Karena ternyata orang di sampingnya yang sedang memasak dan meniup api adalah Amirul Mukminin.Begitu pula wanita yang melahirkan tersebut terperanjat, karena yang menjadi bidan baginya di gubug tersebut ternyata adalah istri dari Amirul Mukminin. Takjub pula orang-orang yang hadir menyaksikan realita yang berada dalam naungan Islam tersebut ketika seorang kepala negara dan istrinya membantu seorang laki-laki dan istrinya dari Badui.

Setelah berselang beberapa waktu lamanya, tangan yang berdosa dan dengki dengan Islam membunuh Umar bin Khatthab, sehingga Ummu Kultsum menjadi seorang janda.Tatkala Ummu Kultsum wafat, Ibnu Umar menyalatkannya dan begitu pula putranya, Zaid, yang berdiri di sampingnya dan mereka berdua takbir empat kali.Ya Allah ridhailah Ummu Kultsum seorang bidan muslimah.

Sumber: Nisa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli & Musthafa Abu an- Nashr as-Syalabi
Al-IslamPusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Washington Pantau Operasi Dengan Laptop Mati?

Diposting oleh Wanita Sholehah di 01.32 0 komentar
Washington berulang kali mengubah jalan cerita perburuan Usamah bin Ladin, untuk meyakinkan publik bahwa mereka benar-benar telah membunuh orang yang bernama Usamah bin Ladin, musuh nomor satu Amerika Serikat yang dituding sebagai otak aksi teror di negara itu dan di seluruh dunia.

Tidak heran jika satu hari setelah pelaksanaan operasi itu, Gedung Putih merilis foto-foto yang menunjukkan suasana di Situation Room saat Obama, wakilnya Joe Biden dan Menlu AS Hillary Clinton serta pejabat keamanan lainnya menyaksikan secara langsung misi yang dijalankan Navy SEAL di Pakistan.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam operasi sepenting itu, yang dilakukan di luar negeri dengan menerobos kedaulatan negara Pakistan, layar monitor laptop yang para pejabat penting AS dalam keadaan mati? Hanya satu orang berpakaian militer di samping Obama yang terlihat seakan sedang mengoperasikan komputernya.

Sebagaimana diketahui Situation Room merupakan ruang pertemuan dan pusat manajemen intelijen yang terletak di basemen gedung West Wing -- tempat kantor-kantor kepresidenan berada. Ruang itu dilengkapi dengan peralatan keamanan dan komunikasi canggih, sehingga presiden bisa memantau dan memberikan komando secara langsung kepada pasukan Amerika Serikat yang sedang bertugas di seluruh dunia.

Dalam wawancara di acara 60 Minutes televisi CBS (04/5) Obama, yang melihat secara langsung jalannya operasi militer yang dilakukan pasukan khusus AS Navy SEAL, mengaku ditunjukkan gambar mayat Bin Ladin, dan dia merasa yakin itu adalah Bin Ladin.

Selasa, 03 Mei 2011

Kematian Usamah: Alhamdulillah atau Innalillah?

Diposting oleh Wanita Sholehah di 22.16 0 komentar
SEPERTI sudah kita ketahui, hari Senin (2/5), pasukan khusus teror Amerika Serikat, SEAL Team Six (ST6) dikabarkan telah berhasil menewaskan Usamah bin Ladin. Sosok yang disebut-sebut Amerika sebagai otak dari sejumlah aksi terror di penjuru dunia ini ditembak mati di kepalanya 40 menit setelah SEAL Team 6 melakukan penggerebekan di persembunyiannya di Abbotabat, salah satu kota di pedalaman Pakistan.

Obama mengumumkan kematian Usamah secara resmi pada pukul 10.30 WIB yang sontak rakyat AS merayakan kematian tersebut. Mereka berkumpul di depan gedung putih dan Ground Zero sambil bersorak-sorai layaknya ada sebuah perayaan besar. Sekjen PBB, Ban Ki Moon, turut bersuka cita atas tewasnya Usamah. Menurutnya, kematian Usamah adalah momen penting untuk melawan terorisme global. Umat muslim di AS pun turut bergembira dengan kabar kematian Usamah tersebut.

Mereka mengklaim, dengan tewasnya Usamah, ideologi kekerasan yang selama ini identik dengan ajaran agama Islam dapat diredam.Menurut John Esposito, salah satu profesor agama dan urusan internasional, tewasnya Usamah paling tidak dalam jangka pendek dapat mengurangi tekanan akan islamofobia yang banyak dialami oleh umat Muslim di Amerika Serikat.Senada dengan pernyataan tersebut, Imam Muhammad Musri dari Islam Society of Central Florida turut bergembira atas tewasnya Usamah. Ia menyebutkan, bahwa selama ini ia sudah berusaha untuk meyakinkan masyarakat bahwa Islam tidak satu pemikiran dengan Usamah.

Di sisi lain, ada pula pihak yang tidak larut dalam sukacita tersebut, namun sebaliknya, mereka justru mengharapkan agar Usamah dapat dirahmati oleh Allah SWT. Hal ini seperti diungkapkan oleh juru bicara utama Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) Abdul Rohim Ba’asyir. Menurut beliau, setiap jiwa pasti menemui ajalnya, namun semangat jihad tak akan terpengaruh dengan hidup dan matinya seorang manusia. Menurut pimpinan pusat Ansharullah, Fauzan Al-Anshari, kematian Usamah adalah syahid, yaitu kematian di jalan Allah. Menurutnya, setetes darah syuhada yang jatuh ke bumi akan melahirkan syuhada-syuhada yang lain. Hal senada diungkapkan oleh ketua umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq. Beliau mengungkapkan bahwa masyarakat kafir yang berpesta pora atas kematiannya adalah kemenangan Usamah sebagai syahid.

Dari statemen-statemen di atas, dapat kita simpulkan bahwa kematian Usamah telah mengundang pro dan kontra, apakah kematiannya merupakan suatu kesyukuran, atau justru kematiannya adalah suatu cobaan yang dapat mendorong umat Islam untuk lebih menyerahkan dirinya kepada Allah SWT.

Perjuangan “dakwah jihad” ala Usamah memang mengundang banyak kontroversi. Aksi-aksi pengeboman yang diidentikan terorisme oleh Amerika telah menjadi trademark tersendiri bagi Usamah. Jaringan Al-Qaidah yang dipimpinnya telah berulang kali disangkut-pautkan dengan aksi-aksi tersebut. Hal ini tentu saja menimbulkan pengecaman dari berbagai pihak. Aksinya yang kerap menimbulkan korban jiwa ini bukan sekali dua kali saja, namun sudah berkali-kali dan terjadi di berbagai belahan dunia, dari Amerika Serikat hingga Indonesia. Kenyataan ini menjadikan umat Islam kerap diidentikkan dengan kekerasan yang berujung pada terorisme. Dan tentu saja, banyak masyarakat non muslim yang terjangkit sindrom islamofobia gara-gara aksinya tersebut.

Di sisi lain, niatan jihad yang dibawa oleh Usamah --meskipun kerap menimbulkan kontroversi-- patut diapresiasi. Di zaman modern ini, tidak banyak orang yang berani menyuarakan suara jihad atas berbagai kedzaliman kuasa besar ala Amerika yang sedemikian lantangnya.Mungkin cara dia berjihad tidak diterima sebagaian orang. Hanya saja, yang kami tekankan di sini, adalah semangatnya untuk memperjuangkan agama Islam dan tidak gentar akan segala sesuatu, semangat yang mencerminkan keimanannya dan pembelaannya akan agamanya yang kerap diinjak-injak oleh negara-negara sekuler. Inilah yang perlu kita apresiasi dan bahkan kita tiru.

Jika ada rakyat Indonesia yang memiliki semangat militansi seperti Usamah, tentu saja negara kita tidak akan mudah diinjak oleh negara-negara lain. Selama ini, negara kita sudah kenyang diinjak-injak dan bahkan “dijajah”secara intelektual, kultur dan budaya. Kita lihat bagaimana Malaysia dengan gampangnya mengklaim blok Ambalat adalah wilayahnya. Nelayan Thailand dengan entengnya melanggar perbatasan dan melaut di perairan Indonesia. Belum lagi bentuk-bentuk penjajahan  dalam bentuk perdagangan, seperti membanjirnya produk impor dari China. Semua itu adalah bukti yang meguatkan bahwa Indonesia tidak memiliki tokoh sekaliber Usamah yang memiliki idealisme dan prinsip yang kuat dalam membela ideologinya.
Di sini, kami menyimpulkan, bahwa kematian Usamah sudah sepantasnya kita jadikan refleksi. Bagaimanapun, perjuangan Usamah tidak bisa dipandang sebelah mata. Perjuangan membela agamanya dengan caranya sendiri, sekalipun, mungkin ada banyak kesalahan dalam pengaplikasiannya.Dan yang patut kita contoh darinya adalah semangatnya dan kekuatan idealisme yang ia miliki, sehingga ke depannya kita dapat mengaplikannya ke dalam keyakinan kita dan umat Islam di Indonesia yang merupakan mayoritas dapat turut memperjuangkan agamanya dan juga dapat memperjuangkan negaranya.

Karena itu terminologi “Alhamdulillah” dan “Innalillah” atas kematian Usmah ini tergantung pada siapa yang mengucapkannya. Bagi Amerika dan sekutunya, wajar jika ia gembira atau dalam istilah Islam mengucapkan “Alhamdulillah”. Tapi bagi kaum Muslim yang lain boleh jadi sebaliknya. Wallahu a’lam


Penulis adalah mahasiswa Institut Studi Islam Darussalam Gontor, anggota Kajian Center for Islamic and Occidental Studies ISID Gontor
Foto: Warga Amerika gembira mendengar kematian Usamah

Sumber

Minggu, 01 Mei 2011

Ummu Waraqah (Seorang Wanita yang Syahid)

Diposting oleh Wanita Sholehah di 19.18 1 komentar
Beliau adalah putri dari Abdullah bin al- Haris bin Uwaimar bin Naufal al-Anshariyah. Beliau dikenal dengan kunyah (gelar yang diawali dengan Abu atau ummu) Ummu Waraqah binti Abdullah atau dikenal dengan Ummu Waraqah binti Naufal, dinisbahkan kepada kakeknya.Beliau termasuk wanita yang mulia dan yang paling mulia pada zamannya. Rasulullah saw telah mengunjungi beliau beberapa kali dan beliau menjulukinya dengan gelar asy-Syahidah.

Beliau ra adalah seorang wanita yang memiliki ghirah (semangat) tinggi terhadap Islam dan bercita-cita untuk mati syahid di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Oleh karena itu, beliau tidak terhalang untuk berjihad bersama kaum muslimin dan mendapatkan pahala mujahidin. Tatkala Rasulullah saw hendak berangkat Perang Badar, Ummu Waraqah berkata kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, izinkanlah aku berangkat bersama anda, sehingga aku dapat mengobati orang-orang yang terluka di antara kalian, merawat orang yang sakit di antara kalian, dan agar Allah mengaruniai diriku syahadah (mati syahid).” Kemudian Nabi saw menjawab, “Sesungguhnya Allah akan mengaruniai dirimu syahadah, tapi tinggallah kamu di rumahmu, karena sesungguhnya engkau adalah syahidah (orang yang akan mati syahid).”

Beliau ra turut mengumpulkan Alquran al-Karim, dan beliau adalah seorang wanita yang ahli dalam membaca Alquran. Karena itu, Nabi saw memerintahkan beliau agar menjadi imam bagi para wanita di daerahnya. Dan, Rasulullah saw menyiapkan seorang muadzin bagi beliau.Disebutkan dalam al-Musnad dan as-Sunan dari hadis Abdurrahman bin Khalad dari Ummu Waraqah mengatakan bahwa Rasulullah saw mengunjungi beliau di rumahnya, kemudian memberikan seorang muadzin untuknya. Abdurrahman berkata, “Aku melihat muadzin tersebut seorang laki-laki yang sudah tua.”

Jadilah rumah Ummu Waraqah ra, rumah Allah yang di sana, ditegakkan salat lima waktu. Alangkah terhormatnya seorang wanita yang menduduki posisi sebagaimana seorang wanita mukminah seperti Ummu Waraqah ra.Ummu Waraqah senantiasa istiqamah dengan keadaannya, yaitu menjaga syari’at-syari’at Allah hingga pada suatu ketika budak dan jariyahnya -yang telah dijanjikan oleh beliau akan dimerdekakan setelah beliau wafat- membunuh beliau. Tatkala pagi Umar bin Khaththab berkata, “Demi Allah, aku tidak mendengar suara bacaan Alquran dari bibiku semalam.” Kemudian beliau memasuki rumahnya, namun tidak melihat suatu apa pun, kemudian beliau memasuki kamarnya, ternyata beliau telah terbungkus dengan kain di samping rumah (yakni telah wafat). Umar berkata, “Alangkah benar sabda Rasulullah saw ketika bersabda, ‘Marilah pergi bersama kami untuk mengunjungi wanita yang syahid’.”

Selanjutnya, Umar ra naik mimbar dan menyampaikan berita tersebut lantas berkata, “Hadapkanlah dua budak tersebut kepadaku.” Maka, datanglah dua orang budak tersebut dan beliau menanyai keduanya dan mereka mengakui bahwa mereka berdua telah membunuhnya, maka beliau perintahkan agar kedua orang budak tersebut disalib, dan mereka berdualah orang yang pertama kali disalib dalam sejarah Islam.
Semoga Allah merahmati Ummu Waraqah, semoga Allah membalas semua kebaikannya, dengan istiqamahnya beliau dalam membaca Alquran dan mengumpulkannya. Beliau adalah imam bagi para wanita di zamannya yang amat sangat rindu untuk berjihad dengan harapan mendapat pahala mujahidin. Akhirnya, Allah pun mengabulkan permohonannya dan beliau mendapatkan pahala mujahidin.

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Mushthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia