Jumat, 07 Januari 2011

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih...


Perang yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW terbagi atas ghazwah (gazwah) dan sariyah (sariyyah). Ghazwah adalah perang yang dipimpin oleh Nabi SAW, sedangkan sariyah adalah perang yang dipimpin oleh sahabat atas penunjukan Nabi SAW. Para ahli sejarah Islam berbeda pendapat tentang jumlah ghazwah dan sariyah. Ada beberapa ghazwah dan sariyah dalam sejarah Islam, antara lain sebagai berikut :

Perang Badar (17 Ramadan 2 H)

Perang Badar terjadi di Lembah Badar, 125 km selatan Madinah. Perang Badar merupakan puncak pertikaian antara kaum muslim Madinah dan musyrikin Quraisy Mekah. Peperangan ini disebabkan oleh tindakan pengusiran dan perampasan harta kaum muslim yang dilakukan oleh musyrikin Quraisy. Selanjutnya kaum Quraisy terus menerus berupaya menghancurkan kaum muslim agar perniagaan dan sesembahan mereka terjamin. Dalam peperangan ini kaum muslim memenangkan pertempuran dengan gemilang. Tiga tokoh Quraisy yang terlibat dalam Perang Badar adalah Utbah bin Rabi'ah, al-Walid dan Syaibah. Ketiganya tewas di tangan tokoh muslim seperti Ali bin Abi Thalib. Ubaidah bin Haris dan Hamzah bin Abdul Muthalib. adapun di pihak muslim Ubaidah bin Haris meninggal karena terluka.

Perang Uhud (Syakban 3 H)

Perang Uhud terjadi di Bukit Uhud. Perang Uhud dilatarbelakangi kekalahan kaum Quraisy pada Perang Badar sehingga timbul keinginan untuk membalas dendam kepada kaum muslim. Pasukan Quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid mendapat bantuan dari kabilah Saqib, Tihamah, dan Kinanah. Nabi Muhammad SAW segera mengadakan musyawarah untuk mencari strategi perang yang tepat dalam menghadapi musuh. Kaum Quraisy akan disongsong di luar Madinah. Akan tetapi, Abdullah bin Ubay membelot dan membawa 300 orang Yahudi kembali pulang. Dengan membawa 700 orang yang tersisa, Nabi SAW melanjutkan perjalanan sampai ke Bukit Uhud. Perang Uhud dimulai dengan perang tanding yang dimenangkan tentara Islam tetapi kemenangan tersebut digagalkan oleh godaan harta, yakni prajurit Islam sibut memungut harta rampasan. Pasukan Khalid bin Walid memanfaatkan keadaan ini dan menyerang balik tentara Islam. Tentara Islam menjadi terjepit dan porak-poranda, sedangkan Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Pasukan Quraisy kemudian mengakhiri pertempuran setelah mengira Nabi SAW terbunuh. Dalam perang ini, Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) meninggal terbunuh.

Perang Khandaq (Syawal 5 H)

Lokasi Perang Khandaq adalah di sekitar kota Madinah bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab (Perang Gabungan). Perang Khandaq melibatkan kabilah Arab dan Yahudi yang tidak senang kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka bekerjasama melawan Nabi SAW. Di samping itu, orang Yahudi juga mencari dukungan kabilah Gatafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani Fazara, Asyja', Bani Sulaim, Bani Sa'ad dan Ka'ab bin Asad. Usaha pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab, membuahkan hasil. Pasukannya berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum muslim. Berita penyerangan itu didengar oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum muslim segera menyiapkan strategi perang yang tepat untuk menghasapo pasukan musuh. Salman al-Farisi, sahabat Nabi SAW yang mempunyai banyak pengalaman tentang seluk beluk perang, mengusulkan untuk membangun sistem pertahanan parit (Khandaq). Ia menyarankan agar menggali parit di perbatasan kota Madinah, dengan demikian gerakan pasukman musuh akan terhambat oleh parit tersebut. Usaha ini ternyata berhasil menghambat pasukan musuh.

Perang Khaibar (7 H)

Lokasi perang ini adalah di daerah Khaibar. Perang Khaibar merupakan perang untuk menaklukkan Yahudi. Masyarakat Yahudi Khaibar paling sering mengancam pihak Madinah melalui persekutuan Quraisy atau Gatafan. Pasukan muslimin yang dipimpin Nabi Muhammad SAW menyerang benteng pertahanan Yahudi di Khaibar. Pasukan muslim mengepung dan memutuskan aliran air ke benteng Yahudi. Taktik itu ternyata berhasil dan akhirnya pasukan muslim memenangkan pertempuran serta menguasai daerah Khaibar. Pihak Yahudi meminta Nabi SAW untuk tidak mengusir mereka dari Khaibar. Sebagai imbalannya, mereka berjanji tidak lagi memusuhi Madinah dan menyerahkan hasil panen kepada kaum muslim.

Perang Mu'tah (8 H)

Perang ini terjadi karena Haris al-Ghassani raja Hirah, menolak penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Penolakan ini disampaikan dengan cara membunuh utusan Nabi SAW. Nabi SAW kemudian mengirimkan pasukan perang di bawah pimpinan Zaid bin Harisah. Perang ini dinamakan Perang Mu'tah karena terjadi di desa Mu'tah, bagian utara Semenanjung Arabia. Pihak pasukan muslim mendapat kesulitan menghadapi pasukan al-Ghassani yang dibantu pasukan Kekaisaran Romawi. Beberapa sahabat gugur dalam pertempuran tersebut, antara lain Zaid bin Harisah sendiri. Akhirnya Khalid bin Walid mengambil alih komando dan menarik pasukan muslim kembali ke Madinah. Kemampuan Khalin bin Walid menarik pasukan muslimin dari kepungan musuh membuat kagum masyarakat wilayah tersebut. Banyak kabilah Nejd, Sulaim, Asyja', Gatafan, Abs, Zubyan dan Fazara masuk Islam karena melihat keberhasilan dakwah Islam.

Penaklukan Kota Mekah/Fath al-Makkah (8 H)


Fath al-Makkah terjadi di sekitar kota Mekah. Latar belakang peristiwa ini adalah adanya anggapan kaum Quraisy bahwa kekuatan kaum muslim telah hancur akibat kalah perang di Mu'tah. Kaum Quraisy beranggapan Perjanjian Hudaibiyah (6 H) tidak penting lagi, maka mereka mengingkarinya dan menyerang Bani Khuza'ah yang berada dibawa perlindungan kaum muslim. Nabi Muhammad SAW segera memerintahkan pasukan muslimin untuk menghukum kaum Quraisy. Pasukan muslimin tidak mendapat perlawanan yang berarti, kecuali dari kaum Quraisy yang dipimpin Ikrimah dan Safwan. Berhala di kota Mekah dihancurkan dan akhirnya banyak kaum Quraisy masuk Islam.

Perang Hunain ( 8 Safar 8 H)

Perang Hunain berlangsung antara kaum muslim melawan kaum Quraisy yang terdiri dari Bani Hawazin, Bani Saqif, Bani Nasr dan Bani Jusyam. Perang ini terjadi di Lembah Hunain, sekitar 70 km dari Mekah. Perang Hunain merupakan balas dendam kaum Quraisy karena peristiwa Fath al-Makkah. Pada awalnya pasukan musuh berhasil mengacaubalaukan pasukan Islam sehingga banyak pasukan Islam yang gugur. Nabi SAW kemudian menyemangati pasukannya dan memimpin langsung peperangan. Pasukan muslim akhirnya dapat memenangkan pertempuran tersebut.

Perang Ta'if (8 H)

Pasukan muslim mengejar sisa pasukan Quraisy, yang melarikan diri dari Hunain, sampai di kota Ta'if. Pasukan Quraisy bersembunyi dalam benteng kota yang kokoh sehingga pasukan muslimin tidak dapat menembus benteng. Nabi Muhammad SAW mengubah taktik perangnya dengan memblokade seluruh wilayah Ta'if. Pasukan muslimin kemudian membakar ladang anggur yang merupakan sumber daya alam utama penduduk Ta'if. Penduduk Ta'if pada akhirnya menyerah dan menyatakan bergabung dengan pasukan Islam.

Perang Tabuk (9 H)


Lokasi perang ini adalah kota Tabuk, perbatasan antara Semenanjung Arabia dan Syam (Suriah). Adanya peristiwa penaklukan kota Mekah membuat seluruh Semenanjung Arabia berada di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Melihat kenyataan itu, Heraklius, penguasa Romawi Timur, menyusun pasukan besar untuk menyerang kaum muslim. Pasukan muslimin kemudian menyiapkan diri dengan menghimpun kekuatan yang besar karena pada masa itu banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri untuk berperang bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi mundur menarik diri setelah melihat besarnya jumlah pasukan Islam. Nabi SAW tidak melakukan pengejaran tetapi berkemah di Tabuk. Di sini Nabi SAW membuat perjanjian dengan penduduk setempat sehingga daerah perbatasan tersebut dapat dirangkul dalam barisan Islam.

Perang Widan (12 Rabiulawal 2 H)

Perang ini terjadi di Widan, sebuah desa antara Mekah dan Madinah. Rasulullah SAW memimpin pasukan muslimin menghadang kafilah Quraisy. Pertempuran fisik tidak terjadi karena kafilah Quraisy lewat di daerah tersebut. Rasulullah SAW selanjutnya mengadakan perjanjian kerjasama dengan Bani Damrah yang tinggal di rute perdagangan kafilah Quraisy di Widan. Kesepakatan tersebut berisi kesanggupan Bani Damrah untuk membantu kaum muslim apabila dibutuhkan.

Sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib (Ramadhan 1 H)

Perang ini merupakan sariyah pertama yang terjadi dalam sejarah Islam. Sariyah ini berlangsung di dataran rendah al-Bahr, tidak jauh dari kota Madinah. Perang ini melibatkan 30 orang muslimin dan 300 orang Quraisy. Pasukan muslimin dipimpin Hamzah bin Abdul Muthalib, sedangkan pasukan Quraisy dipimpin Abu Jahal bin Hisyam. Perang ini tidak menimbulkan korban karena segera dilerai Majdi bin Amr.

Sariyah Ubaidah bin Haris (Syawal 1 H)

Sariyah ini berlangsung di al-Abwa', desa antara Mekah dan Madinah. Kaum muslim berjumlah 80 orang, sedangkan kaum Quraisy berjumlah sekiyat 200 orang. Kaum muslim (semuanya Muhajirin) dipimpin Ubaidah bin Haris, sedangkan kaum Quraisy dipimpin Abu Sa'ad bin Abi Waqqas sempat melepaskan anak panahnya. Peristiwa tersebut menandai lepasnya anak panah pertama dalam sejarah perang Islam.

Sariyah Abdullah bin Jahsy (Rajab 2 H)

Perang ini dipimpin Abdullah bin Jahsy, sedangkan kaum Quraisy dipimpin Amr bin Hazrami. Perang ini terjadi di Nakhlah, antara Ta'if dan Mekah. Kaum muslim berhasil membunuh Amr bin Hazrami dan menahan dua orang Quraisy sebagai tawanan perang. Kaum muslim juga memperoleh harta rampasan perang dan membawanya ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW menyatakan bahwa beliau tidak pernah menyuruh mereka berperang karena pada bulan Rajab diharamkan untuk membunuh atau melakukan peperangan. Peristiwa tersebut kemudian digunakan oleh kaum Quraist untuk memfitnah dengan mengatakan kaum muslim melanggar bulan suci. Pada saat itu turun firman Allah SWT surah al-Baqarah (2) ayat 217 yang menjelaskan tentang ketentuan berperang pada bulan Haram (bulan Rajab)

Sariyah Qirdah (Jumadilakhir 3 H)

Sariyah Qirdah berlangsung di sumur Qirdah, suatu tempat di Nejd (Arab Saudi). Kaum muslim berjumlah 100 orang penunggang kuda, dipimpin oleh Zaid bin Harisah. Sariyah Qirdah bertujuan untuk menghadang kafilah Quraisy dari Mekah. Perang ini berhasil dimenangkan kaum muslim dengan menyita harta kaum Quraisy. Harta tersebut kemudian dijadikan ganimah (harta rampasan perang), yang merupakan ganimah pertama dalam sejarah perang Islam. Sebagian orang musyrik yang tidak melarikan diri selanjutnya dibawa ke Madinah dan akhirnya menyatakan diri masuk Islam.

Sariyah Bani Asad (4 H)

Sariyah ini berlangsung di Gunung Bani Asad, di sebelah timur Madinah. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kaum muslim untuk menghadang Bani Asad yang berencana untuk menyerang Madinah. Nabi SAW menganjurkan agar pasukan muslim berjalan pada malam hari dengan menempuh jalan yang tidak biasa dilalui orang. Pasukan muslim yang dipimpin Abu Salam al-Makhzum dan terdiri dari 150 orang berhasil menyergap musuh. Mereka juga mendapatkan ganimah (harta rampasan perang) dari pihak Bani Asad.

Sariyah Raji (Safar 4 H)

Sariyah ini berlangsung di Raji', yakni suatu daerah yang terletak di antara Mekah dan 'Asfan dan melibatkan pasukan muslimin melawan pasukan Bani Huzail. Perang ini dilatarbelakangi oleh rencana pemimpin Bani Huzail, Khalid bin Sufyan bin Nubaih al-Huzali,untuk menyerang Madinah. Nabi Muhammad SAW memerintahkan Abdullah bin Unais meneliti kebenaran rencana tersebut. Abdullah kemudian membunuh Khalid dan melaporkan kejadian itu kepada Nabi Muhammad SAW. Bani Lihyan, cabang Bani Huzail merencanakan balas dendam atas terbunuhnya Khalid. Mereka meminta agar Nabi Muhammad SAW mengirimkan beberapa sahabat untuk memberi pelajaran agama Islam kepada mereka.Nabi Muhammad SAW mengabulkan permintaan itu dan mengirimkan enam orang sahabat beserta rombongan utusan Bani Lihyan. Keenam sahabat disergap oleh pasukan Bani Huzail di Raji'. Para sahabat itu sempat mengadakan perlawanan, namun tiga orang terbunuh dan tiga lainnya ditawan oleh musuh. Tiga orang sahabat yang ditawan selanjutnya dibawah ke kaum musyrikin Mekah dan akhirnya dibunuh.

Sariyah Biru Ma'unah (Safar 4 H)

Sariyah Bi'ru Ma'unah berlangsung di wilayah timur Madinah antara kaum muslim dan Bani Amir. Nabi Muhammad SAW mengutus Amir bin Malik (Abu Barra'), seorang pemimpin dari Bani Amir yang sebelumnya menolak untuk memeluk agama Islam, beserta al-Munzir bin Amar dari Bani Sa'idah untuk memimpin 40 orang tentara yang terdiri dari para penghafal Al-Qur'an. Rombingan tersebut berjalan sampai di Bi'ru Ma'unah, yakni suatu daerah antara Bani Amir dan Bani Salim. Mereka mengirimkan surat kepada Amir bin Tufail, pemimpin Bani Amir, melalui seorang anggota pasukan yang bernama Haram bin Malhan. Amir bin Tufail membunuh Haram bin Malhan, sehingga memicu peperangan antara kedua belah pihak. Kaum muslim mengalami kekalahan dalam sariyah ini karena semua pasukan gugur, kecualil Ka'b bin Zaid al-Ansari. Rabi'ah, anak Abu Barra', membunuh Amir bin Tufail dengan sebilah tombak sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.

Sariyah Ijla' Bani Nadir


Sariyah Ijla' Bani Nazir merupakan sariyah yang dilakukan sahabat Nabi SAW untuk mengusir Bani Nadir dari tempat tinggal mereka.Latar belakang tindakan ini adalah niat Bani Nadir untuk membunuh utusan Nabi Muhammad SAW. Utusan Nabi SAW tersebut ingin menyelesaikan maslaah pembunuhan yang dilakukan Amr bin Umayyah, kabilah Bani Amir dan sekutu Bani Nadir, terhadap dua orang muslimin. Tindakan pengusiran ini semula tidak mendapat tanggapan dari Huyay bin Akhtab, epmimpin Bani Nadir, tetapi karena diancam akan diserang oleh kaum muslim akhirnya mereka mau pindah daerahnya. Nabi SAW memberi jaminan keselamatan atas harta benda dan anak-anak mereka sampai keluar dari Madinah. Sebagian dari Bani Nadir menetap di Khaibar dan di Syam (Suriah).

Sariyah Zi al-Qissah

Sariyah berlangsung di Zi al-Qissah, sekitar 24 mil dari Madinah, antara kaum muslim dan Bani Sa'labah. Bani Sa'labah berencana menyerang peternakan kaum muslim di Haifa', suatu tempat yang jauh dari Madinah. Setelah mengetahui rencana tersebutm pasukan muslimin segera menyerang Bani Sa'labah dengan mengirim 10 orang yang dipimpin oleh Muhammad bin Maslamah. Pasukan pertama itu gagal menjalankan tugas karena mereka dibunuh ketika beristirahat di pinggiran desa. Muhammad bin Maslamah melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya Nabi SAW mengirimkan pasukan kedua di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah. Bani Sa'labah melarikan diri ketika Abu Ubaidah sampai di tempat itu.

Sariyah Ka'b bin Umair al-Gifari (8 H)

Latar belakang sariyah ini adalah penolakan kaum musyrikin di Zat Atlah, suatu tempat di Syam (Suriah),terhadap ajakan beberapa utusan Nabi Muhammad SAW untuk memeluk agama Islam. Nabi SAW mengirimkan 15 tentara untuk menyerang mereka. Pertempuran tersebut berlangsung sengit, dan akhirnya semua pasukan muslim menjadi syuhada, kecuali Ka'b bin Umair al-Gifari (pemimpin perang) yang dapat menyelamatkan diri.

http://pagisyawal.blogspot.com/2010/12/ringkasan-perang.html

Rabu, 05 Januari 2011

PERNIKAHAN RASULULLAH DAN SITI KHADIJAH

Bermimpi Matahari Turun Ke Rumahnya

Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar negeri.

Banyak pemuka Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak ada yang berkenan di hatinya. Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit,masuk ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya ke semua tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya. Mimpi itu diceritakan kepada anak bapak saudaranya yang bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.
Waraqah berkata: "Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang Nabi akhir zaman."
"Nabi itu berasal dari negeri mana?" tanya Khadijah bersungguh-sungguh.
"Dari kota Makkah ini!" ujar Waraqah singkat.
"Dari suku mana?"
"Dari suku Quraisy juga.
"Khadijah bertanya lebih jauh: "Dari keluarga mana?"
"Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat," kata Waraqah dengan nada menghibur. Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir:
"Siapakah nama bakal orang agung itu, hai anak bapa saudaraku?"Orang tua itu mempertegas: "Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!"

Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah sentiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin itu.

Nabi Muhammad Berniaga

Muhammad, bakal suami wanita hartawan itu, adalah seorang yatim piatu yang miskin sejak kecilnya,dipelihara oleh bapa saudaranya, Abu Thalib, yang hidupnya pun serba kekurangan. Meskipun demikian, bapa saudaranya amat sayang kepadanya, menganggapnya seperti anak kandung sendiri, mendidik dan mengasuhnya sebaik-baiknya dengan adab, tingkah laku dan budi pekerti yang terpuji.

Pada suatu ketika, Abu Thalib berbincang-bincang dengan saudara perempuannya bernama 'Atiqah mengenai diri Muhammad.
Beliau berkata: "Muhammad sudah pemuda dua puluh empat tahun. Semestinyalah sudah kahwin.Tapi kita tak mampu mengadakan perbelanjaan, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.
"Setelah memikirkan segala ikhtiar, 'Atiqah pun berkata: "Saudaraku, saya mendengar berita bahwa Khadijah akan memberangkatkan kafilah niaga ke negeri Syam dalam waktu dekat ini. Siapa yang berhubungan dengannya biasanya rezekinya bagus, diberkati Allah SWT.
Bagaimana kalau kita pekerjakan Muhammad kepadanya? Saya kira inilah jalan untuk memperolehi nafkah, kemudian dicarikan isterinya.
"Abu Thalib menyetujui saranan saudara perempuannya. Dirundingkan dengan Muhammad, ia pun tidak keberatan.
'Atiqah mendatangi wanita hartawan itu, melamar pekerjaan bagi Muhammad, agar kiranya dapat diikut sertakan dalam kafilah niaga ke negeri Syam .
Khadijah, tatkala mendengar nama "Muhammad", ia berfikir dalam hatinya: "Oh... inilah takbir mimpiku sebagaimana yang diramalkan oleh Waraqah bin Naufal,bahwa ia dari suku Quraisy dan dari keluarga Bani Hasyim, dan namanya Muhammad, orang terpuji, berbudi pekerti tinggi dan nabi akhir zaman." Seketika itu juga timbullah hasrat di dalam hatinya untuk bersuamikan Muhammad, tetapi tidak dilahirkannya karena khuatir akan fitnah.
"Baiklah," ujar Khadijah kepada 'Atiqah, "Saya terima Muhammad dan saya berterima kasih atas kesediaannya. Semoga Allah SWT melimpahkan berkatnya atas kita bersama.".
Wajah Khadijah cerah, tersenyum sopan, menyembunyikan apa yang tersudut di kalbunya. Kemudian ia meneruskan: "Wahai 'Atiqah, saya tempatkan setiap orang dalam rombongan niaga dengan penghasilan tinggi, dan bagi Muhammad SAW akan diberikan lebih tinggi dari biasanya.
"Atiqah berterima kasih, ia pulang dengan perasaan gembira menemui saudaranya, menceritakan kepadanya hasil perundingannya dengan wanita hartawan dan budiman itu. Abu Thalib menyambutnya dengan gembira. Kedua bersaudara itu memanggil Muhammad SAW seraya berkata:
"Pergilah anakanda kepada Khadijah r.a, ia menerima engkau sebagai pekerjanya. Kerjakanlah tugasmu sebaik-baiknya."
Muhammad SAW menuju ke rumah wanita pengusaha itu. Sementara akan keluar dari pekarangan rumah bapa saudaranya, tiba-tibalah ia mencucurkan air mata kesedihan mengenang nasibnya. Tiada yang menyaksikannya dan menyertainya dalam kesedihan hati itu selain para malaikat langit dan bumi.

Kesaksian Seorang Rahib

Tatkala kafilah niaga itu siap akan berangkat,
berkatalah Maisarah, kepala rombongan: "Hai Muhammad, pakailah baju bulu itu, dan peganglah bendera kafilah. Engkau berjalan di depan, menuju ke negeri Syam!
"Muhammad SAW melaksanakan perintah. Setelah iring- iringan keluar dari halaman memasuki jalan raya, tanpa sedar Muhammad SAW menangis kembali, tiada yang melihatnya kecuali Allah dan para malaikat-Nya.
Dari mulutnya terucap suara kecil: "Aduh hai nasib! Mana gerangan ayahku Abdullah, mana gerangan ibuku Aminah. Kiranyalah mereka menyaksikan nasib anakandanya yang miskin yatim piatu ini, yang justeru lantaran ketiadaannyalah sehingga terbawa jadi buruh upahan ke negeri jauh. Aku tidak tahu apakah aku masih akan kembali lagi ke negeri ini, tanah tumpah darahku. "Jeritan batin itu membuat para malaikat langit bersedih. Mereka memintakan rahmat baginya.
Maisarah memperlakukan Muhammad SAW dengan agak istimewa, sesuai dengan wasiat Khadijah. Diberinya pakaian terhormat, kenderaan unta yang tangkas dengan segala perlengkapannya.
Perjalanan mengambil waktu beberapa hari. Terik matahari begitu panas sekali. Tetapi Muhammad SAW berjalan sentiasa dipayungi awan yang menaunginya hingga mereka berhenti di sebuah peristirehatan dekat rumah seorang Rahib Nasrani.
Muhammad SAW turun dari untanya, pergi berangin-angin melepaskan lelah di bawah pohon yang teduh. Rahib keluar dari tempat pertapaannya. Ia hairan melihat gumpalan awan menaungi kafilah dari Makkah, padahal tak pernah terjadi selama ini. Ia tahu apa erti tanda itu karena pernah dibacanya didalam Kitab Taurat.
Rahib menyiapkan suatu perjamuan bagi kafilah itu dengan maksud untuk menyiasat siapa pemilik karamah dari kalangan mereka. Semua anggota rombongan hadir dalam majlis perjamuan itu, kecuali Muhammad SAW seorang diri yang tinggal untuk menjaga barang- barang dan kenderaan.

Ketika Rahib melihat awan itu tidak bergerak, tetap di atas kafilah, bertanyalah beliau: "Apakah di antara kalian masih ada yang tidak hadir di sini? "
Maisarah menjawab:"Hanya seorang yang tinggal untuk menjaga barang-barang."
Rahib pergi menjemput Muhammad SAW dan terus menjabat tangannya, membawanya ke majlis perjamuan.

Ketika Muhammad SAW. bergerak, Rahib memperhatikan awan itu turut bergerak pula mengikuti arah ke mana Muhammad SAW berjalan. Dan di saat Muhammad SAW masuk ke ruangan perjamuan, Rahib keluar kembali menyaksikan awan itu, dan dilihatnya awan itu tetap di atas, tidak bergerak sedikit pun walaupun dihembus angin. Maka mengertilah ia siapa gerangan yang memiliki karamah dan keutamaan itu.

Rahib masuk kembali dan mendekati Muhammad SAW,bertanya: "Hai pemuda, dari negeri mana asalmu?"
"Dari Makkah".
"Dari qabilah mana?" tanya sang Rahib.
"Dari Quraisy, tuan!"
"Dari keluarga siapa?""Keluarga Bani Hasyim."
''Siapa namamu?""Namaku, Muhammad.
"Serta merta ketika mendengar nama itu, Rahib berdiri dan terus memeluk Muhammad SAW serta menciumnya di antara kedua alisnya seraya mengucapkan:
"Laa IlaahaIllallaah, Muhammadar Rasulullah."
Ia menatap wajah Muhammad SAW dengan perasaan takjub, seraya bertanya:
"Sudikah engkau memperlihatkan tanda di badanmu agar jiwaku tenteram dan keyakinanku lebih mantap?"
"Tanda apakah yang tuan maksudkan?" tanya Muhammad SAW.
"Silakan buka bajumu supaya ku lihat tanda akhir kenabian di antara kedua bahumu!"
Muhammad SAW. memperkenankannya, dimana Rahib tua itu melihat dengan jelas ciri-ciri yang dimaksudkan.
"Ya....ya....tertolong, tertolong!" seru Rahib."
Pergilah ke mana hendak pergi. Engkau terus ditolong!"
Rahib itu mengusap wajah Muhammad SAW, sambil menambahkan:
"Hai hiasan di hari kemudian, hai pemberi syafa'at di akhirat, hai peribadi yang mulia, hai pembawa nikmat, hai nabi rahmat bagi seluruh alam!"Dengan pengakuan demikian,
Rahib dari Ahlil-Kitab itu telah menjadi seorang muslim sebelum Muhammad SAW. dengan rasmi menerima wahyu kerasulan dari langit.

Paderi-paderi Yahudi Gemetar Ketakutan

Pasar dibuka beberapa hari lamanya. Semua jualan laris dengan keuntungan berlipat ganda, mengatasi pengalaman yang sudah-sudah.Kebetulan pada saat itu bertepatan dengan hari Yahudi, yang dimeriahkan dengan upacara besar-besaran. Muhammad SAW, Abu Bakar dan Maisarah keluar menonton keramaian itu. Tatkala Muhammad SAW memasuki tempat upacara untuk menyaksikan cara mereka beribadat, maka tiba-tiba berjatuhanlah semua lilin-lilin menyala yang bergantungan pada tali di sekitar ruangan, yang menyebabkan paderi-paderi Yahudi gemetar ketakutan. Seorang di antara mereka bertanya:
"Alamat apakah ini?" Semuanya hairan, cemas dan ketakutan.
"Ini bererti ada orang asing yang hadir di sini," jawab pengerusi upacara.
"Kita baca dalam Taurat bahwa alamat ini akan muncul bilamana seorang lelaki bernama Muhammad SAW, Nabi akhir zaman, mendatangi hari raya agama Yahudi.
"Mungkinlah sekarang orang itu berada di ruangan kita ini. Carilah lelaki itu, dan kalau bertemu, segeralah tangkap!"
Abu Bakar r.a, sahabat Muhammad SAW sejak dari kecil,dan Maisarah, yang mendengar berita itu segera mendekati Muhammad SAW yang berdiri agak terpisah, dan mengajaknya keluar perlahan-lahan di tengah-tengah kesibukan orang yang berdesak-desakan keluar masuk ruangan.

Tanpa menunda waktu lagi, Maisarah segera memerintahkan kafilah berangkat pulang ke Makkah. Dengan demikian tertolonglah Muhammad SAW dari kejahatan orang- orang Yahudi.

Nabi Muhammad Pulang Ke Makkah.

Biasanya dalam perjalanan pulang, kira-kira jarak tujuh hari lagi mendekati Makkah, Maisarah mengirim seorang utusan kepada Khadijah r.a, memberitahukan bakal kedatangan kafilah serta perkara- perkara lain yang menyangkut perjalanan.

Maisarah menawarkan kepada Muhammad SAW: "Apakah engkau bersedia diutus membawa berita ke Makkah?"
Muhammad SAW berkata: "Ya, saya bersedia apabila ditugaskan".
Pemimpin rombongan mempersiapkan unta yang cepat untuk dinaiki oleh utusan yang akan berangkat terlebih dahulu ke kota Makkah. Ia pun menulis sepucuk surat memberikan kepada majikannya bahwa perniagaan kafilah yang disertai Muhammad SAW mendapat hasil laba yang sangat memuaskan, dan menceritakan pula tentang pengalaman- pengalaman aneh yang berkaitan dengan diri Muhammad SAW.

Tatkala Muhammad SAW menuntun untanya dan sudah hilang dari pandangan mata, maka Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s .:
"Hai Jibril, singkatkanlah bumi di bawah kaki-kaki unta Muhammad SAW! Hai Israfil, jagalah ia dari sebelah kanannya! Hai Mikail, jagalah ia dari sebelah kirinya! Hai awan, teduhilah ia di atas kepalanya!"Kemudian Allah SWT mendatangkan ngantuk kepadanya sehingga baginda SAW tertidur nyenyak dan tiba-tiba telah sampai di Makkah dalam tempo yang cukup singkat.
Saat terbangun, ia hairan mendapati dirinya telah berada di pintu masuk kota kelahirannya. Baginda SAW sedar bahwa ini adalah mukjizat Tuhan kepadanya, lalu bersyukur memuji Zat Yang Maha Kuasa. Sementara baginda SAW mengarahkan untanya menuju ke tempat Khadijah r.a, secara kebetulan Khadijah r.a pada saat itu sedang duduk sambil kepalanya keluar jendela memandangi jalan ke arah Syam, tiba-tiba dilihatnya Muhammad SAW di atas untanya dari arah bertentangan di bawah naungan awan yang bergerak perlahan-lahan di atas kepalanya.

Khadijah r.a menajamkan matanya, bimbang kalau-kalau tertipu oleh penglihatannya, sebab yang dilihatnya hanyalah Muhammad SAW sendirian tanpa rombongan,padahal telah dipesannya kepada Maisarah agar menjaganya sebaik-baik. Ia bertanya kepada wanita-wanita sahayanya yang duduk di sekitarnya:
"Apakah kamu mengenali siapa pengendara yang datang itu?" sambil tangannya menunjuk ke arah jalan.
Seorang di antara mereka menjawab:"Seolah-olah Muhammad Al-Amiin, ya sayyidati!"
Kegembiraan Khadijah r.a terlukis dalam ucapannya:
"Kalau benar Muhammad Al-Amiin, maka kamu akan ku merdekakan bilamana ia telah sampai!"

Tak lama kemudian muncullah Muhammad SAW di depan pintu rumah wanita hartawan itu, yang langsung menyambutnya dengan tutur sapa tulus ikhlas:
"Ku berikan anda unta pilihan, tunggangan khusus dengan apa yang ada di atasnya."
Muhammad SAW mengucapkan terima kasih, kemudian menyerahkan surat dari ketua rombongan. Ia minta izin pulang ke rumah bapa saudaranya setelah melaporkan tentang perniagaan mereka ke luar negeri.

Khadijah Menawarkan Diri

Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata:
"Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu! "
Suaranya ramah, bernada dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu diharga dirinya, Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti. katanya:
"Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bahagianku dalam rombongan niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang yatim piatu". Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban.
"Oh, itukah....! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa- apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,"
kata Khadijah r.a."Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu".
Ia berhenti sejenak, meneliti. Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandungi isyarat:
"Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab. Orangnya baik, kaya, diingini oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah aku hendak membawamu".
Khadijah tertunduk lalu melanjutkan:"Tetapi sayang, ada aibnya...! Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mahu, maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu".

Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan, yang lainnya tak tahu apa mahu dijawab. Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al- Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a. Ia minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan.
Ia menceritakan kepada bapa saudaranya:"Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu "anu dan anu...."Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.

Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim.
Katanya: "Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya".
Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya:"Khadijah, kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?"
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata- katanya itu akan dianggap penghinaan.
Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati Atiqah: "Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja ku katakan kepadamu bahwa dirikulah yang ku maksudkan kepada Muhammad SAW. Kalau ia mahu, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak, aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati".
Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat 'Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu sama-sama cerah.
Percakapan menjadi serius."Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah dimaklumi oleh anak bapa saudaramu Waraqah bin Naufah?"
tanya 'Atiqah sambil meneruskan:"Kalau belum cubalah meminta persetujuannya."
"Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan lamaran",

Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan kerana dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.
'Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah.
Semua riang menyambut hasil pertemuan 'Atiqah dengan Khadijah r.a.
"Itu bagus sekali", kata Abu Thalib,
"Tapi kita harus bermesyuarat dengan Muhammad SAW lebih dahulu".

Janda Cantik Bermata Jeli.

Sebelum dijemput oleh bapa saudaranya, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan.
Utusan peribadi Khadijah itu bertanya:
"Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?"
Muhammad SAW menjawab:
"Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada."
"Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?"
"Siapakah dia?" tanya Muhammad SAW.
"Khadijah!" Nafisah berterus terang.
"Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!"Usaha Nafisah berjaya.
Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara- saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya. Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan, budiman. Dan utamanya pula karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya. Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli.

Maka diadakanlah acara yang penuh keindahan itu. Hadir sama Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput. Abu Thalib dengan rasmi meminang Khadijah r.a kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempoh untuk berunding dengan wanita berkenaan.

Pernikahan Muhammad dengan Khadijah

Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepadaWaraqah:
"Hai anak bapa saudaraku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas".
"Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta", ujar Waraqah.
"Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Ku wakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya," demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.

Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kahwin lima ratus dirham.
Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan "Ash-Shiddiq" sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula. Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari Jumaat, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam.

Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah bapa saudaranya bernama 'Amir bin Asad, sedang Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut:
"Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma'ad, dari keturunan Mudhar."
Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia."Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscayalah ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah sama mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kahwin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
"Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman- pengalaman hebat.Semoga Allah memberkati pernikahan ini".

Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.

Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan:
"Hai Al-Amiin, bergembiralah!Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak mahupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah,barang- barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau redhai !"

Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud:"Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan". (Adh-Dhuhaa: Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita.

Dijamin Masuk Syurga.

Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa kenabian. Ia isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun wafatnya disebut "Tahun Kesedihan" ('Aamul Huzni). Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya.

Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama yang dihantar Jibril 'alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:
"Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai diri Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita."
Allah SWT tidak akan mengecewakanmu.
Bukankah engkau orang yang sentiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan?Bukankah engkau selalu berkata benar?
Bukankah engkau sentiasa menyantuni anak yatim piatu, menghormati tetamu dan menghulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?"Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih ingkar terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy.

Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain iaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang dihantar oleh malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada Khadijah radiallahu 'anha serta dihiburnya dengan syurga. Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata: "Wanita yang utama dan yang pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti 'Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir'aun".

Wanita TerbaikSanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW terhadap peribadi Khadijah r.a ialah:"Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam bimbang keingkaran; dia telah membenarkan aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain".Putera-puteri Rasulullah SAW dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang: tiga lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang dibangsakan sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW

SAFAR

Bulan Safar adalah bulan kedua tahun Hijriyah atau menurut kalendar Islam yang berdasarkan tahun Qamariah ( bulan mengelilingi bumi). Safar artinya kosong. Dinamakan Safar karena dalam bulan ini orang-orang Arab sering meninggalkan rumah mereka menjadi kosong karena melakukan serangan dan menuntut pembalasan atas musuh-musuh mereka. Diantara peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam pada bulan ini ialah Peperangan Al-Abwa pada tahun kedua Hijrah, Peperangan Zi-Amin, tahun ketiga Hijrah dan Peperangan Ar-Raji (Bi’ru Ma’unah) pada tahun keempat Hijrah. 

Di dalam bulan ini juga ada di kalangan umat Islam mengambil kesempatan melakukan hal-hal bid’ah dan khurafat yang bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini dikarenakan menurut kepercayaan turun-temurun sebagian kalangan umat Islam, . bulan Safar ini merupakan bulan turunnya bala bencana dan malapetaka khususnya pada hari Rabu minggu terakhir. Oleh sebab itu setiap tahun mereka akan melaku kan amalan-amalan sebagai cara untuk menolak bala yang mereka percayai itu.

Diantara amalan khurafat yang pernah muncul ialah upacara Pesta Mandi Safar. Dahulu, amalan ini menjadi populer; bahkan sebagian diantaranya masih melakukannya pada masa kini di beberapa tempat. Ketika tiba bulan Safar, umat Islam, terutama yang tinggal berdekatan dengan pantai atau di tepian sungai akan mengadakan upacara mandi beramai-ramai dengan kepercayaan perbuatan tersebut dapat menghapuskan dosa dan menolak bala. Biasanya amalan mandi Safar ini dilakukan pada hari Rabu minggu terakhir dalam bulan Safar. 

Selain daripada amalan tersebut, sebagian umat Islam masa kini, tidak mau mengadakan majelis perkawinan / walimah dalam bulan Safar karena mereka berpendapat dan mempercayai bahwa kedua mempelai nantinya tidak akan mendapat berkah ataupun zuriat. Amalan dan kepercayaan seperti ini jelas bertentangan dengan syariat Islam serta dapat menyebabkan rusaknya akidah.Sebenarnya naas, bala bencana atau pun musibah itu tidaklah terjadi hanya pada bulan Safar saja. Kepercayaan karut(tidak benar/tidak beralasan) itu jelas ditolak dan dilarang dengan kerasnya dalam agama Islam sebagaimana firman Allah Subhanahu Wataala dalam Surah At-Taubah ayat 51 yang artinya : 

Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang kami, dan hanya kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.” 

Mengamalkan hal-hal khurafat atau kepercayaan karut adalah jelas dilarang oleh syarak di samping tidak ada manfaatnya . Kepercayaan seperti ini hanya akan merusak akidah seseorang, dan juga hanya menambah amalan-amalan bid’ah yang buruk. Oleh karena itu, kita hendaklah membuang prasangka atau kepercayaan karut tersebut agar terlepas daripada amalan-amalan yang dapat membawa kepada syirik, menyekutukan Allah.

PERISTIWA PENTING DI BULAN SAFAR

Beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam pada bulan Safar, antara lain adalah :
  1. Perkawinan Baginda saw dengan Khadijah binti Khuwailid r.a, terjadi sebelum Nabi saw dilantik menjadi Rasul. 
  2. Kebenaran berperang (2 Hijrah), peperangan pertama yang dihadiri oleh Rasulullah saw adalah ‘Wudan’ atau ‘Abwak’ guna menentang kekufuran;
  3. Tragedi Ar-Raji’, terjadi pada tahun ketiga Hijriyah (pendapat lain, 4 Hijriyah). Sejumlah tujuh orang sahabat Baginda saw diutus untuk mengajar agama Islam kepada kaum ‘Udal dan Al-Qarah, tetapi mereka telah mengkhianati utusan tersebut dengan melakukan serangan tersembunyi di sebuah tempat persinggahan yang bernama Ar-Raji’ di daerah ‘Usfan (kawasan di antara Mekah dan Madinah). Di antara yang menyertai utusan itu Khubaib bin ‘Adiy, Marthad bin Abi Marthad Al Ghanawiy, ‘Asim bin Thabit dan Zaid bin ad-Dathanah. Kesemua sahabat dibunuh di tempat serangan kecuali Khubaib bin ‘Adiy yang dibawa ke Mekah dan dibunuh di sana. Beliau merupakan orang yang pertama menunaikan dua raka’at sunat sebelum dibunuh yang kemudiannya menjadi ikutan sunnah.
  4. Peperangan Bi’ru Ma’unah (4 Hijrah), di bawah pimpinan Al-Munzir bin ‘Amr As Sa’idiy yang ditugaskan untuk berda’wah dan mengajar tentang agama Islam dan Al-Quran kepada Bani ‘Amir disertai oleh 40 orang sahabat Baginda s.a.w;
  5. Pembukaan Khaibar (kubu orang Yahudi) pada tahun ketujuh Hijriyah, disertai juga oleh 20 orang sahabat wanita di antaranya Ummu Salamah, Safiyah binti Abd. Mutallib dan Ummu Aiman. Sebanyak 15 orang sahabat gugur syahid sedangkan di pihak Yahudi pula sebanyak 73 orang mati terbunuh. Orang Yahudi pada mulanya merasakan bahwa mereka tidak dapat dibunuh karena kekuatan mereka, jumlah persenjataan yang lengkap dan jumlahnya yang banyak.
  6. Peperangan Maraj Rahit pada tahun ke-13 Hijriyah di pinggiran bandar Damsyik, Syria di bawah pimpinan Khalid bin Al-Walid.
  7. Pelantikan ‘Abd. Rahman Al Ghafiqiy sebagai Gubernur Andalusia pada tahun 113 Hijrah.
  8. Wafatnya panglima Islam Salahuddin Al-Ayyubiy pada 27 Safar 589 Hijrah. 
  9. Jatuhnya Kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad ke tangan Tatar pada tahun 656 Hijriyah. Khalifah ‘Abbasiah, Al-Mu’tasim Billah, terbunuh beserta ahli keluarganya, orang-orang ternama negara dan ratusan ribu orang Islam. Ribuan kitab Islam musnah.
(Dari beberapa sumber)

Perhiasan Dunia Terindah Adalah Wanita Sholehah...

Sebuah berita gembira datang dari sebuah hadits Rosul bahwa Rosulullah Saw. Bersabda : 

”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.”  (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)
 
Di dalam Islam, peranan seorang istri memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berumah-tangga dan peranannya yang sangat dibutuhkan menuntutnya untuk memilih kualitas yang baik sehingga bisa menjadi seorang istri yang baik. Pemahamannya, perkataaannya dan kecenderungannya, semua ditujukan untuk mencapai keridho’an Allah Swt., Tuhan semesta Alam. Ketika seorang istri membahagiakan suaminya yang pada akhirnya, hal itu adalah untuk mendapatkan keridho’an dari Allah Swt. sehingga dia (seorang istri) berkeinginan untuk mengupayakannya.

Kualitas seorang istri seharusnya memenuhi sebagaimana yang disenangi oleh pencipta-Nya yang tersurat dalam surat Al-Ahzab. Seorang Wanita Muslimah adalah seorang wanita yang benar (dalam aqidah), sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya tatkala suami tidak ada di rumah, mempertahankan keutuhan (rumah tangga) dalam waktu susah dan senang serta mengajak untuk senantiasa ada dalam pujian Allah Swt.


Ketika seorang Wanita Muslimah menikah (menjadi seorang istri) maka dia harus mengerti bahwa dia memiliki peranan yang khusus dan pertanggungjawaban dalam Islam kepada pencipta-Nya, Allah Swt. menjadikan wanita berbeda dengan pria sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an:

”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (QS. An Nisaa’ , 4:32)

Kita dapat melihat dari ayat ini bahwa Allah Swt. membuat perbedaan yang jelas antara peranan laki-laki dan wanita dan tidak diperbolehkan bagi laki-laki atau wanita untuk menanyakan ketentuan peranan yang telah Allah berikan sebagaimana firman Allah:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al Ahzab, 33:36)

Karenanya, seorang istri akan membenarkan Rasulullah dan akan membantu suaminya untuk menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah (hukum Islam) dan memastikan suaminya untuk kembali melaksanakan kewajiban-kewajibannya, begitupun dengan kedudukan suami, dia juga harus memenuhi kewajiban terhadap istrinya.

Diantara hak-hak lainnya, seorang istri memiliki hak untuk Nafaqah (diberi nafkah) yang berupa makanan, pakaian dan tempat untuk berlindung yang didapatkan dari suaminya. Dia (suami) berkewajiban membelanjakan hartanya untuk itu walaupun jika istri memiliki harta sendiri untuk memenuhinya. Rasulullah Saw. Bersabda :

”Istrimu memiliki hak atas kamu bahwa kamu mencukupi mereka dengan makanan, pakaian dan tempat berlindung dengan cara yang baik.” (HR. Muslim)

Ini adalah penting untuk dicatat bahwa ketika seorang istri menunaikan kewajiban terhadap suaminya, dia (istri) telah melakukan kepatuhan terhadap pencipta-Nya, karenanya dia (istri yang telah menunaikan kewajibannya) mendapatkan pahala dari Tuhan-Nya. Rasulullah Saw. mencintai istri-istrinya karena kesholehan mereka.

Aisyah Ra. suatu kali meriwayatkan tentang kebaikan kualitas Zainab Ra., istri ketujuh dari Rosulullah Saw.,

”Zainab adalah seseorang yang kedudukannya hampir sama kedudukannya denganku dalam pandangan Rasulullah, dan aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih terdepan kesholehannya daripada Zainab Ra., lebih dalam kebaikannya, lebih dalam kebenarannya, lebih dalam pertalian darahnya, lebih dalam kedermawanannya dan pengorbanannya dalam hidup serta mempunyai hati yang lebih lembut, itulah yang menyebabkan ia lebih dekat kepada Allah”.
Seperti kebesaran Wanita-wanita Muslimah yang telah dicontohkan kepada kita, patut kiranya bagi kita untuk mencontohnya dengan cara mempelajari kesuciannya, kekuatan dari karakternya, kebaikan imannya dan kebijaksanaan mereka. Usaha untuk mencontoh Ummul Mukminin yang telah dijanjikan surga (oleh Allah) dapat menunjuki kita kepada karunia surga.

Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda :

“Ketika seorang wanita menunaikan sholat 5 waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan masuk surga dengan beberapa pintu yang dia inginkan.” (HR. Al Bukhari, Al Muwatta’ dan Musnad Imam Ahmad)

Wahai Muslimah yang tulus, perhatikan bagaimana Nabi Saw. menjadikan sikap ta’at kepada suami sebagai dari bagian amal perbuatan yang dapat mewajibkan masuk surga, seperti shalat, puasa; karena itu bersungguh-sungguhlah dalam mematuhinya dan jauhilah sikap durhaka kepadanya, karena di dalam kedurhakan kepada suami terdapat murka Allah Swt.


Sumber : http://www.thejihads.com/2009/05/perhiasan-dunia-terindah-adalah-wanita.html

Jumat, 07 Januari 2011

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih...

Diposting oleh Wanita Sholehah di 02.08 0 komentar

Perang yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW terbagi atas ghazwah (gazwah) dan sariyah (sariyyah). Ghazwah adalah perang yang dipimpin oleh Nabi SAW, sedangkan sariyah adalah perang yang dipimpin oleh sahabat atas penunjukan Nabi SAW. Para ahli sejarah Islam berbeda pendapat tentang jumlah ghazwah dan sariyah. Ada beberapa ghazwah dan sariyah dalam sejarah Islam, antara lain sebagai berikut :

Perang Badar (17 Ramadan 2 H)

Perang Badar terjadi di Lembah Badar, 125 km selatan Madinah. Perang Badar merupakan puncak pertikaian antara kaum muslim Madinah dan musyrikin Quraisy Mekah. Peperangan ini disebabkan oleh tindakan pengusiran dan perampasan harta kaum muslim yang dilakukan oleh musyrikin Quraisy. Selanjutnya kaum Quraisy terus menerus berupaya menghancurkan kaum muslim agar perniagaan dan sesembahan mereka terjamin. Dalam peperangan ini kaum muslim memenangkan pertempuran dengan gemilang. Tiga tokoh Quraisy yang terlibat dalam Perang Badar adalah Utbah bin Rabi'ah, al-Walid dan Syaibah. Ketiganya tewas di tangan tokoh muslim seperti Ali bin Abi Thalib. Ubaidah bin Haris dan Hamzah bin Abdul Muthalib. adapun di pihak muslim Ubaidah bin Haris meninggal karena terluka.

Perang Uhud (Syakban 3 H)

Perang Uhud terjadi di Bukit Uhud. Perang Uhud dilatarbelakangi kekalahan kaum Quraisy pada Perang Badar sehingga timbul keinginan untuk membalas dendam kepada kaum muslim. Pasukan Quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid mendapat bantuan dari kabilah Saqib, Tihamah, dan Kinanah. Nabi Muhammad SAW segera mengadakan musyawarah untuk mencari strategi perang yang tepat dalam menghadapi musuh. Kaum Quraisy akan disongsong di luar Madinah. Akan tetapi, Abdullah bin Ubay membelot dan membawa 300 orang Yahudi kembali pulang. Dengan membawa 700 orang yang tersisa, Nabi SAW melanjutkan perjalanan sampai ke Bukit Uhud. Perang Uhud dimulai dengan perang tanding yang dimenangkan tentara Islam tetapi kemenangan tersebut digagalkan oleh godaan harta, yakni prajurit Islam sibut memungut harta rampasan. Pasukan Khalid bin Walid memanfaatkan keadaan ini dan menyerang balik tentara Islam. Tentara Islam menjadi terjepit dan porak-poranda, sedangkan Nabi SAW sendiri terkena serangan musuh. Pasukan Quraisy kemudian mengakhiri pertempuran setelah mengira Nabi SAW terbunuh. Dalam perang ini, Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) meninggal terbunuh.

Perang Khandaq (Syawal 5 H)

Lokasi Perang Khandaq adalah di sekitar kota Madinah bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab (Perang Gabungan). Perang Khandaq melibatkan kabilah Arab dan Yahudi yang tidak senang kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka bekerjasama melawan Nabi SAW. Di samping itu, orang Yahudi juga mencari dukungan kabilah Gatafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani Fazara, Asyja', Bani Sulaim, Bani Sa'ad dan Ka'ab bin Asad. Usaha pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab, membuahkan hasil. Pasukannya berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum muslim. Berita penyerangan itu didengar oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum muslim segera menyiapkan strategi perang yang tepat untuk menghasapo pasukan musuh. Salman al-Farisi, sahabat Nabi SAW yang mempunyai banyak pengalaman tentang seluk beluk perang, mengusulkan untuk membangun sistem pertahanan parit (Khandaq). Ia menyarankan agar menggali parit di perbatasan kota Madinah, dengan demikian gerakan pasukman musuh akan terhambat oleh parit tersebut. Usaha ini ternyata berhasil menghambat pasukan musuh.

Perang Khaibar (7 H)

Lokasi perang ini adalah di daerah Khaibar. Perang Khaibar merupakan perang untuk menaklukkan Yahudi. Masyarakat Yahudi Khaibar paling sering mengancam pihak Madinah melalui persekutuan Quraisy atau Gatafan. Pasukan muslimin yang dipimpin Nabi Muhammad SAW menyerang benteng pertahanan Yahudi di Khaibar. Pasukan muslim mengepung dan memutuskan aliran air ke benteng Yahudi. Taktik itu ternyata berhasil dan akhirnya pasukan muslim memenangkan pertempuran serta menguasai daerah Khaibar. Pihak Yahudi meminta Nabi SAW untuk tidak mengusir mereka dari Khaibar. Sebagai imbalannya, mereka berjanji tidak lagi memusuhi Madinah dan menyerahkan hasil panen kepada kaum muslim.

Perang Mu'tah (8 H)

Perang ini terjadi karena Haris al-Ghassani raja Hirah, menolak penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Penolakan ini disampaikan dengan cara membunuh utusan Nabi SAW. Nabi SAW kemudian mengirimkan pasukan perang di bawah pimpinan Zaid bin Harisah. Perang ini dinamakan Perang Mu'tah karena terjadi di desa Mu'tah, bagian utara Semenanjung Arabia. Pihak pasukan muslim mendapat kesulitan menghadapi pasukan al-Ghassani yang dibantu pasukan Kekaisaran Romawi. Beberapa sahabat gugur dalam pertempuran tersebut, antara lain Zaid bin Harisah sendiri. Akhirnya Khalid bin Walid mengambil alih komando dan menarik pasukan muslim kembali ke Madinah. Kemampuan Khalin bin Walid menarik pasukan muslimin dari kepungan musuh membuat kagum masyarakat wilayah tersebut. Banyak kabilah Nejd, Sulaim, Asyja', Gatafan, Abs, Zubyan dan Fazara masuk Islam karena melihat keberhasilan dakwah Islam.

Penaklukan Kota Mekah/Fath al-Makkah (8 H)


Fath al-Makkah terjadi di sekitar kota Mekah. Latar belakang peristiwa ini adalah adanya anggapan kaum Quraisy bahwa kekuatan kaum muslim telah hancur akibat kalah perang di Mu'tah. Kaum Quraisy beranggapan Perjanjian Hudaibiyah (6 H) tidak penting lagi, maka mereka mengingkarinya dan menyerang Bani Khuza'ah yang berada dibawa perlindungan kaum muslim. Nabi Muhammad SAW segera memerintahkan pasukan muslimin untuk menghukum kaum Quraisy. Pasukan muslimin tidak mendapat perlawanan yang berarti, kecuali dari kaum Quraisy yang dipimpin Ikrimah dan Safwan. Berhala di kota Mekah dihancurkan dan akhirnya banyak kaum Quraisy masuk Islam.

Perang Hunain ( 8 Safar 8 H)

Perang Hunain berlangsung antara kaum muslim melawan kaum Quraisy yang terdiri dari Bani Hawazin, Bani Saqif, Bani Nasr dan Bani Jusyam. Perang ini terjadi di Lembah Hunain, sekitar 70 km dari Mekah. Perang Hunain merupakan balas dendam kaum Quraisy karena peristiwa Fath al-Makkah. Pada awalnya pasukan musuh berhasil mengacaubalaukan pasukan Islam sehingga banyak pasukan Islam yang gugur. Nabi SAW kemudian menyemangati pasukannya dan memimpin langsung peperangan. Pasukan muslim akhirnya dapat memenangkan pertempuran tersebut.

Perang Ta'if (8 H)

Pasukan muslim mengejar sisa pasukan Quraisy, yang melarikan diri dari Hunain, sampai di kota Ta'if. Pasukan Quraisy bersembunyi dalam benteng kota yang kokoh sehingga pasukan muslimin tidak dapat menembus benteng. Nabi Muhammad SAW mengubah taktik perangnya dengan memblokade seluruh wilayah Ta'if. Pasukan muslimin kemudian membakar ladang anggur yang merupakan sumber daya alam utama penduduk Ta'if. Penduduk Ta'if pada akhirnya menyerah dan menyatakan bergabung dengan pasukan Islam.

Perang Tabuk (9 H)


Lokasi perang ini adalah kota Tabuk, perbatasan antara Semenanjung Arabia dan Syam (Suriah). Adanya peristiwa penaklukan kota Mekah membuat seluruh Semenanjung Arabia berada di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Melihat kenyataan itu, Heraklius, penguasa Romawi Timur, menyusun pasukan besar untuk menyerang kaum muslim. Pasukan muslimin kemudian menyiapkan diri dengan menghimpun kekuatan yang besar karena pada masa itu banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri untuk berperang bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi mundur menarik diri setelah melihat besarnya jumlah pasukan Islam. Nabi SAW tidak melakukan pengejaran tetapi berkemah di Tabuk. Di sini Nabi SAW membuat perjanjian dengan penduduk setempat sehingga daerah perbatasan tersebut dapat dirangkul dalam barisan Islam.

Perang Widan (12 Rabiulawal 2 H)

Perang ini terjadi di Widan, sebuah desa antara Mekah dan Madinah. Rasulullah SAW memimpin pasukan muslimin menghadang kafilah Quraisy. Pertempuran fisik tidak terjadi karena kafilah Quraisy lewat di daerah tersebut. Rasulullah SAW selanjutnya mengadakan perjanjian kerjasama dengan Bani Damrah yang tinggal di rute perdagangan kafilah Quraisy di Widan. Kesepakatan tersebut berisi kesanggupan Bani Damrah untuk membantu kaum muslim apabila dibutuhkan.

Sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib (Ramadhan 1 H)

Perang ini merupakan sariyah pertama yang terjadi dalam sejarah Islam. Sariyah ini berlangsung di dataran rendah al-Bahr, tidak jauh dari kota Madinah. Perang ini melibatkan 30 orang muslimin dan 300 orang Quraisy. Pasukan muslimin dipimpin Hamzah bin Abdul Muthalib, sedangkan pasukan Quraisy dipimpin Abu Jahal bin Hisyam. Perang ini tidak menimbulkan korban karena segera dilerai Majdi bin Amr.

Sariyah Ubaidah bin Haris (Syawal 1 H)

Sariyah ini berlangsung di al-Abwa', desa antara Mekah dan Madinah. Kaum muslim berjumlah 80 orang, sedangkan kaum Quraisy berjumlah sekiyat 200 orang. Kaum muslim (semuanya Muhajirin) dipimpin Ubaidah bin Haris, sedangkan kaum Quraisy dipimpin Abu Sa'ad bin Abi Waqqas sempat melepaskan anak panahnya. Peristiwa tersebut menandai lepasnya anak panah pertama dalam sejarah perang Islam.

Sariyah Abdullah bin Jahsy (Rajab 2 H)

Perang ini dipimpin Abdullah bin Jahsy, sedangkan kaum Quraisy dipimpin Amr bin Hazrami. Perang ini terjadi di Nakhlah, antara Ta'if dan Mekah. Kaum muslim berhasil membunuh Amr bin Hazrami dan menahan dua orang Quraisy sebagai tawanan perang. Kaum muslim juga memperoleh harta rampasan perang dan membawanya ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW menyatakan bahwa beliau tidak pernah menyuruh mereka berperang karena pada bulan Rajab diharamkan untuk membunuh atau melakukan peperangan. Peristiwa tersebut kemudian digunakan oleh kaum Quraist untuk memfitnah dengan mengatakan kaum muslim melanggar bulan suci. Pada saat itu turun firman Allah SWT surah al-Baqarah (2) ayat 217 yang menjelaskan tentang ketentuan berperang pada bulan Haram (bulan Rajab)

Sariyah Qirdah (Jumadilakhir 3 H)

Sariyah Qirdah berlangsung di sumur Qirdah, suatu tempat di Nejd (Arab Saudi). Kaum muslim berjumlah 100 orang penunggang kuda, dipimpin oleh Zaid bin Harisah. Sariyah Qirdah bertujuan untuk menghadang kafilah Quraisy dari Mekah. Perang ini berhasil dimenangkan kaum muslim dengan menyita harta kaum Quraisy. Harta tersebut kemudian dijadikan ganimah (harta rampasan perang), yang merupakan ganimah pertama dalam sejarah perang Islam. Sebagian orang musyrik yang tidak melarikan diri selanjutnya dibawa ke Madinah dan akhirnya menyatakan diri masuk Islam.

Sariyah Bani Asad (4 H)

Sariyah ini berlangsung di Gunung Bani Asad, di sebelah timur Madinah. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kaum muslim untuk menghadang Bani Asad yang berencana untuk menyerang Madinah. Nabi SAW menganjurkan agar pasukan muslim berjalan pada malam hari dengan menempuh jalan yang tidak biasa dilalui orang. Pasukan muslim yang dipimpin Abu Salam al-Makhzum dan terdiri dari 150 orang berhasil menyergap musuh. Mereka juga mendapatkan ganimah (harta rampasan perang) dari pihak Bani Asad.

Sariyah Raji (Safar 4 H)

Sariyah ini berlangsung di Raji', yakni suatu daerah yang terletak di antara Mekah dan 'Asfan dan melibatkan pasukan muslimin melawan pasukan Bani Huzail. Perang ini dilatarbelakangi oleh rencana pemimpin Bani Huzail, Khalid bin Sufyan bin Nubaih al-Huzali,untuk menyerang Madinah. Nabi Muhammad SAW memerintahkan Abdullah bin Unais meneliti kebenaran rencana tersebut. Abdullah kemudian membunuh Khalid dan melaporkan kejadian itu kepada Nabi Muhammad SAW. Bani Lihyan, cabang Bani Huzail merencanakan balas dendam atas terbunuhnya Khalid. Mereka meminta agar Nabi Muhammad SAW mengirimkan beberapa sahabat untuk memberi pelajaran agama Islam kepada mereka.Nabi Muhammad SAW mengabulkan permintaan itu dan mengirimkan enam orang sahabat beserta rombongan utusan Bani Lihyan. Keenam sahabat disergap oleh pasukan Bani Huzail di Raji'. Para sahabat itu sempat mengadakan perlawanan, namun tiga orang terbunuh dan tiga lainnya ditawan oleh musuh. Tiga orang sahabat yang ditawan selanjutnya dibawah ke kaum musyrikin Mekah dan akhirnya dibunuh.

Sariyah Biru Ma'unah (Safar 4 H)

Sariyah Bi'ru Ma'unah berlangsung di wilayah timur Madinah antara kaum muslim dan Bani Amir. Nabi Muhammad SAW mengutus Amir bin Malik (Abu Barra'), seorang pemimpin dari Bani Amir yang sebelumnya menolak untuk memeluk agama Islam, beserta al-Munzir bin Amar dari Bani Sa'idah untuk memimpin 40 orang tentara yang terdiri dari para penghafal Al-Qur'an. Rombingan tersebut berjalan sampai di Bi'ru Ma'unah, yakni suatu daerah antara Bani Amir dan Bani Salim. Mereka mengirimkan surat kepada Amir bin Tufail, pemimpin Bani Amir, melalui seorang anggota pasukan yang bernama Haram bin Malhan. Amir bin Tufail membunuh Haram bin Malhan, sehingga memicu peperangan antara kedua belah pihak. Kaum muslim mengalami kekalahan dalam sariyah ini karena semua pasukan gugur, kecualil Ka'b bin Zaid al-Ansari. Rabi'ah, anak Abu Barra', membunuh Amir bin Tufail dengan sebilah tombak sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.

Sariyah Ijla' Bani Nadir


Sariyah Ijla' Bani Nazir merupakan sariyah yang dilakukan sahabat Nabi SAW untuk mengusir Bani Nadir dari tempat tinggal mereka.Latar belakang tindakan ini adalah niat Bani Nadir untuk membunuh utusan Nabi Muhammad SAW. Utusan Nabi SAW tersebut ingin menyelesaikan maslaah pembunuhan yang dilakukan Amr bin Umayyah, kabilah Bani Amir dan sekutu Bani Nadir, terhadap dua orang muslimin. Tindakan pengusiran ini semula tidak mendapat tanggapan dari Huyay bin Akhtab, epmimpin Bani Nadir, tetapi karena diancam akan diserang oleh kaum muslim akhirnya mereka mau pindah daerahnya. Nabi SAW memberi jaminan keselamatan atas harta benda dan anak-anak mereka sampai keluar dari Madinah. Sebagian dari Bani Nadir menetap di Khaibar dan di Syam (Suriah).

Sariyah Zi al-Qissah

Sariyah berlangsung di Zi al-Qissah, sekitar 24 mil dari Madinah, antara kaum muslim dan Bani Sa'labah. Bani Sa'labah berencana menyerang peternakan kaum muslim di Haifa', suatu tempat yang jauh dari Madinah. Setelah mengetahui rencana tersebutm pasukan muslimin segera menyerang Bani Sa'labah dengan mengirim 10 orang yang dipimpin oleh Muhammad bin Maslamah. Pasukan pertama itu gagal menjalankan tugas karena mereka dibunuh ketika beristirahat di pinggiran desa. Muhammad bin Maslamah melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya Nabi SAW mengirimkan pasukan kedua di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah. Bani Sa'labah melarikan diri ketika Abu Ubaidah sampai di tempat itu.

Sariyah Ka'b bin Umair al-Gifari (8 H)

Latar belakang sariyah ini adalah penolakan kaum musyrikin di Zat Atlah, suatu tempat di Syam (Suriah),terhadap ajakan beberapa utusan Nabi Muhammad SAW untuk memeluk agama Islam. Nabi SAW mengirimkan 15 tentara untuk menyerang mereka. Pertempuran tersebut berlangsung sengit, dan akhirnya semua pasukan muslim menjadi syuhada, kecuali Ka'b bin Umair al-Gifari (pemimpin perang) yang dapat menyelamatkan diri.

http://pagisyawal.blogspot.com/2010/12/ringkasan-perang.html

Rabu, 05 Januari 2011

PERNIKAHAN RASULULLAH DAN SITI KHADIJAH

Diposting oleh Wanita Sholehah di 22.22 0 komentar
Bermimpi Matahari Turun Ke Rumahnya

Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar negeri.

Banyak pemuka Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak ada yang berkenan di hatinya. Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit,masuk ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya ke semua tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya. Mimpi itu diceritakan kepada anak bapak saudaranya yang bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.
Waraqah berkata: "Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang Nabi akhir zaman."
"Nabi itu berasal dari negeri mana?" tanya Khadijah bersungguh-sungguh.
"Dari kota Makkah ini!" ujar Waraqah singkat.
"Dari suku mana?"
"Dari suku Quraisy juga.
"Khadijah bertanya lebih jauh: "Dari keluarga mana?"
"Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat," kata Waraqah dengan nada menghibur. Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir:
"Siapakah nama bakal orang agung itu, hai anak bapa saudaraku?"Orang tua itu mempertegas: "Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!"

Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah sentiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin itu.

Nabi Muhammad Berniaga

Muhammad, bakal suami wanita hartawan itu, adalah seorang yatim piatu yang miskin sejak kecilnya,dipelihara oleh bapa saudaranya, Abu Thalib, yang hidupnya pun serba kekurangan. Meskipun demikian, bapa saudaranya amat sayang kepadanya, menganggapnya seperti anak kandung sendiri, mendidik dan mengasuhnya sebaik-baiknya dengan adab, tingkah laku dan budi pekerti yang terpuji.

Pada suatu ketika, Abu Thalib berbincang-bincang dengan saudara perempuannya bernama 'Atiqah mengenai diri Muhammad.
Beliau berkata: "Muhammad sudah pemuda dua puluh empat tahun. Semestinyalah sudah kahwin.Tapi kita tak mampu mengadakan perbelanjaan, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.
"Setelah memikirkan segala ikhtiar, 'Atiqah pun berkata: "Saudaraku, saya mendengar berita bahwa Khadijah akan memberangkatkan kafilah niaga ke negeri Syam dalam waktu dekat ini. Siapa yang berhubungan dengannya biasanya rezekinya bagus, diberkati Allah SWT.
Bagaimana kalau kita pekerjakan Muhammad kepadanya? Saya kira inilah jalan untuk memperolehi nafkah, kemudian dicarikan isterinya.
"Abu Thalib menyetujui saranan saudara perempuannya. Dirundingkan dengan Muhammad, ia pun tidak keberatan.
'Atiqah mendatangi wanita hartawan itu, melamar pekerjaan bagi Muhammad, agar kiranya dapat diikut sertakan dalam kafilah niaga ke negeri Syam .
Khadijah, tatkala mendengar nama "Muhammad", ia berfikir dalam hatinya: "Oh... inilah takbir mimpiku sebagaimana yang diramalkan oleh Waraqah bin Naufal,bahwa ia dari suku Quraisy dan dari keluarga Bani Hasyim, dan namanya Muhammad, orang terpuji, berbudi pekerti tinggi dan nabi akhir zaman." Seketika itu juga timbullah hasrat di dalam hatinya untuk bersuamikan Muhammad, tetapi tidak dilahirkannya karena khuatir akan fitnah.
"Baiklah," ujar Khadijah kepada 'Atiqah, "Saya terima Muhammad dan saya berterima kasih atas kesediaannya. Semoga Allah SWT melimpahkan berkatnya atas kita bersama.".
Wajah Khadijah cerah, tersenyum sopan, menyembunyikan apa yang tersudut di kalbunya. Kemudian ia meneruskan: "Wahai 'Atiqah, saya tempatkan setiap orang dalam rombongan niaga dengan penghasilan tinggi, dan bagi Muhammad SAW akan diberikan lebih tinggi dari biasanya.
"Atiqah berterima kasih, ia pulang dengan perasaan gembira menemui saudaranya, menceritakan kepadanya hasil perundingannya dengan wanita hartawan dan budiman itu. Abu Thalib menyambutnya dengan gembira. Kedua bersaudara itu memanggil Muhammad SAW seraya berkata:
"Pergilah anakanda kepada Khadijah r.a, ia menerima engkau sebagai pekerjanya. Kerjakanlah tugasmu sebaik-baiknya."
Muhammad SAW menuju ke rumah wanita pengusaha itu. Sementara akan keluar dari pekarangan rumah bapa saudaranya, tiba-tibalah ia mencucurkan air mata kesedihan mengenang nasibnya. Tiada yang menyaksikannya dan menyertainya dalam kesedihan hati itu selain para malaikat langit dan bumi.

Kesaksian Seorang Rahib

Tatkala kafilah niaga itu siap akan berangkat,
berkatalah Maisarah, kepala rombongan: "Hai Muhammad, pakailah baju bulu itu, dan peganglah bendera kafilah. Engkau berjalan di depan, menuju ke negeri Syam!
"Muhammad SAW melaksanakan perintah. Setelah iring- iringan keluar dari halaman memasuki jalan raya, tanpa sedar Muhammad SAW menangis kembali, tiada yang melihatnya kecuali Allah dan para malaikat-Nya.
Dari mulutnya terucap suara kecil: "Aduh hai nasib! Mana gerangan ayahku Abdullah, mana gerangan ibuku Aminah. Kiranyalah mereka menyaksikan nasib anakandanya yang miskin yatim piatu ini, yang justeru lantaran ketiadaannyalah sehingga terbawa jadi buruh upahan ke negeri jauh. Aku tidak tahu apakah aku masih akan kembali lagi ke negeri ini, tanah tumpah darahku. "Jeritan batin itu membuat para malaikat langit bersedih. Mereka memintakan rahmat baginya.
Maisarah memperlakukan Muhammad SAW dengan agak istimewa, sesuai dengan wasiat Khadijah. Diberinya pakaian terhormat, kenderaan unta yang tangkas dengan segala perlengkapannya.
Perjalanan mengambil waktu beberapa hari. Terik matahari begitu panas sekali. Tetapi Muhammad SAW berjalan sentiasa dipayungi awan yang menaunginya hingga mereka berhenti di sebuah peristirehatan dekat rumah seorang Rahib Nasrani.
Muhammad SAW turun dari untanya, pergi berangin-angin melepaskan lelah di bawah pohon yang teduh. Rahib keluar dari tempat pertapaannya. Ia hairan melihat gumpalan awan menaungi kafilah dari Makkah, padahal tak pernah terjadi selama ini. Ia tahu apa erti tanda itu karena pernah dibacanya didalam Kitab Taurat.
Rahib menyiapkan suatu perjamuan bagi kafilah itu dengan maksud untuk menyiasat siapa pemilik karamah dari kalangan mereka. Semua anggota rombongan hadir dalam majlis perjamuan itu, kecuali Muhammad SAW seorang diri yang tinggal untuk menjaga barang- barang dan kenderaan.

Ketika Rahib melihat awan itu tidak bergerak, tetap di atas kafilah, bertanyalah beliau: "Apakah di antara kalian masih ada yang tidak hadir di sini? "
Maisarah menjawab:"Hanya seorang yang tinggal untuk menjaga barang-barang."
Rahib pergi menjemput Muhammad SAW dan terus menjabat tangannya, membawanya ke majlis perjamuan.

Ketika Muhammad SAW. bergerak, Rahib memperhatikan awan itu turut bergerak pula mengikuti arah ke mana Muhammad SAW berjalan. Dan di saat Muhammad SAW masuk ke ruangan perjamuan, Rahib keluar kembali menyaksikan awan itu, dan dilihatnya awan itu tetap di atas, tidak bergerak sedikit pun walaupun dihembus angin. Maka mengertilah ia siapa gerangan yang memiliki karamah dan keutamaan itu.

Rahib masuk kembali dan mendekati Muhammad SAW,bertanya: "Hai pemuda, dari negeri mana asalmu?"
"Dari Makkah".
"Dari qabilah mana?" tanya sang Rahib.
"Dari Quraisy, tuan!"
"Dari keluarga siapa?""Keluarga Bani Hasyim."
''Siapa namamu?""Namaku, Muhammad.
"Serta merta ketika mendengar nama itu, Rahib berdiri dan terus memeluk Muhammad SAW serta menciumnya di antara kedua alisnya seraya mengucapkan:
"Laa IlaahaIllallaah, Muhammadar Rasulullah."
Ia menatap wajah Muhammad SAW dengan perasaan takjub, seraya bertanya:
"Sudikah engkau memperlihatkan tanda di badanmu agar jiwaku tenteram dan keyakinanku lebih mantap?"
"Tanda apakah yang tuan maksudkan?" tanya Muhammad SAW.
"Silakan buka bajumu supaya ku lihat tanda akhir kenabian di antara kedua bahumu!"
Muhammad SAW. memperkenankannya, dimana Rahib tua itu melihat dengan jelas ciri-ciri yang dimaksudkan.
"Ya....ya....tertolong, tertolong!" seru Rahib."
Pergilah ke mana hendak pergi. Engkau terus ditolong!"
Rahib itu mengusap wajah Muhammad SAW, sambil menambahkan:
"Hai hiasan di hari kemudian, hai pemberi syafa'at di akhirat, hai peribadi yang mulia, hai pembawa nikmat, hai nabi rahmat bagi seluruh alam!"Dengan pengakuan demikian,
Rahib dari Ahlil-Kitab itu telah menjadi seorang muslim sebelum Muhammad SAW. dengan rasmi menerima wahyu kerasulan dari langit.

Paderi-paderi Yahudi Gemetar Ketakutan

Pasar dibuka beberapa hari lamanya. Semua jualan laris dengan keuntungan berlipat ganda, mengatasi pengalaman yang sudah-sudah.Kebetulan pada saat itu bertepatan dengan hari Yahudi, yang dimeriahkan dengan upacara besar-besaran. Muhammad SAW, Abu Bakar dan Maisarah keluar menonton keramaian itu. Tatkala Muhammad SAW memasuki tempat upacara untuk menyaksikan cara mereka beribadat, maka tiba-tiba berjatuhanlah semua lilin-lilin menyala yang bergantungan pada tali di sekitar ruangan, yang menyebabkan paderi-paderi Yahudi gemetar ketakutan. Seorang di antara mereka bertanya:
"Alamat apakah ini?" Semuanya hairan, cemas dan ketakutan.
"Ini bererti ada orang asing yang hadir di sini," jawab pengerusi upacara.
"Kita baca dalam Taurat bahwa alamat ini akan muncul bilamana seorang lelaki bernama Muhammad SAW, Nabi akhir zaman, mendatangi hari raya agama Yahudi.
"Mungkinlah sekarang orang itu berada di ruangan kita ini. Carilah lelaki itu, dan kalau bertemu, segeralah tangkap!"
Abu Bakar r.a, sahabat Muhammad SAW sejak dari kecil,dan Maisarah, yang mendengar berita itu segera mendekati Muhammad SAW yang berdiri agak terpisah, dan mengajaknya keluar perlahan-lahan di tengah-tengah kesibukan orang yang berdesak-desakan keluar masuk ruangan.

Tanpa menunda waktu lagi, Maisarah segera memerintahkan kafilah berangkat pulang ke Makkah. Dengan demikian tertolonglah Muhammad SAW dari kejahatan orang- orang Yahudi.

Nabi Muhammad Pulang Ke Makkah.

Biasanya dalam perjalanan pulang, kira-kira jarak tujuh hari lagi mendekati Makkah, Maisarah mengirim seorang utusan kepada Khadijah r.a, memberitahukan bakal kedatangan kafilah serta perkara- perkara lain yang menyangkut perjalanan.

Maisarah menawarkan kepada Muhammad SAW: "Apakah engkau bersedia diutus membawa berita ke Makkah?"
Muhammad SAW berkata: "Ya, saya bersedia apabila ditugaskan".
Pemimpin rombongan mempersiapkan unta yang cepat untuk dinaiki oleh utusan yang akan berangkat terlebih dahulu ke kota Makkah. Ia pun menulis sepucuk surat memberikan kepada majikannya bahwa perniagaan kafilah yang disertai Muhammad SAW mendapat hasil laba yang sangat memuaskan, dan menceritakan pula tentang pengalaman- pengalaman aneh yang berkaitan dengan diri Muhammad SAW.

Tatkala Muhammad SAW menuntun untanya dan sudah hilang dari pandangan mata, maka Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s .:
"Hai Jibril, singkatkanlah bumi di bawah kaki-kaki unta Muhammad SAW! Hai Israfil, jagalah ia dari sebelah kanannya! Hai Mikail, jagalah ia dari sebelah kirinya! Hai awan, teduhilah ia di atas kepalanya!"Kemudian Allah SWT mendatangkan ngantuk kepadanya sehingga baginda SAW tertidur nyenyak dan tiba-tiba telah sampai di Makkah dalam tempo yang cukup singkat.
Saat terbangun, ia hairan mendapati dirinya telah berada di pintu masuk kota kelahirannya. Baginda SAW sedar bahwa ini adalah mukjizat Tuhan kepadanya, lalu bersyukur memuji Zat Yang Maha Kuasa. Sementara baginda SAW mengarahkan untanya menuju ke tempat Khadijah r.a, secara kebetulan Khadijah r.a pada saat itu sedang duduk sambil kepalanya keluar jendela memandangi jalan ke arah Syam, tiba-tiba dilihatnya Muhammad SAW di atas untanya dari arah bertentangan di bawah naungan awan yang bergerak perlahan-lahan di atas kepalanya.

Khadijah r.a menajamkan matanya, bimbang kalau-kalau tertipu oleh penglihatannya, sebab yang dilihatnya hanyalah Muhammad SAW sendirian tanpa rombongan,padahal telah dipesannya kepada Maisarah agar menjaganya sebaik-baik. Ia bertanya kepada wanita-wanita sahayanya yang duduk di sekitarnya:
"Apakah kamu mengenali siapa pengendara yang datang itu?" sambil tangannya menunjuk ke arah jalan.
Seorang di antara mereka menjawab:"Seolah-olah Muhammad Al-Amiin, ya sayyidati!"
Kegembiraan Khadijah r.a terlukis dalam ucapannya:
"Kalau benar Muhammad Al-Amiin, maka kamu akan ku merdekakan bilamana ia telah sampai!"

Tak lama kemudian muncullah Muhammad SAW di depan pintu rumah wanita hartawan itu, yang langsung menyambutnya dengan tutur sapa tulus ikhlas:
"Ku berikan anda unta pilihan, tunggangan khusus dengan apa yang ada di atasnya."
Muhammad SAW mengucapkan terima kasih, kemudian menyerahkan surat dari ketua rombongan. Ia minta izin pulang ke rumah bapa saudaranya setelah melaporkan tentang perniagaan mereka ke luar negeri.

Khadijah Menawarkan Diri

Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata:
"Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu! "
Suaranya ramah, bernada dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu diharga dirinya, Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti. katanya:
"Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bahagianku dalam rombongan niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang yatim piatu". Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban.
"Oh, itukah....! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa- apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,"
kata Khadijah r.a."Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu".
Ia berhenti sejenak, meneliti. Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandungi isyarat:
"Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab. Orangnya baik, kaya, diingini oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah aku hendak membawamu".
Khadijah tertunduk lalu melanjutkan:"Tetapi sayang, ada aibnya...! Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mahu, maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu".

Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan, yang lainnya tak tahu apa mahu dijawab. Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al- Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a. Ia minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan.
Ia menceritakan kepada bapa saudaranya:"Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu "anu dan anu...."Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.

Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim.
Katanya: "Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya".
Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya:"Khadijah, kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?"
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata- katanya itu akan dianggap penghinaan.
Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati Atiqah: "Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja ku katakan kepadamu bahwa dirikulah yang ku maksudkan kepada Muhammad SAW. Kalau ia mahu, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak, aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati".
Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat 'Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu sama-sama cerah.
Percakapan menjadi serius."Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah dimaklumi oleh anak bapa saudaramu Waraqah bin Naufah?"
tanya 'Atiqah sambil meneruskan:"Kalau belum cubalah meminta persetujuannya."
"Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan lamaran",

Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan kerana dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.
'Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah.
Semua riang menyambut hasil pertemuan 'Atiqah dengan Khadijah r.a.
"Itu bagus sekali", kata Abu Thalib,
"Tapi kita harus bermesyuarat dengan Muhammad SAW lebih dahulu".

Janda Cantik Bermata Jeli.

Sebelum dijemput oleh bapa saudaranya, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan.
Utusan peribadi Khadijah itu bertanya:
"Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?"
Muhammad SAW menjawab:
"Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada."
"Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?"
"Siapakah dia?" tanya Muhammad SAW.
"Khadijah!" Nafisah berterus terang.
"Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!"Usaha Nafisah berjaya.
Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara- saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya. Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan, budiman. Dan utamanya pula karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya. Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli.

Maka diadakanlah acara yang penuh keindahan itu. Hadir sama Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput. Abu Thalib dengan rasmi meminang Khadijah r.a kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempoh untuk berunding dengan wanita berkenaan.

Pernikahan Muhammad dengan Khadijah

Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepadaWaraqah:
"Hai anak bapa saudaraku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas".
"Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta", ujar Waraqah.
"Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Ku wakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya," demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.

Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kahwin lima ratus dirham.
Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan "Ash-Shiddiq" sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula. Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari Jumaat, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam.

Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah bapa saudaranya bernama 'Amir bin Asad, sedang Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut:
"Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma'ad, dari keturunan Mudhar."
Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia."Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscayalah ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah sama mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kahwin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
"Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman- pengalaman hebat.Semoga Allah memberkati pernikahan ini".

Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.

Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan:
"Hai Al-Amiin, bergembiralah!Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak mahupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah,barang- barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau redhai !"

Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud:"Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan". (Adh-Dhuhaa: Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita.

Dijamin Masuk Syurga.

Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa kenabian. Ia isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun wafatnya disebut "Tahun Kesedihan" ('Aamul Huzni). Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya.

Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama yang dihantar Jibril 'alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:
"Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai diri Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita."
Allah SWT tidak akan mengecewakanmu.
Bukankah engkau orang yang sentiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan?Bukankah engkau selalu berkata benar?
Bukankah engkau sentiasa menyantuni anak yatim piatu, menghormati tetamu dan menghulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?"Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih ingkar terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy.

Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain iaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang dihantar oleh malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada Khadijah radiallahu 'anha serta dihiburnya dengan syurga. Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata: "Wanita yang utama dan yang pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti 'Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir'aun".

Wanita TerbaikSanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW terhadap peribadi Khadijah r.a ialah:"Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam bimbang keingkaran; dia telah membenarkan aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain".Putera-puteri Rasulullah SAW dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang: tiga lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang dibangsakan sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW

SAFAR

Diposting oleh Wanita Sholehah di 01.09 0 komentar
Bulan Safar adalah bulan kedua tahun Hijriyah atau menurut kalendar Islam yang berdasarkan tahun Qamariah ( bulan mengelilingi bumi). Safar artinya kosong. Dinamakan Safar karena dalam bulan ini orang-orang Arab sering meninggalkan rumah mereka menjadi kosong karena melakukan serangan dan menuntut pembalasan atas musuh-musuh mereka. Diantara peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam pada bulan ini ialah Peperangan Al-Abwa pada tahun kedua Hijrah, Peperangan Zi-Amin, tahun ketiga Hijrah dan Peperangan Ar-Raji (Bi’ru Ma’unah) pada tahun keempat Hijrah. 

Di dalam bulan ini juga ada di kalangan umat Islam mengambil kesempatan melakukan hal-hal bid’ah dan khurafat yang bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini dikarenakan menurut kepercayaan turun-temurun sebagian kalangan umat Islam, . bulan Safar ini merupakan bulan turunnya bala bencana dan malapetaka khususnya pada hari Rabu minggu terakhir. Oleh sebab itu setiap tahun mereka akan melaku kan amalan-amalan sebagai cara untuk menolak bala yang mereka percayai itu.

Diantara amalan khurafat yang pernah muncul ialah upacara Pesta Mandi Safar. Dahulu, amalan ini menjadi populer; bahkan sebagian diantaranya masih melakukannya pada masa kini di beberapa tempat. Ketika tiba bulan Safar, umat Islam, terutama yang tinggal berdekatan dengan pantai atau di tepian sungai akan mengadakan upacara mandi beramai-ramai dengan kepercayaan perbuatan tersebut dapat menghapuskan dosa dan menolak bala. Biasanya amalan mandi Safar ini dilakukan pada hari Rabu minggu terakhir dalam bulan Safar. 

Selain daripada amalan tersebut, sebagian umat Islam masa kini, tidak mau mengadakan majelis perkawinan / walimah dalam bulan Safar karena mereka berpendapat dan mempercayai bahwa kedua mempelai nantinya tidak akan mendapat berkah ataupun zuriat. Amalan dan kepercayaan seperti ini jelas bertentangan dengan syariat Islam serta dapat menyebabkan rusaknya akidah.Sebenarnya naas, bala bencana atau pun musibah itu tidaklah terjadi hanya pada bulan Safar saja. Kepercayaan karut(tidak benar/tidak beralasan) itu jelas ditolak dan dilarang dengan kerasnya dalam agama Islam sebagaimana firman Allah Subhanahu Wataala dalam Surah At-Taubah ayat 51 yang artinya : 

Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang kami, dan hanya kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.” 

Mengamalkan hal-hal khurafat atau kepercayaan karut adalah jelas dilarang oleh syarak di samping tidak ada manfaatnya . Kepercayaan seperti ini hanya akan merusak akidah seseorang, dan juga hanya menambah amalan-amalan bid’ah yang buruk. Oleh karena itu, kita hendaklah membuang prasangka atau kepercayaan karut tersebut agar terlepas daripada amalan-amalan yang dapat membawa kepada syirik, menyekutukan Allah.

PERISTIWA PENTING DI BULAN SAFAR

Diposting oleh Wanita Sholehah di 00.59 4 komentar
Beberapa peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam pada bulan Safar, antara lain adalah :
  1. Perkawinan Baginda saw dengan Khadijah binti Khuwailid r.a, terjadi sebelum Nabi saw dilantik menjadi Rasul. 
  2. Kebenaran berperang (2 Hijrah), peperangan pertama yang dihadiri oleh Rasulullah saw adalah ‘Wudan’ atau ‘Abwak’ guna menentang kekufuran;
  3. Tragedi Ar-Raji’, terjadi pada tahun ketiga Hijriyah (pendapat lain, 4 Hijriyah). Sejumlah tujuh orang sahabat Baginda saw diutus untuk mengajar agama Islam kepada kaum ‘Udal dan Al-Qarah, tetapi mereka telah mengkhianati utusan tersebut dengan melakukan serangan tersembunyi di sebuah tempat persinggahan yang bernama Ar-Raji’ di daerah ‘Usfan (kawasan di antara Mekah dan Madinah). Di antara yang menyertai utusan itu Khubaib bin ‘Adiy, Marthad bin Abi Marthad Al Ghanawiy, ‘Asim bin Thabit dan Zaid bin ad-Dathanah. Kesemua sahabat dibunuh di tempat serangan kecuali Khubaib bin ‘Adiy yang dibawa ke Mekah dan dibunuh di sana. Beliau merupakan orang yang pertama menunaikan dua raka’at sunat sebelum dibunuh yang kemudiannya menjadi ikutan sunnah.
  4. Peperangan Bi’ru Ma’unah (4 Hijrah), di bawah pimpinan Al-Munzir bin ‘Amr As Sa’idiy yang ditugaskan untuk berda’wah dan mengajar tentang agama Islam dan Al-Quran kepada Bani ‘Amir disertai oleh 40 orang sahabat Baginda s.a.w;
  5. Pembukaan Khaibar (kubu orang Yahudi) pada tahun ketujuh Hijriyah, disertai juga oleh 20 orang sahabat wanita di antaranya Ummu Salamah, Safiyah binti Abd. Mutallib dan Ummu Aiman. Sebanyak 15 orang sahabat gugur syahid sedangkan di pihak Yahudi pula sebanyak 73 orang mati terbunuh. Orang Yahudi pada mulanya merasakan bahwa mereka tidak dapat dibunuh karena kekuatan mereka, jumlah persenjataan yang lengkap dan jumlahnya yang banyak.
  6. Peperangan Maraj Rahit pada tahun ke-13 Hijriyah di pinggiran bandar Damsyik, Syria di bawah pimpinan Khalid bin Al-Walid.
  7. Pelantikan ‘Abd. Rahman Al Ghafiqiy sebagai Gubernur Andalusia pada tahun 113 Hijrah.
  8. Wafatnya panglima Islam Salahuddin Al-Ayyubiy pada 27 Safar 589 Hijrah. 
  9. Jatuhnya Kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad ke tangan Tatar pada tahun 656 Hijriyah. Khalifah ‘Abbasiah, Al-Mu’tasim Billah, terbunuh beserta ahli keluarganya, orang-orang ternama negara dan ratusan ribu orang Islam. Ribuan kitab Islam musnah.
(Dari beberapa sumber)

Perhiasan Dunia Terindah Adalah Wanita Sholehah...

Diposting oleh Wanita Sholehah di 00.03 1 komentar
Sebuah berita gembira datang dari sebuah hadits Rosul bahwa Rosulullah Saw. Bersabda : 

”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.”  (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)
 
Di dalam Islam, peranan seorang istri memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berumah-tangga dan peranannya yang sangat dibutuhkan menuntutnya untuk memilih kualitas yang baik sehingga bisa menjadi seorang istri yang baik. Pemahamannya, perkataaannya dan kecenderungannya, semua ditujukan untuk mencapai keridho’an Allah Swt., Tuhan semesta Alam. Ketika seorang istri membahagiakan suaminya yang pada akhirnya, hal itu adalah untuk mendapatkan keridho’an dari Allah Swt. sehingga dia (seorang istri) berkeinginan untuk mengupayakannya.

Kualitas seorang istri seharusnya memenuhi sebagaimana yang disenangi oleh pencipta-Nya yang tersurat dalam surat Al-Ahzab. Seorang Wanita Muslimah adalah seorang wanita yang benar (dalam aqidah), sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya tatkala suami tidak ada di rumah, mempertahankan keutuhan (rumah tangga) dalam waktu susah dan senang serta mengajak untuk senantiasa ada dalam pujian Allah Swt.


Ketika seorang Wanita Muslimah menikah (menjadi seorang istri) maka dia harus mengerti bahwa dia memiliki peranan yang khusus dan pertanggungjawaban dalam Islam kepada pencipta-Nya, Allah Swt. menjadikan wanita berbeda dengan pria sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an:

”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (QS. An Nisaa’ , 4:32)

Kita dapat melihat dari ayat ini bahwa Allah Swt. membuat perbedaan yang jelas antara peranan laki-laki dan wanita dan tidak diperbolehkan bagi laki-laki atau wanita untuk menanyakan ketentuan peranan yang telah Allah berikan sebagaimana firman Allah:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al Ahzab, 33:36)

Karenanya, seorang istri akan membenarkan Rasulullah dan akan membantu suaminya untuk menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah (hukum Islam) dan memastikan suaminya untuk kembali melaksanakan kewajiban-kewajibannya, begitupun dengan kedudukan suami, dia juga harus memenuhi kewajiban terhadap istrinya.

Diantara hak-hak lainnya, seorang istri memiliki hak untuk Nafaqah (diberi nafkah) yang berupa makanan, pakaian dan tempat untuk berlindung yang didapatkan dari suaminya. Dia (suami) berkewajiban membelanjakan hartanya untuk itu walaupun jika istri memiliki harta sendiri untuk memenuhinya. Rasulullah Saw. Bersabda :

”Istrimu memiliki hak atas kamu bahwa kamu mencukupi mereka dengan makanan, pakaian dan tempat berlindung dengan cara yang baik.” (HR. Muslim)

Ini adalah penting untuk dicatat bahwa ketika seorang istri menunaikan kewajiban terhadap suaminya, dia (istri) telah melakukan kepatuhan terhadap pencipta-Nya, karenanya dia (istri yang telah menunaikan kewajibannya) mendapatkan pahala dari Tuhan-Nya. Rasulullah Saw. mencintai istri-istrinya karena kesholehan mereka.

Aisyah Ra. suatu kali meriwayatkan tentang kebaikan kualitas Zainab Ra., istri ketujuh dari Rosulullah Saw.,

”Zainab adalah seseorang yang kedudukannya hampir sama kedudukannya denganku dalam pandangan Rasulullah, dan aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih terdepan kesholehannya daripada Zainab Ra., lebih dalam kebaikannya, lebih dalam kebenarannya, lebih dalam pertalian darahnya, lebih dalam kedermawanannya dan pengorbanannya dalam hidup serta mempunyai hati yang lebih lembut, itulah yang menyebabkan ia lebih dekat kepada Allah”.
Seperti kebesaran Wanita-wanita Muslimah yang telah dicontohkan kepada kita, patut kiranya bagi kita untuk mencontohnya dengan cara mempelajari kesuciannya, kekuatan dari karakternya, kebaikan imannya dan kebijaksanaan mereka. Usaha untuk mencontoh Ummul Mukminin yang telah dijanjikan surga (oleh Allah) dapat menunjuki kita kepada karunia surga.

Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda :

“Ketika seorang wanita menunaikan sholat 5 waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan masuk surga dengan beberapa pintu yang dia inginkan.” (HR. Al Bukhari, Al Muwatta’ dan Musnad Imam Ahmad)

Wahai Muslimah yang tulus, perhatikan bagaimana Nabi Saw. menjadikan sikap ta’at kepada suami sebagai dari bagian amal perbuatan yang dapat mewajibkan masuk surga, seperti shalat, puasa; karena itu bersungguh-sungguhlah dalam mematuhinya dan jauhilah sikap durhaka kepadanya, karena di dalam kedurhakan kepada suami terdapat murka Allah Swt.


Sumber : http://www.thejihads.com/2009/05/perhiasan-dunia-terindah-adalah-wanita.html