Sabtu, 15 Januari 2011

Adab-Adab Berbicara Bagi Wanita Muslimah


Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta’ala berfirman:

” لا خير في كثير من نجواهم إلا من أمر بصدقة أو معروف أو إصلاح بين الناس ” (النساء: الآية 114).

Artinya:

“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)

Dan ketahuilah wahai saudariku,semoga Allah ta’ala merahmatimu dan menunjukimu kepada jalan kebaikan, bahwa disana ada yang senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu.

“عن اليمين وعن الشمال قعيد. ما يلفظ من قولٍ إلا لديه رقيب عتيد ” (ق: الآية 17-18)

Artinya:

“Seorang duduk disebelah kanan,dan yang lain duduk disebelah kiri.tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qaaf:17-18).

Maka jadikanlah ucapanmu itu menjadi perkataan yang ringkas, jelas yang tidak bertele-tele yang dengannya akan memperpanjang pembicaraan.

Bacalah Al qur’an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid keseharianmu, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupanmu agar engkau bisa mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti.

عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما- عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” يقال لصاحب القرآن: اقرأ وارتق ورتّل كما كنت ترتّل في الدنيا فإن منزلتك عند آخر آية تقرؤها رواه أبو داود والترمذي

Dari abdullah bin ‘umar radiyallohu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, beliau bersabda:

dikatakan pada orang yang senang membaca alqur’an: bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.

HR.abu daud dan attirmidzi

Tidaklah terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan, karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” كفى بالمرء كذباً أن يتحدّث بكل ما سمع “

Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu,sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan.”

(HR.Muslim dan Abu Dawud)

Jauhilah dari sikap menyombongkan diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia.

عن عائشة – رضي الله عنها- أن امرأة قالت: يا رسول الله، أقول إن زوجي أعطاني ما لم يعطني؟ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” المتشبّع بما لم يُعط كلابس ثوبي زور “.

Dari aisyah radiyallohu ‘anha, ada seorang wanita yang mengatakan:wahai Rasulullah, aku mengatakan bahwa suamiku memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya.berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam,: orang yang merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi, seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (muttafaq alaihi)

Sesungguhnya dzikrullah memberikan pengaruh yang kuat didalam kehidupan ruh seorang muslim, kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. maka bersemangatlah wahai saudariku muslimah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah ta’ala, disetiap waktu dan keadaanmu. Allah ta’ala memuji hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:

” الذين يذكرون الله قياماً وقعوداً وعلى جنوبهم… ” (آل عمران: الآية 191).

Artinya:

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (Ali imran:191).

Jika engkau hendak berbicara,maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, dimana Beliau bersabda:

” وإن أبغضكم إليّ وأبعدكم مني مجلساً يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون “.

“sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat : orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa ta’ajjub terhadap ucapannya.”

(HR.Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiallahu anhu)

Jauhilah dari terlalu banyak tertawa,terlalu banyak berbicara dan berceloteh.jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, sebagai teladan bagimu, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir beliau Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, menjauhkan diri dari terlalu banyak tertawa dan menyibukkan diri dengannya.bahkan jadikanlah setiap apa yang engkau ucapkan itu adalah perkataan yang mengandung kebaikan, dan jika tidak, maka diam itu lebih utama bagimu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:

” من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت “.

” Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik,atau hendaknya dia diam.”

(muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah pendengar yang baik dan itu lebih beradab bagimu, dan ketika harus membantahnya, maka jadikanlah bantahanmu dengan cara yang paling baik sebagai syi’ar kepribadianmu.

Berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang terbata-bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara.Alah Ta’ala berfirman:

” يا أيها الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيراً منهم ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيراً منهن ” (الحجرات: الآية 11).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.”

(QS.Al-Hujurat:11)

Jika engkau mendengarkan bacaan Alqur’an, maka berhentilah dari berbicara, apapun yang engkau bicarakan, karena itu merupakan adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya, didalam firman-Nya:

: ” وإذا قرىء القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون ” (الأعراف: الآية 204).

Artinya: “dan apabila dibacakan Alqur’an,maka dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi rahmat”. Qs.al a’raf :204

Bertakwalah kepada Allah wahai saudariku muslimah,bersihkanlah majelismu dari ghibah dan namimah (adu domba) sebagaimana yang Allah ‘azza wajalla perintahkan kepadamu untuk menjauhinya. bersemangatlah engkau untuk menjadikan didalam majelismu itu adalah perkataan-perkataan yang baik,dalam rangka menasehati,dan petunjuk kepada kebaikan. perkataan itu adalah sebuah perkara yang besar, berapa banyak dari perkataan seseorang yang dapat menyebabkan kemarahan dari Allah ‘azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka. Didalam hadits Mu’adz radhiallahu anhu tatkala Beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam: apakah kami akan disiksa dengan apa yang kami ucapkan? Maka jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

” ثكلتك أمك يا معاذ. وهل يكبّ الناس في النار على وجوههم إلا حصائدُ ألسنتهم ” ( رواه الترمذي).

“engkau telah keliru wahai Mu’adz, tidaklah manusia dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan disebabkan oleh ucapan-ucapan mereka.”

(HR.Tirmidzi,An-Nasaai dan Ibnu Majah)

Berhati-hatilah -semoga Allah menjagamu- dari menghadiri majelis yang buruk dan berbaur dengan para pelakunya, dan bersegeralah-semoga Allah menjagamu- menuju majelis yang penuh dengan keutamaan, kebaikan dan keberuntungan.

Jika engkau duduk sendiri dalam suatu majelis, atau bersama dengan sebagian saudarimu, maka senantiasalah untuk berdzikir mengingat Allah ‘azza wajalla dalam setiap keadaanmu sehingga engkau kembali dalam keadaan mendapatkan kebaikan dan mendapatkan pahala. Allah ‘azza wajalla berfirman:

” الذين يذكرون الله قياماً وقعوداً وعلى جنوبهم “. (آل عمران: الآية 191)

Artinya: “(yaitu) orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri,atau duduk,atau dalam keadaan berbaring” (QS..ali ‘imran :191)

Jika engkau hendak berdiri keluar dari majelis, maka ingatlah untuk selalu mengucapkan:

” سبحانك الله وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك “.

“maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala pujian,aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu”

Sehingga diampuni bagimu segala kesalahanmu di dalam majelis tersebut.

Ditulis oleh: Haya Bintu Mubarak Al-Buraik

Dari kitab: mausu’ah al-mar’ah al-muslimah: 31-34

Alih bahasa : Ummu Aiman

Sumber: http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=68:adab-adab-berbicara-bagi-wanita-muslimah&catid=28:muslimah&Itemid=54

Jumat, 14 Januari 2011

Delapan Hal Yang Perlu di Perhatikan Muslimah

kebanyakan saudari muslimah secara tidak sadar atau karena belum tahu hukumnya dalam islam, melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat islam. Hal-hal yang dilarang keras bahkan pelakunya diancam siksaan yang pedih. Padahal Allah sudah memberikan tuntunan dan peringatan serta balasan atas perbuatan yang dilakukan.

Kewajiban memakai Jilbab

Masih saja ada yang menanyakan(menyangsikan) kewajiban berjilbab. Padahal dasar hukumnya sudah jelas yaitu:

* Surat Al-Ahzab ayat 59 (33:59)

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

* Surat An-Nuur: ayat 31 (24:31)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasanny, kecuali yang biasa tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau buda-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang beriman supaya kamu beruntung ”

“(Ini adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. (An-Nuur:1)

Ayat pertama Surat An-Nuur yang mendahului ayat-ayat yang lain. Yang berarti hukum-hukum yang berada di surat itu wajib hukumnya.

* Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya:
“Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”

* Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”

* Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya :
“Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”

* Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu 'alahi wa sallam:
“Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).

Masihkah menyangsikan kewajiban mamakai Jilbab?

Menggunjing, Gosip = Ghibah


Maaf saudari muslimah, ini juga sangat2 sering dilakukan tanpa sadar. Begitu saja terjadi dan tiak terasa bahwa itu salah satu dosa, karena begitu biasanya. Definisi ghibah dapat kita lihat dalam hadits Rasulullah berikut ini:

“Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah menjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Allah berfirman:

” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Menjaga Suara

Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai penyiar atau MC karena memang termasuk modal utamanya adalah suara yang indah dan merdu. Begitu mudahnya wanita memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Dia telah memperingatkan:

“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda : “Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).
Sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya. Wallahu a’lam

Mencukur alis mata


Abdullah bin Mas'ud RadhiyAllohu 'anhu, dia berkata :

"Alloh Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Alloh".

Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang belum menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri untuk suami atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun disetujui oleh suaminya. Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah datang ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.

Memakai Wangi-wangian


Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:

“Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu 'alahi wa sallam:

“Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).

Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata :

Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).

Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata :

“Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).

Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Berkata Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37

“Bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah termasuk perbuatan dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”.

Memakai Pakaian transparan dan membentuk tubuh/ketat

Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda :

“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu :
“Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR.Muslim).

Ibnu Abdil Barr berkata :
“Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” ( Tanwirul Hawalik III/103).

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata :

“Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis,namun ia menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi II/234-235).

Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda :

“Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).

Aisyah pernah berkata:
” Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya (Ibnu Sad VIII/71).

Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya :
Baju, khimar dan milhafah (mantel)” (Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).

Memakai Pakaian menyerupai pakaian Laki-laki

Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata:

“Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199-200)
Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda :
“Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.”

Dalam lafadz lain :
“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” ( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.

Memakai Pakaian menyerupai pakaian Wanita Kafir

Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya :

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik(Al-Hadid:16).”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya:
“Janganlah mereka seperti…” merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan (Al-Iqtidha… hal. 43).
Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman : Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (Q.S. Al-baqarah:104).
Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek.

Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.


http://adivictoria1924.wordpress.com/2010/06/15/8-hal-yang-harus-diperhatikan-seorang-muslimah/

Merawat Kecantikan & Ketampanan Ala Ibnu Sina


Allah SWT itu indah, dan mencintai keindahan. Sesungguhnya Allah SWT itu bersih dan mencintai kebersihan. Demikian ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW yang telah melecut para ilmuwan Muslim sejak dahulu kala untuk berkontribusi dalam bidang perawatan kecantikan, mulai dari rambut hingga ujung kaki.

Diantara ilmuwan muslim itu ialah Ibnu Sina (980 -1037 M), dokter Muslim legendaris. (Dalam literatur Barat, ia dikenal sebagai Avicenna.) Dalam kitabnya, Qanin fi Thib atau Canon of Medicine, secara khusus ia menuliskan rahasia dan resep perawatan kecantikan mulai rambut hingga ujung kaki. Tips perawatan kecantikan itu ditulis dalam bab khusus yang disebut ziyet (penampilan fisik).

Memang, istilah ziynet kerap digunakan untuk menyebut hiasan-hiasan. Namun Prof Nil Sari dari Fakultas Kedokteran Istanbul University dalam tulisannnya berjudul ‘Beauty, Hair and Body Care in the Canon of Ibn Sina http://muslimheritage.com/topics/default.cfm?ArticleID=521 mengungkapkan, dalam kitab itu Ibnu Sina menjelaskan tips dan rahasia berkaitan dengan penampilan, seperti perawatan rambut dan tubuh.

Menurut Prof Nil, Ibnu Sina pada abad ke-10 sudah membahas penyakit kulit, perawatan, dan penyembuhannya. ”Ia juga membahas masalah berat badan, misalnya kegemukan dan kekurusan serta dampaknya terhadap penampilan,” tutur Prof Nil. Ibnu Sina juga membahas simptom atau gejala. Ia mengupas berbagai masalah kecantikan yang kerap dihadapi setiap orang, seperti rambut rontok, kulit yang berubah pucat, dan bagaimana merampingkan tubuh. Dalam kitabnya yang fenomenal itu, ia juga mengungkapkan formula perawatan rambut dan kulit.

Selain itu, Ibnu Sina juga memaparkan penyakit-penyakit kulit, metabolisme serta makanan yang perlu dikonsumsi dan tidak untuk menjaga kecantikan tubuh. Akan tetapi, Ibnu Sina mengupas masalah kecantikan bukan untuk mempercantik diri, melainkan lebih menekankan pada sudut pandang kesehatan dengan cara merawat tubuh.

Masalah Rambut

Dalam kitabnya, Ibnu Sina mengungkap rahasia perawatan rambut. Ia mengkaji semua hal tentang rambut (sha’r), jenggot dan lainnya. Ia sudah mampu mengungkapkan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencegah rambut dan jenggot rontok. Selain itu, dia juga memaparkan cara mendapatkan rambut yang lebat dan panjang. Ibnu Sina juga memaparkan bagaimana cara menata rambut, seperti mendapatkan rambut halus yang lurus atau keriting.

Tak hanya itu, Ibn Sina juga menjelaskan metode untuk mengubah warna rambut, misalnya, warna rambut dibuat lebih gelapkan warnanya, dengan warna hitam pekat, atau warna rambut diubah menjadi merah, cokelat, dan lainnya. “Semua hal tentang pertumbuhan rambut, penyakit, pengobatan dijelaskan sesuai dengan teori humoral. Tetapi sulit untuk memahami arti medis dari beberapa istilah,” ungkap Prof Nil.

Khusus tentang rambut, Ibnu Sina mengkaji masalah kebotakan dan beragam penyebab rontoknya rambut. Menurut dia, terdapat tiga faktor yang membuat rambut gagal tumbuh. Ppertama, “zat” rambut tidak menembus ke dalam tempat tumbuhnya rambut. Kedua, ‘zat’ menembus ke tempat rambut tumbuh, namun tak bertahan di tempat itu. Ketiga, “zat” rambut merusak, akibatnya tak cocok untuk pertumbuhan rambut.

Pengobatan rambut

Selain mengindentifikasi masalah penyebab kerusakan rambut, Ibnu Sina pun menawarkan pengobatannya. Secara khusus, ia menulis ”obat melindungi rambut.” Prinsip-prinsip pengobatan penyakit terkait rambut didasarkan pada teori humoral. Obat yang melindungi rambut, papar ibnu Sina, harus memiliki “daya tarik” untuk menormalkan dan menyesuaikan suhu (hararet-i latîfe-i jazzabe) dan “mempertahankan kekuatan zat” (quvva-i kâbiza).

Perawatan kulit

Selain membahas berbagai masalah tentang rambut, Ibnu Sina juga mengupas perwatan kulit secara detail. Masalah perawatan, penyakit dan pengobatan kulit diuraikan sang dokter legendaris dalam artikel kedua bab ziynet. Pada abad ke-10 M, Avicenna sudah mampu menjelaskan secara ilmiah perubahan warna pada kulit.

Menurut Ibnu Sina, ada sejumlah faktor yang menyebabkan perubahan warna kulit seperti sinar matahari, udara dingin, angin, usia lanjut, jarang mandi, makanan yang terlalu asin serta perubahan dalam darah. Sang dokter juga merinci tentang penyebab kulit mencaji pucat. Kata dia, penyebab kulit pucat antara lain, penyakit, kegelisahan, kelaparan, terlalu banyak jimak (hubungan seks), sakit parah, cuaca terlalu panas, kurang minum serta faktor lainnya.



”Hal yang luar biasa Ibnu Sina sudah mempu mengamati hubungan antara geophagia (kebiasaan memakan tanah) dengan anemia,” ungkap Prof Nil. Ibnu Sina dalam bab ziynet juga sudah memberi solusi penyembuhan dan perawatan masalah yang biasa dialami pada kulit itu.

Penyakit kulit

Masalah penting lainnya yang dijelaskan Ibnu Sina mengenai jenis-jenis penyakit kulit dan pengobatannya. Dalam artikel ketiga, sang dokter sudah menjelaskan penyebab terjadinya kulit melepuh, jerawat, bisul, borok serta penyakit kulit lainnya.Menurut Prof Nil, pembahasan rahasia merwat kecantikan, rambut dan kulit yang dijelaskan Ibnu Sina diklasifikasikan berdasarkan gejala. Contohnya, rambut rontok, kulit pucat tau tubuh menjadi kurus. Dalam bab ziynet, penyakit-penyakit kulit juga dibahas Avicenna dalam artikelnya tentang kulit. Pembahasan kulit secara khusus, dikaji dan dikupas dalam artikel ketiga.

Ibnu Sina juga membahas masalah kecantikan dengan mengklasifikasikan organ. Ia mengupas masalah kecantikan mulai dari kepala yakni tentang perawatan rambut dan diakhiri dengan mempelajari kaki. Sang dokter berupaya membahas masalah kesehatan tubuh secara runut dari atas sampai ke bawah.

”Topik mengenai ziynet sebagai berhubungan dengan kosmetika,” tutur Prof Nil. Ibnu Sina
ternyata sudah mampu menawarkan formula perawatan untuk rambut dan kulit. Selain itu, ia juga sudah menjelaskan mengenai penyakit-penyakit kulit yang banyak dialami, metabolisme, terapi fisik dan haematologi. ”Ibnu Sina mengupas masalah ini bukan untuk mempercantik orang, tapi bagaimana menyembuhkan penyakit yang dapat merusak penampilan.” desy susilawati/hri


Madu sebagai Obat Kecantikan


Ibnu Sina melakukan penelitian terhadap bahan-bahan alami yang ada pada masanya. Salah satu bahan alami yang ditawarkannya untuk merawat kecantikan tubuh adalah madu dan minyak zaitun. Kedua bahan tersebut ternyata mampu menjadi obat mujarab yang digunakan sebagai kosmetika yang memiliki beragam khasiat.

Menurut Avicenna, madu dan minyak zaitun bisa mengencangkan kulit muka dan seluruh kulit badan. Kedua bahan alami yang mendapat perhatian khusus dalam Alquran itu mampu menghilangkan flek-flek hitam dan jamur kulit. Selain itu, madu dan minyak zaitun juga bisa menghaluskan kulit dan mengurangi reutan pada wajah.

Yang tak kalah menariknya, Ibnu Sina pun telah menemukan fakta bahwa minyak zaitun dan madu mampu menghilangkan bau badan yang tak sedap, serta bisa memberikan vitamin pada kulit dan melembabkannya. Selain untuk kosmetik, madu juga bisa digunakan untuk bearagam kegunaan lainnya.

Mulai dari makanan, obat-obatan sampai bahan untuk alat-alat kecantikan. Sejatinya, manfaat madu telah dirasakan peradaban manusia sejak dahulu kala. Orang Mesir Kuno telah mengonsumsinya. Penduduk Mesir Kuno sudah terbiasa memanfaatkan madu sebagai makanan bergizi tinggi serta obat berbagai macam penyakit yang mujarab.

Meski begitu, peradaban kuno belum mampu menjelaskannya secara ilmiah. Adalah Ibnu Sina seorang dokter legendaris sepanjang masa yang telah berhasil membuktikan kebenaran khasiat madu tersebut, dalam usia tua. Konon, Ibnu Sina masih tetap kelihatan sehat dan segar bugar layaknya seorang pemuda, karena terbiasa mengonsumsi madu.

http://muhshodiq.wordpress.com/2009/02/20/merawat-kecantikan-ala-ibnu-sina/

Rabu, 12 Januari 2011

Ketika Para Gadis Muslimah Belajar Dari Kisah Pernikahan Cinderella

ilustrasi: kawanimut.multiply.com

“Rapunzel....lay down your hair...” Ibu tiri Rapunzel memanggil sang putri raja cantik jelita yang dalam kisah film kartun Rapunzel, digambarkan sebagai toko film kartun yang digambarkan berwajah cantik jelita, memiliki tubuh dan wajah yang mempesona serta bergelar putri raja, begitu memukau penonton yang kebanyakan anak-anak perempuan berbagai umur, baik dewasa remaja maupun anak-anak.

Tokoh-tokoh film kartun yang digemari anak-anak perempuan dari dulu hingga sekarang selalu menggambarkan wanita cantik yang lemah gemulai, lembut dan rupawan, cerdas dan cantik, yang menemukan cinta sejati, satu-satunya pria gagah yang menolong sang putri dari kutukan ataupun nasib buruk lainnya dengan mencium lembut bibir sang putri yang digambarkan sebagian awalan dari cinta kasih yang suci dan sejati.

Padahal ciuman pertama yang diperoleh sang putri dari bibir pemuda yang baru dikenalnya jelas adalah bentuk perzinahan karena dilakukan dengan orang lain yang bukan muhrimnya. Namun di dalam kisah film anak-anak, hal tersebut digambarkan sebagai cinta sejati.

Kisah romantika percintaan kaum putri dengan pangeran yang paling terkenal adalah kisah Cinderella yang kehilangan sepatu kaca dan akhirnya menemukan seorang pangeran yang tampan rupawan yang menikahinya dan akhir ceritanya ditutup dengan berdansa dan perkawinan yang bahagia selamanya. Kisah cinta tersebut kemudian dikembangkan dan ditutup dengan akhiran yang menggambarkan pernikahan yang diselenggarakan antara sang putri dengan penolongnya yang akhirnya kisah selesai dengan akhiran happily ever after, akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.

Gambaran tokoh film kartun Cinderella, Snow White, Rapunzel dan film-film kartun lainnya sungguh sangat meninabobokan kaum wanita yang telah diprogram sejak anak-anak remaja kita dan anak-anak gadis kita masih kecil. Hal yabg digambarkan adalah sebuah kisah percintaan yang sangat romantis dimana sang putri adalah pihak yang lemah yang menunggu datangnya seorang pangeran yang menyuguhkan cinta sejati, dan hidup bahagia selamanya.

Kaum wanita dari kecil dininabobokan kisah percintaan seperti itu, sehingga persiapan bagi para anak gadis kurang dipersiapkan dikalangan umat islam. Seharusnya kita mampu membuat film yang menyuguhkan kisah pernikahan dan walimahan seorang gadis yang digambarkan akan memperoleh lelaki yang baik bila dari kecil mereka taat pada Allah, mampu menjaga dirinya dan menjadi pribadi gadis yang solehah yang pada akhirnya hanya lelaki soleh saja yang mampu untuk menyuntingnya. Dan perjuangan sang gadis dalam memperoleh pangeran hatinya berupa lelaki yang soleh itu, digambarkan dengan ketekunannnya menjaga solat malam, menjaga dirinya dan menjaga serta memperbanyak amalan soleh.

Fenomena yang ada sekarang sangat banyak, anak gadis kita yang dilalaikan dengan kisah-kisah romansa percintaan yahudi, sehingga pada umumnya banyak anak gadis kita yang memuliakan sebuah resepsi pernikahan dengan romansa percintaan picisan yang dikemas dengan nama kisah Cinderela, Rapunzel maupun Snow White yang kemudian berkembang dengan kisah-kisah percintaan di sinetron, dan terakhir romansa percintaan film-film korea yang sangat digandrungi anak gadis jaman sekarang.

Wahai, dimanakah kisah sohabiyah yang mampu menggandeng dan membentuk kisah-kisah percintaan yang islami sehingga gadis-gadis kaum muslimah memiliki contoh bagaimana pernikahan yang akan dilaluinya nanti dilakukan secara islami, tidak hanya sekedar happily ever after (hidup bahagia selamanya), yang penuh khayal dan membuat sang gadis tidak siap dan sangat terkejut ketika menemukan kenyataan yang sesungguhnya dalam kehidupan berumah tangga.

http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/ketika-para-gadis-muslimah-belajar-dari-kisah-pernikahan-cinderella.htm

Selasa, 11 Januari 2011

Mengapa Wanita Banyak Menghuni Neraka ?


Sebuah pernyataan yang cukup lazim terdengar di telinga kita bahwa kebanyakan penduduk neraka dihuni oleh para wanita.

Berdasarkan Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Aku melihat ke dalam surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.”

Muncul pertanyaan di benak kita, apa yang menyebabkan kebanyakan wanita menjadi penduduk neraka? Dalam sebuah kisah ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka.

Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, “ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma)


Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda, “ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu)

Bagi para muslimah atau umumnya wanita ketika membaca atau mendengar hadist-hadist di atas sontak naik darah dan tidak bisa menerima sepenuhnya. Minimal akan berhujjah bahwasanya wanita bisa berbuat demikian karena ada penyebabnya, bukan tiba-tiba ingin berlaku demikian. Siapapun kalau ditanya tentu saja tidak ada yang ingin masuk neraka apalagi diklaim akan masuk neraka. Naudzubillah mindzalik!

Memang, berlayar mengarungi bahterah rumah tangga itu tidak semudah yang dibayangkan. Seorang muslimah tepatnya seorang istri, tidak saja harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup tapi juga mutlak dibutuhkan mental baja dan manajemen yang baik dalam mengelola gelombang kehidupan beserta segala pernak pernik yang menyertainya. Ketika urusan rumah tangga tidak pernah ada habisnya, anak-anak rewel dan kondisi fisik sedang tidak fit, kemudian suami pulang kerja minta dilayani tanpa mau perduli dengan kondisi kita, biasanya, dalam kondisi seperti ini tidak banyak wanita yang tetap mampu mengendalikan kesabarannya. Manusiawi bukan? Belum tentu!Justru dalam situasi seperti inilah keimanan dan kesabaran kita akan teruji. Apakah kita masih bisa mengeluarkan kata-kata manis sekaligus rona muka penuh dengan senyum ketulusan? Sulit memang! Tapi sulit bukan berarti tidak bisa!

Jika kita cermati hadist diatas secara seksama, maka akan kita dapati beberapa sebab mengapa wanita bisa menjadi penduduk minoritas di surga, di antaranya :

Pertama, kufur terhadap kebaikan-kebaikan suami. Sebuah fenomena yang sering kita saksikan, seorang istri yang mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya dalam waktu yang panjang hanya karena satu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Padahal seharusnya seorang istri selalu bersyukur terhadap apa-apa yang diberikan suaminya, karena Allah SWT tidak akan melihat istri yang seperti ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam,“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr).

Kedua, durhaka terhadap suami. Durhaka yang sering dilakukan seorang istri adalah durhaka dalam ucapan dan perbuatan. Wujud durhaka dalam ucapan di antaranya ketika seorang istri membicarakan keburukan-keburukan suaminya kepada teman-teman atau keluarganya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i. Sedangkan durhaka dalam perbuatan diantaranya bersikap kasar atau menampakkan muka yang masam ketika memenuhi panggilan suami, tidak mau melayani suami dengan alasan yang tidak syar’i, pergi atau ke luar rumah tanpa izin suami, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, atau sebaliknya enggan berdandan dan mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu.

Jika demikian keadaannya maka sungguh merugi wanita-wanita yang kufur dan durhaka terhadap suaminya. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada surga karena mengikuti hawa nafsu belaka.

Jalan ke surga memang tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan melalui rintangan-rintangan yang berat dan terjal. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini Allah menjanjikan surga bagi orang-orang yang sabar menempuhnya.

Sementara, jalan menuju ke neraka penuh dengan keindahan yang menggoda dan setiap manusia sangat tertarik untuk melaluinya. Tetapi, sadarlah bahwa di ujung jalan ini, neraka telah menyambut dengan beragam siksa-Nya.

Lalu, bagaimana caranya agar para wanita atau para istri tidak terperosok ke dalam neraka?

Jangan pesimis, masih banyak cara dan tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri jika kita ingin menjadi penduduk minoritas di surga.

Masih ingat kan, ketika rasulullah bersabda dalam sebuah hadist shahih jami’, “Perempuan apabila shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki.”

Mengacu dari hadist di atas, mari kita berlomba menegakkan sholat dengan lebih khusu’, memperbayak sholat-sholat sunah karena sholat yang benar dan khusu’ bisa membentengi diri kita dari perbuatan yang munkar. Selain puasa/shaum wajib di bulan romadhon, latihlah diri untuk terbiasa melakukan shaum sunah. Hiasilah diri dengan sabar dalam ketaatan dengan suami dan banyak-banyaklah beristigfar karena istigfar bisa meruntuhkan dosa-dosa kecil yang tidak kita sadari.

Dan juga ada sebuah amalan yang sepele tapi sering terlupakan adalah bershodaqoh (sedekah). Bershodaqohlah dalam keadaan lapang dan sempit karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka.

Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda, “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)

Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya. Amin. Wallahu’alam.

http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/mengapa-wanita-banyak-menghuni-neraka.htm

Wanita dan Laki-laki Sholeh


Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:

* Saya berkata,‘Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli’.”
* Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilai seperti sayap burung nasar.”
* Saya berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, ‘Laksana mutiara yang tersimpan baik’.” (Al-waqi’ah : 23)
* Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.
* Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’.” (Ar-Rahman : 70)
* Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita”
* Saya berkata lagi, Jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik’.” (Ash-Shaffat : 49)
* Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”
* Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Penuh cinta lagi sebaya umurnya’.” (Al-Waqi’ah : 37)
* Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”
* Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
* Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
* Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
* Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”
* Saya berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”
* Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”

Sungguh indah perkataan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam yang menggambarkan tentang bidadari bermata jeli. Namun betapa lebih indah lagi dikala beliau mengatakan bahwa wanita dunia yang taat kepada Allah lebih utama dibandingkan seorang bidadari. Ya, bidadari saudaraku.

Sungguh betapa mulianya seorang muslimah yang kaffah diin islamnya. Mereka yang senantiasa menjaga ibadah dan akhlaknya, senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Sungguh, betapa indah gambaran Allah kepada wanita shalehah, yang menjaga kehormatan diri dan suaminya. Yang tatkala cobaan dan ujian menimpa, hanya kesabaran dan keikhlasan yang ia tunjukkan. Di saat gemerlap dunia kian dahsyat menerpa, ia tetap teguh mempertahankan keimanannya.

Sebaik-baik perhiasan ialah wanita salehah. Dan wanita salehah adalah mereka yang menerapkan islam secara menyeluruh di dalam dirinya, sehingga kelak ia menjadi penyejuk mata bagi orang-orang di sekitarnya. Senantiasa merasakan kebaikan di manapun ia berada. Bahkan seorang “Aidh Al-Qarni menggambarkan wanita sebagai batu-batu indah seperti zamrud, berlian, intan, permata, dan sebagainya di dalam bukunya yang berjudul “Menjadi wanita paling bahagia”.

Subhanallah. Tak ada kemuliaan lain ketika Allah menyebutkan di dalam al-quran surat an-nisa ayat 34, bahwa wanita salehah adalah yang tunduk kepada Allah dan menaati suaminya, yang sangat menjaga di saat ia tak hadir sebagaimana yang diajarkan oleh Allah.

Dan bidadari pun cemburu kepada mereka karena keimanan dan kemuliaannya. Bagaimana caranya agar menjadi wanita salehah? Tentu saja dengan melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala laranganNya. Senantiasa meningkatkan kualitas diri dan menularkannya kepada orang lain. Wanita dunia yang salehah kelak akan menjadi bidadari-bidadari surga yang begitu indah.

Ciri-ciri Laki-laki Yang Sholeh, yaitu Laki-laki yang:

* Senantiasa taat kepada Allah swt dan Rasullulah saw.
* Jihad Fisabilillah adalah tujuan hidupnya.
* Mati syahid adalah cita cita hidup yang tertinggi.
* Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah swt.
* Ikhlas dalam beramal.
* Kampung akhirat maejadi tujuan utama hidupnya.
* Sangat takut kepada ujian Allah swt. dan ancamannya.
* Selalu memohon ampun atas segala dosa-dosanya.
* Zuhud dengan dunia tetapi tidak meninggalkannya.
* Sholat malam menjadi kebiasaannya.
* Tawakal penuh kepada Allah taala dan tidak mengeluh kecuali kepada Allah swt
* Selalu berinfaq dalam keadaan lapang maupun sempit.
* Menerapkan nilai kasih sayang sesama mukmin dan ukhwah diantara mereka.
* Sangat kuat amar maaruf dan nahi munkarnya.
* Sangat kuat memegang amanah, janji dan kerahasiaan.
* Pemaaf dan lapang dada dalam menghadapi kebodohan manusia, senantiasa saling
koreksi sesama ikhwan dan tawadhu penuh kepada Allah swt.
* Kasih sayang dan penuh pengertian kepada keluarga.

http://bayuzu.blogspot.com/2010/10/wanita-sholehah-bidadari-surga-terindah.html

Senin, 10 Januari 2011

Surat An-Nisa’, Satu Bukti Islam Memuliakan Wanita


Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Berbekal pengetahuan tentang Islam yang tipis, tak sedikit kalangan yang dengan lancangnya menghakimi agama ini, untuk kemudian menelorkan kesimpulan-kesimpulan tak berdasar yang menyudutkan Islam. Salah satunya, Islam dianggap merendahkan wanita atau dalam ungkapan sekarang ‘bias jender’. Benarkah?

Sudah kita maklumi keberadaan wanita dalam Islam demikian dimuliakan, terlalu banyak bukti yang menunjukkan kenyataan ini. Sampai-sampai ada satu surah dalam Al-Qur`anul Karim dinamakan surah An-Nisa`, artinya wanita-wanita, karena hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita lebih banyak disebutkan dalam surah ini daripada dalam surah yang lain. (Mahasinut Ta`wil, 3/6)

Untuk lebih jelasnya kita lihat beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang berbicara tentang wanita.

1. Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.

Surah An-Nisa` dibuka dengan ayat:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (An-Nisa`: 1)

Ayat ini merupakan bagian dari khutbatul hajah yang dijadikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka khutbah-khutbah beliau. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dari jiwa yang satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan pasangannya. Qatadah dan Mujahid rahimahumallah mengatakan bahwa yang dimaksud jiwa yang satu adalah Nabi Adam ‘alaihissalam. Sedangkan pasangannya adalah Hawa. Qatadah mengatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. (Tafsir Ath-Thabari, 3/565, 566)

Dalam hadits shahih disebutkan:

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ، وَِإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلْعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ وَفِيْهَا عِوَجٌ

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Bila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang namun padanya ada kebengkokan.” (HR. Al-Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 3632)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini ada dalil dari ucapan fuqaha atau sebagian mereka bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk. Hadits ini menunjukkan keharusan berlaku lembut kepada wanita, bersikap baik terhadap mereka, bersabar atas kebengkokan akhlak dan lemahnya akal mereka. Di samping juga menunjukkan dibencinya mentalak mereka tanpa sebab dan juga tidak bisa seseorang berambisi agar si wanita terus lurus. Wallahu a’lam.”(Al-Minhaj, 9/299)

2. Dijaganya hak perempuan yatim.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا

“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (An-Nisa`: 3)

Urwah bin Az-Zubair pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى maka Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab, “Wahai anak saudariku1. Perempuan yatim tersebut berada dalam asuhan walinya yang turut berserikat dalam harta walinya, dan si wali ini ternyata tertarik dengan kecantikan si yatim berikut hartanya. Maka si wali ingin menikahinya tanpa berlaku adil dalam pemberian maharnya sebagaimana mahar yang diberikannya kepada wanita lain yang ingin dinikahinya. Para wali pun dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim terkecuali bila mereka mau berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim serta memberinya mahar yang sesuai dengan yang biasa diberikan kepada wanita lain. Para wali kemudian diperintah untuk menikahi wanita-wanita lain yang mereka senangi.” Urwah berkata, “Aisyah menyatakan, ‘Setelah turunnya ayat ini, orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perkara wanita, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat:

وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ

“Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita.” (An-Nisa`: 127)

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang lain:

وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ

“Sementara kalian ingin menikahi mereka (perempuan yatim).” (An-Nisa`: 127)

Salah seorang dari kalian (yang menjadi wali/pengasuh perempuan yatim) tidak suka menikahi perempuan yatim tersebut karena si perempuan tidak cantik dan hartanya sedikit. Maka mereka (para wali) dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim yang mereka sukai harta dan kecantikannya kecuali bila mereka mau berbuat adil (dalam masalah mahar, pent.). Karena keadaan jadi terbalik bila si yatim sedikit hartanya dan tidak cantik, walinya enggan/tidak ingin menikahinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4574 dan Muslim no. 7444)

Masih dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ

Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka dan apa yang dibacakan kepada kalian dalam Al-Qur`an tentang para wanita yatim yang kalian tidak memberi mereka apa yang ditetapkan untuk mereka sementara kalian ingin menikahi mereka.” (An-Nisa`: 127)

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

أُنْزِلَتْ فِي الْيَتِيْمَةِ، تَكُوْنُ عِنْدَ الرَّجُلِ فَتَشْرِكُهُ فِي مَالِهِ، فَيَرْغَبُ عَنْهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا وَيَكْرَهُ أَنْ يُزَوِّجَهَا غَيْرَهُ، فَيَشْرَكُهُ فِي ماَلِهِ، فَيَعْضِلُهَا، فَلاَ يَتَزَوَّجُهَا وَيُزَوِّجُهَا غَيْرَهُ.

“Ayat ini turun tentang perempuan yatim yang berada dalam perwalian seorang lelaki, di mana si yatim turut berserikat dalam harta walinya. Si wali ini tidak suka menikahi si yatim dan juga tidak suka menikahkannya dengan lelaki yang lain, hingga suami si yatim kelak ikut berserikat dalam hartanya. Pada akhirnya, si wali menahan si yatim untuk menikah, ia tidak mau menikahinya dan enggan pula menikahkannya dengan lelaki selainnya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5131 dan Muslim no. 7447)

3. Cukup menikahi seorang wanita saja bila khawatir tidak dapat berlaku adil secara lahiriah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki.” (An-Nisa`: 3)

Yang dimaksud dengan adil di sini adalah dalam perkara lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran. Adapun dalam perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah dituntut untuk adil, karena hal ini di luar kesanggupan seorang hamba. Dalam Al-Qur`anul Karim dinyatakan:

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ

“Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kalian terlalu cenderung kepada istri yang kalian cintai sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” (An-Nisa`: 129)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Maksudnya, kalian wahai manusia, tidak akan mampu berlaku sama di antara istri-istri kalian dari segala sisi. Karena walaupun bisa terjadi pembagian giliran malam per malam, namun mesti ada perbedaan dalam hal cinta, syahwat, dan jima’. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ‘Abidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, dan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahumullah.”

Setelah menyebutkan sejumlah kalimat, Ibnu Katsir rahimahullah melanjutkan pada tafsir ayat: فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ maksudnya apabila kalian cenderung kepada salah seorang dari istri kalian, janganlah kalian berlebih-lebihan dengan cenderung secara total padanya, فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ “sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” Maksudnya istri yang lain menjadi terkatung-katung. Kata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan, Adh Dhahhak, Ar-Rabi` bin Anas, As-Suddi, dan Muqatil bin Hayyan, “Makna كَالْمُعَلَّقَةِ, seperti tidak punya suami dan tidak pula ditalak.” (Tafsir Al-Qur`anil Azhim, 2/317)

Bila seorang lelaki khawatir tidak dapat berlaku adil dalam berpoligami, maka dituntunkan kepadanya untuk hanya menikahi satu wanita. Dan ini termasuk pemuliaan pada wanita di mana pemenuhan haknya dan keadilan suami terhadapnya diperhatikan oleh Islam.

4. Hak memperoleh mahar dalam pernikahan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisa`: 4)

5. Wanita diberikan bagian dari harta warisan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa`: 7)

Sementara di zaman jahiliah, yang mendapatkan warisan hanya lelaki, sementara wanita tidak mendapatkan bagian. Malah wanita teranggap bagian dari barang yang diwarisi, sebagaimana dalam ayat:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا

“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa.” (An-Nisa`: 19)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan, “Dulunya bila seorang lelaki di kalangan mereka meninggal, maka para ahli warisnya berhak mewarisi istrinya. Jika sebagian ahli waris itu mau, ia nikahi wanita tersebut dan kalau mereka mau, mereka nikahkan dengan lelaki lain. Kalau mau juga, mereka tidak menikahkannya dengan siapa pun dan mereka lebih berhak terhadap si wanita daripada keluarga wanita itu sendiri. Maka turunlah ayat ini dalam permasalahan tersebut.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 4579)

Maksud dari ayat ini, kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah, adalah untuk menghilangkan apa yang dulunya biasa dilakukan orang-orang jahiliah dari mereka dan agar wanita tidak dijadikan seperti harta yang diwariskan sebagaimana diwarisinya harta benda. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 5/63)

Bila ada yang mempermasalahkan, kenapa wanita hanya mendapatkan separuh dari bagian laki-laki seperti tersebut dalam ayat:

يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ

“Allah mewasiatkan kepada kalian tentang pembagian warisan untuk anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan….” (An-Nisa`: 11)

Maka dijawab, inilah keadilan yang sesungguhnya. Laki-laki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada wanita karena laki-laki butuh bekal yang lebih guna memberikan nafkah kepada orang yang di bawah tanggungannya. Laki-laki banyak mendapatkan beban. Ia yang memberikan mahar dalam pernikahan dan ia yang harus mencari penghidupan/penghasilan, sehingga pantas sekali bila ia mendapatkan dua kali lipat daripada bagian wanita. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/160)

6. Suami diperintah untuk berlaku baik pada istrinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hal ini:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (istri)ku.”2 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/173)

7. Suami tidak boleh membenci istrinya dan tetap harus berlaku baik terhadap istrinya walaupun dalam keadaan tidak menyukainya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)

Dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (5/65), Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ (“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka”), dikarenakan parasnya yang buruk atau perangainya yang jelek, bukan karena si istri berbuat keji dan nusyuz, maka disenangi (dianjurkan) (bagi si suami) untuk bersabar menanggung kekurangan tersebut. Mudah-mudahan hal itu mendatangkan rizki berupa anak-anak yang shalih yang diperoleh dari istri tersebut.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni mudah-mudahan kesabaran kalian dengan tetap menahan mereka (para istri dalam ikatan pernikahan), sementara kalian tidak menyukai mereka, akan menjadi kebaikan yang banyak bagi kalian di dunia dan di akhirat. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang ayat ini: ‘Si suami mengasihani (menaruh iba) istri (yang tidak disukainya) hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan rizki kepadanya berupa anak dari istri tersebut dan pada anak itu ada kebaikan yang banyak’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya.” (Al-Minhaj, 10/58)

8. Bila seorang suami bercerai dengan istrinya, ia tidak boleh meminta kembali mahar yang pernah diberikannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا. وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Dan jika kalian ingin mengganti istri kalian dengan istri yang lain sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian mengambil kembali sedikitpun dari harta tersebut. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`: 20-21)

9. Termasuk pemuliaan terhadap wanita adalah diharamkan bagi mahram si wanita karena nasab ataupun karena penyusuan untuk menikahinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ

“Diharamkan atas kalian menikahi ibu-ibu kalian, putri-putri kalian, saudara-saudara perempuan kalian, ‘ammah kalian (bibi/ saudara perempuan ayah), khalah kalian (bibi/ saudara perempuan ibu), putri-putri dari saudara laki-laki kalian (keponakan perempuan), putri-putri dari saudara perempuan kalian, ibu-ibu susu kalian, saudara-saudara perempuan kalian sepersusuan, ibu mertua kalian, putri-putri dari istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah berpisah dengan kalian) maka tidak berdosa kalian menikahi putrinya. Diharamkan pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian (menantu)…” (An-Nisa`: 23)

Diharamkannya wanita-wanita yang disebutkan dalam ayat di atas untuk dinikahi oleh lelaki yang merupakan mahramnya, tentu memiliki hikmah yang agung, tujuan yang tinggi yang sesuai dengan fithrah insaniah. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)

Di akhir ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

“(Diharamkan atas kalian) menghimpunkan dalam pernikahan dua wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah terjadi di masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa`: 23)

Ayat di atas menetapkan bahwa seorang lelaki tidak boleh mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam ikatan pernikahan karena hal ini jelas akan mengakibatkan permusuhan dan pecahnya hubungan di antara keduanya. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)

Demikian beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang menyinggung tentang wanita. Apa yang kami sebutkan di atas bukanlah membatasi, namun karena tidak cukupnya ruang, sementara hanya demikian yang dapat kami persembahkan untuk pembaca yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufik.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Footnote:

1 Karena ibu ‘Urwah, Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma adalah saudara perempuan Aisyah radhiyallahu ‘anha.
2 HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.

Sumber: Majalah Asy Syari’ah, Vol. IV/No. 38/1429H/2008, Kategori: Niswah, hal. 80-85. Dicopy dari http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=617

Lelaki Muslim Haram Memakai Cincin Emas dan Kain Sutera


Saat ini banyak pria yang memakai cincin emas atau kain sutera. Bahkan saat pernikahan, sering mempelai pria dan wanita sama-sama memakai cincin kawin yang terbuat dari emas. Padahal haram bagi lelaki untuk memakai cincin emas. Nanti akan kami sebut dalil-dalilnya.

Ada orang yang berargumen bahwa lelaki boleh memakai cincin emas dengan dalil di bawah serta tak adanya larangan memakai cincin emas dalam Al Qur’an:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” [Al A’raaf 31]

Tapi dari ayat di atas Allah sudah melarang kita untuk tidak berlebihan. Memakai perhiasan emas bagi lelaki adalah hal yang berlebihan. Allah tidak suka.

Kemudian tidak semua hal dijelaskan dalam Al Qur’an. Sebagai contoh, perintah Shalat di Al Qur’an cuma garis besarnya saja. Ada pun rincian cara shalat, dijelaskan oleh utusan Allah: Nabi Muhammad SAW. Karena itu, Hadits Nabi juga harus kita ikuti karena setelah mentaati Perintah Allah, kita juga wajib mentaati perintah RasulNya:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An Nisaa’ 59]

Allah melarang pria memakai perhiasan emas karena itu bisa jadi alat berbangga-bangga:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al Hadiid 20]

Ada orang yang berpendapat Emas Putih, Platina, atau Berlian yang lebih mahal daripada Emas halal karena itu bukan emas. Cuma emas yang diharamkan, kata mereka. Meski tidak ada dalil Emas Putih, Platina, atau Berlian itu haram bagi pria, namun Nabi dan sahabat tidak pernah memakainya. Jadi belum tentu halal.

Sebagaimana ayat Al Qur’an yang menyatakan khamar dan judi itu haram, bukan berarti yang haram itu cuma khamar atau judi yang biasa digunakan di Arab saat itu. Tapi setiap yang memabukkan (misalnya Wiskey, Bir, Narkoba, dan Vodka) juga haram karena faktor memabukkannya. Begitu pula meski judi yang dulu biasa dipakai adalah melempar anak panah, itu bukan berarti Kasino atau Judi Bola itu halal. Faktor spekulasi dan mengambil harta orang lain bukan dengan jalan yang hak itulah yang membuatnya haram.

Nah intisari/substansi pengharaman emas bagi pria adalah larangan Bermegahan, hidup mewah, Berlebihan, Boros, Pamer, dan sebagainya. Ini bukan cuma berlaku bagi emas, tapi bagi perhiasan mahal lainnya seperti arloji Rolex yang harganya bisa mencapai US$ 350.000 (Rp . 3,2 milyar/2000 dinar!) Coba perhatikan dan pahami ayat-ayat di bawah:

“…orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” [Hud 116]

“…Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” [Al Israa' 16]

“Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong.” [Al Mu'minuun 64]

“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya” [Saba' 34]

“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi Peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” [Az Zukhruf 23]

“Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.” [Al Waqi'ah 45]

Allah membenci ummat Islam yang hidup mewah. Banyak orang-orang kafir yang masuk neraka karena hidup mewah. Pola hidup orang mewah adalah pamer/riya akan hartanya. Lebih menumpuk harta ketimbang membantu orang-orang miskin atau mujahid yang berjuang di jalan Allah. Karena merasa besar/kibir akan kemewahan yang mereka pamerkan, mereka cenderung menganggap dirinya paling hebat dan paling benar serta menolak kebenaran.

Mungkin ada yang berpendapat Nabi dan para Sahabat seperti Abu Bakar, Umar, dan Usman itu kaya. Mereka memang memiliki banyak rezeki atau uang, tapi mereka lebih senang mensedekahkannya untuk jalan Allah dan Fakir Miskin. Nabi hidupnya sangat sederhana dan tidur di atas pelepah kurma. Abu Bakar ra menyumbangkan seluruh hartanya untuk jihad di jalan Allah. Umar menyumbang separuh, sedang Usman menyumbang sepertiga dari hartanya. Adakah para aghniya atau orang-orang kaya Muslim sekarang seperti mereka?




Jauh. Kebanyakan justru seperti orang-orang kaya/mewah yang tercantum dalam Al Qur’an.
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. ” [Al Israa' 26-27]

Janganlah pikiran kita lalai karena perhiasan dunia:

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [Al Kahfi 28]

Seorang pria hendaknya menafkahkan hartanya seperti emas di jalan Allah. Bukan cuma jadi hiasan:

“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” [At Taubah 35]

Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah menjelaskan ajaran Islam dan memberi contoh cara hidup Islami.

Pada mulanya memang cincin emas tidak dilarang. Namun setelah itu Nabi Muhammad membuangnya. Para sahabat juga ikut membuang cincin emas mereka:

Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:

Bahwa Rasulullah saw. menyuruh untuk membuatkan cincin dari emas. Beliau meletakkan mata cincinnya pada bagian dalam telapak tangan bila beliau memakainya. Orang-orang pun berbuat serupa. Kemudian suatu ketika, beliau duduk di atas mimbar lalu mencopot cincin itu seraya bersabda: Aku pernah memakai cincin ini dan meletakkan mata cincinnya di bagian dalam. Lalu beliau membuang cincin itu dan bersabda: Demi Allah, aku tidak akan memakainya lagi untuk selamanya! Orang-orang juga ikut membuang cincin-cincin mereka. (Shahih Muslim No.3898)

Nabi Muhammad jelas melarang kaum pria (wanita boleh) memakai cincin emas:

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:

Dari Nabi saw., beliau melarang memakai cincin emas. (Shahih Muslim No.3896)

Oleh karena itu, pada pernikahan, sebaiknya mempelai pria jangan memakai cincin emas karena itu haram. Dosa. Sebaiknya pakai cincin perak, atau tidak pakai cincin sama sekali.

Nabi Muhammad SAW juga melarang para pria untuk memakai pakaian sutera. Oleh karena itu janganlah pakai pakaian sutera seperti Batik Sutera, Dasi Sutera, atau Kaos Kaki yang terbuat dari Sutera:

Hadis riwayat Barra’ bin Azib ra., ia berkata:

Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk melaksanakan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan kami menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin (mengucap yarhamukallah), melaksanakan sumpah dengan benar, menolong orang yang teraniaya, memenuhi undangan dan menyebarkan salam. Beliau melarang kami dari cincin atau bercincin emas, minum dengan wadah dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qas (terbuat dari sutera) serta mengenakan pakaian sutera baik yang tebal dan tipis. (Shahih Muslim No.3848)

Hadis riwayat Hudzaifah bin Yaman ra.:

Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian minum dalam wadah emas dan perak dan jangan mengenakan pakaian sutera sebab pakaian sutera itu untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia dan untuk kalian di akhirat pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.3849)

Dari Abu Musa Al Asy’ary ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda, “Memakai kain sutera dan emas itu haram bagi umatku yang laki-laki; dan halal bagi umatku yang perempuan.” (HR. At Turmudzy)

Dari Umar bin Khattab ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Janganlah kamu sekalian memakai kain sutera, karena sesungguhnya orang yang telah memakainya di dunia maka nanti di akhirat tidak akan memakainya lagi.” (HR. Bukhari Muslim)

Dari Anas ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Barangsiapa yang memakai kain sutera di dunia maka ia tidak akan memakainya nanti di akhirat.” (HR. Bukhari Muslim)

Nabi saw mengambil sutera dan dipegangnya dengan tangan kanan. Lalu beliau mengambil emas dan memegangnya dengan tangan kiri. Kemudian beliau bersabda, “Dua macam perhiasan ini haram bagi kalangan laki-laki umatku.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasai, Ibn Hibban, dan Ibn Majah).

Perintah Nabi di atas sangat jelas. Mendurhakai perintah Nabi, akan mengundang azab Allah yang keras:

“Dan berapalah banyaknya penduduk negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan” [Ath Thalaaq 8]

http://media-islam.or.id/2010/12/30/lelaki-muslim-haram-memakai-cincin-emas-dan-kain-sutera/#more-1512

Sabtu, 15 Januari 2011

Adab-Adab Berbicara Bagi Wanita Muslimah

Diposting oleh Wanita Sholehah di 16.49 0 komentar

Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta’ala berfirman:

” لا خير في كثير من نجواهم إلا من أمر بصدقة أو معروف أو إصلاح بين الناس ” (النساء: الآية 114).

Artinya:

“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)

Dan ketahuilah wahai saudariku,semoga Allah ta’ala merahmatimu dan menunjukimu kepada jalan kebaikan, bahwa disana ada yang senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu.

“عن اليمين وعن الشمال قعيد. ما يلفظ من قولٍ إلا لديه رقيب عتيد ” (ق: الآية 17-18)

Artinya:

“Seorang duduk disebelah kanan,dan yang lain duduk disebelah kiri.tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qaaf:17-18).

Maka jadikanlah ucapanmu itu menjadi perkataan yang ringkas, jelas yang tidak bertele-tele yang dengannya akan memperpanjang pembicaraan.

Bacalah Al qur’an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid keseharianmu, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupanmu agar engkau bisa mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti.

عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما- عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” يقال لصاحب القرآن: اقرأ وارتق ورتّل كما كنت ترتّل في الدنيا فإن منزلتك عند آخر آية تقرؤها رواه أبو داود والترمذي

Dari abdullah bin ‘umar radiyallohu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, beliau bersabda:

dikatakan pada orang yang senang membaca alqur’an: bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.

HR.abu daud dan attirmidzi

Tidaklah terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan, karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” كفى بالمرء كذباً أن يتحدّث بكل ما سمع “

Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu,sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan.”

(HR.Muslim dan Abu Dawud)

Jauhilah dari sikap menyombongkan diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia.

عن عائشة – رضي الله عنها- أن امرأة قالت: يا رسول الله، أقول إن زوجي أعطاني ما لم يعطني؟ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” المتشبّع بما لم يُعط كلابس ثوبي زور “.

Dari aisyah radiyallohu ‘anha, ada seorang wanita yang mengatakan:wahai Rasulullah, aku mengatakan bahwa suamiku memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya.berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam,: orang yang merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi, seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (muttafaq alaihi)

Sesungguhnya dzikrullah memberikan pengaruh yang kuat didalam kehidupan ruh seorang muslim, kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. maka bersemangatlah wahai saudariku muslimah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah ta’ala, disetiap waktu dan keadaanmu. Allah ta’ala memuji hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:

” الذين يذكرون الله قياماً وقعوداً وعلى جنوبهم… ” (آل عمران: الآية 191).

Artinya:

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (Ali imran:191).

Jika engkau hendak berbicara,maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, dimana Beliau bersabda:

” وإن أبغضكم إليّ وأبعدكم مني مجلساً يوم القيامة الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون “.

“sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat : orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa ta’ajjub terhadap ucapannya.”

(HR.Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiallahu anhu)

Jauhilah dari terlalu banyak tertawa,terlalu banyak berbicara dan berceloteh.jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, sebagai teladan bagimu, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir beliau Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, menjauhkan diri dari terlalu banyak tertawa dan menyibukkan diri dengannya.bahkan jadikanlah setiap apa yang engkau ucapkan itu adalah perkataan yang mengandung kebaikan, dan jika tidak, maka diam itu lebih utama bagimu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:

” من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت “.

” Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik,atau hendaknya dia diam.”

(muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah pendengar yang baik dan itu lebih beradab bagimu, dan ketika harus membantahnya, maka jadikanlah bantahanmu dengan cara yang paling baik sebagai syi’ar kepribadianmu.

Berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang terbata-bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara.Alah Ta’ala berfirman:

” يا أيها الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيراً منهم ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيراً منهن ” (الحجرات: الآية 11).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.”

(QS.Al-Hujurat:11)

Jika engkau mendengarkan bacaan Alqur’an, maka berhentilah dari berbicara, apapun yang engkau bicarakan, karena itu merupakan adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya, didalam firman-Nya:

: ” وإذا قرىء القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون ” (الأعراف: الآية 204).

Artinya: “dan apabila dibacakan Alqur’an,maka dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi rahmat”. Qs.al a’raf :204

Bertakwalah kepada Allah wahai saudariku muslimah,bersihkanlah majelismu dari ghibah dan namimah (adu domba) sebagaimana yang Allah ‘azza wajalla perintahkan kepadamu untuk menjauhinya. bersemangatlah engkau untuk menjadikan didalam majelismu itu adalah perkataan-perkataan yang baik,dalam rangka menasehati,dan petunjuk kepada kebaikan. perkataan itu adalah sebuah perkara yang besar, berapa banyak dari perkataan seseorang yang dapat menyebabkan kemarahan dari Allah ‘azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka. Didalam hadits Mu’adz radhiallahu anhu tatkala Beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam: apakah kami akan disiksa dengan apa yang kami ucapkan? Maka jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

” ثكلتك أمك يا معاذ. وهل يكبّ الناس في النار على وجوههم إلا حصائدُ ألسنتهم ” ( رواه الترمذي).

“engkau telah keliru wahai Mu’adz, tidaklah manusia dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan disebabkan oleh ucapan-ucapan mereka.”

(HR.Tirmidzi,An-Nasaai dan Ibnu Majah)

Berhati-hatilah -semoga Allah menjagamu- dari menghadiri majelis yang buruk dan berbaur dengan para pelakunya, dan bersegeralah-semoga Allah menjagamu- menuju majelis yang penuh dengan keutamaan, kebaikan dan keberuntungan.

Jika engkau duduk sendiri dalam suatu majelis, atau bersama dengan sebagian saudarimu, maka senantiasalah untuk berdzikir mengingat Allah ‘azza wajalla dalam setiap keadaanmu sehingga engkau kembali dalam keadaan mendapatkan kebaikan dan mendapatkan pahala. Allah ‘azza wajalla berfirman:

” الذين يذكرون الله قياماً وقعوداً وعلى جنوبهم “. (آل عمران: الآية 191)

Artinya: “(yaitu) orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri,atau duduk,atau dalam keadaan berbaring” (QS..ali ‘imran :191)

Jika engkau hendak berdiri keluar dari majelis, maka ingatlah untuk selalu mengucapkan:

” سبحانك الله وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك “.

“maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala pujian,aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu”

Sehingga diampuni bagimu segala kesalahanmu di dalam majelis tersebut.

Ditulis oleh: Haya Bintu Mubarak Al-Buraik

Dari kitab: mausu’ah al-mar’ah al-muslimah: 31-34

Alih bahasa : Ummu Aiman

Sumber: http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=68:adab-adab-berbicara-bagi-wanita-muslimah&catid=28:muslimah&Itemid=54

Jumat, 14 Januari 2011

Delapan Hal Yang Perlu di Perhatikan Muslimah

Diposting oleh Wanita Sholehah di 21.30 0 komentar
kebanyakan saudari muslimah secara tidak sadar atau karena belum tahu hukumnya dalam islam, melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat islam. Hal-hal yang dilarang keras bahkan pelakunya diancam siksaan yang pedih. Padahal Allah sudah memberikan tuntunan dan peringatan serta balasan atas perbuatan yang dilakukan.

Kewajiban memakai Jilbab

Masih saja ada yang menanyakan(menyangsikan) kewajiban berjilbab. Padahal dasar hukumnya sudah jelas yaitu:

* Surat Al-Ahzab ayat 59 (33:59)

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

* Surat An-Nuur: ayat 31 (24:31)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasanny, kecuali yang biasa tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau buda-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang beriman supaya kamu beruntung ”

“(Ini adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. (An-Nuur:1)

Ayat pertama Surat An-Nuur yang mendahului ayat-ayat yang lain. Yang berarti hukum-hukum yang berada di surat itu wajib hukumnya.

* Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya:
“Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”

* Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”

* Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya :
“Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”

* Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu 'alahi wa sallam:
“Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).

Masihkah menyangsikan kewajiban mamakai Jilbab?

Menggunjing, Gosip = Ghibah


Maaf saudari muslimah, ini juga sangat2 sering dilakukan tanpa sadar. Begitu saja terjadi dan tiak terasa bahwa itu salah satu dosa, karena begitu biasanya. Definisi ghibah dapat kita lihat dalam hadits Rasulullah berikut ini:

“Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah menjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Allah berfirman:

” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Menjaga Suara

Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai penyiar atau MC karena memang termasuk modal utamanya adalah suara yang indah dan merdu. Begitu mudahnya wanita memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Dia telah memperingatkan:

“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda : “Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).
Sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya. Wallahu a’lam

Mencukur alis mata


Abdullah bin Mas'ud RadhiyAllohu 'anhu, dia berkata :

"Alloh Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Alloh".

Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang belum menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri untuk suami atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun disetujui oleh suaminya. Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah datang ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.

Memakai Wangi-wangian


Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:

“Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu 'alahi wa sallam:

“Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).

Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata :

Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).

Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata :

“Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).

Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Berkata Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37

“Bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah termasuk perbuatan dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”.

Memakai Pakaian transparan dan membentuk tubuh/ketat

Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda :

“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu :
“Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR.Muslim).

Ibnu Abdil Barr berkata :
“Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” ( Tanwirul Hawalik III/103).

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata :

“Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis,namun ia menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi II/234-235).

Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda :

“Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).

Aisyah pernah berkata:
” Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya (Ibnu Sad VIII/71).

Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya :
Baju, khimar dan milhafah (mantel)” (Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).

Memakai Pakaian menyerupai pakaian Laki-laki

Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata:

“Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199-200)
Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda :
“Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.”

Dalam lafadz lain :
“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” ( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.

Memakai Pakaian menyerupai pakaian Wanita Kafir

Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya :

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik(Al-Hadid:16).”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya:
“Janganlah mereka seperti…” merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan (Al-Iqtidha… hal. 43).
Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman : Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (Q.S. Al-baqarah:104).
Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek.

Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.


http://adivictoria1924.wordpress.com/2010/06/15/8-hal-yang-harus-diperhatikan-seorang-muslimah/

Merawat Kecantikan & Ketampanan Ala Ibnu Sina

Diposting oleh Wanita Sholehah di 01.00 0 komentar

Allah SWT itu indah, dan mencintai keindahan. Sesungguhnya Allah SWT itu bersih dan mencintai kebersihan. Demikian ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW yang telah melecut para ilmuwan Muslim sejak dahulu kala untuk berkontribusi dalam bidang perawatan kecantikan, mulai dari rambut hingga ujung kaki.

Diantara ilmuwan muslim itu ialah Ibnu Sina (980 -1037 M), dokter Muslim legendaris. (Dalam literatur Barat, ia dikenal sebagai Avicenna.) Dalam kitabnya, Qanin fi Thib atau Canon of Medicine, secara khusus ia menuliskan rahasia dan resep perawatan kecantikan mulai rambut hingga ujung kaki. Tips perawatan kecantikan itu ditulis dalam bab khusus yang disebut ziyet (penampilan fisik).

Memang, istilah ziynet kerap digunakan untuk menyebut hiasan-hiasan. Namun Prof Nil Sari dari Fakultas Kedokteran Istanbul University dalam tulisannnya berjudul ‘Beauty, Hair and Body Care in the Canon of Ibn Sina http://muslimheritage.com/topics/default.cfm?ArticleID=521 mengungkapkan, dalam kitab itu Ibnu Sina menjelaskan tips dan rahasia berkaitan dengan penampilan, seperti perawatan rambut dan tubuh.

Menurut Prof Nil, Ibnu Sina pada abad ke-10 sudah membahas penyakit kulit, perawatan, dan penyembuhannya. ”Ia juga membahas masalah berat badan, misalnya kegemukan dan kekurusan serta dampaknya terhadap penampilan,” tutur Prof Nil. Ibnu Sina juga membahas simptom atau gejala. Ia mengupas berbagai masalah kecantikan yang kerap dihadapi setiap orang, seperti rambut rontok, kulit yang berubah pucat, dan bagaimana merampingkan tubuh. Dalam kitabnya yang fenomenal itu, ia juga mengungkapkan formula perawatan rambut dan kulit.

Selain itu, Ibnu Sina juga memaparkan penyakit-penyakit kulit, metabolisme serta makanan yang perlu dikonsumsi dan tidak untuk menjaga kecantikan tubuh. Akan tetapi, Ibnu Sina mengupas masalah kecantikan bukan untuk mempercantik diri, melainkan lebih menekankan pada sudut pandang kesehatan dengan cara merawat tubuh.

Masalah Rambut

Dalam kitabnya, Ibnu Sina mengungkap rahasia perawatan rambut. Ia mengkaji semua hal tentang rambut (sha’r), jenggot dan lainnya. Ia sudah mampu mengungkapkan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencegah rambut dan jenggot rontok. Selain itu, dia juga memaparkan cara mendapatkan rambut yang lebat dan panjang. Ibnu Sina juga memaparkan bagaimana cara menata rambut, seperti mendapatkan rambut halus yang lurus atau keriting.

Tak hanya itu, Ibn Sina juga menjelaskan metode untuk mengubah warna rambut, misalnya, warna rambut dibuat lebih gelapkan warnanya, dengan warna hitam pekat, atau warna rambut diubah menjadi merah, cokelat, dan lainnya. “Semua hal tentang pertumbuhan rambut, penyakit, pengobatan dijelaskan sesuai dengan teori humoral. Tetapi sulit untuk memahami arti medis dari beberapa istilah,” ungkap Prof Nil.

Khusus tentang rambut, Ibnu Sina mengkaji masalah kebotakan dan beragam penyebab rontoknya rambut. Menurut dia, terdapat tiga faktor yang membuat rambut gagal tumbuh. Ppertama, “zat” rambut tidak menembus ke dalam tempat tumbuhnya rambut. Kedua, ‘zat’ menembus ke tempat rambut tumbuh, namun tak bertahan di tempat itu. Ketiga, “zat” rambut merusak, akibatnya tak cocok untuk pertumbuhan rambut.

Pengobatan rambut

Selain mengindentifikasi masalah penyebab kerusakan rambut, Ibnu Sina pun menawarkan pengobatannya. Secara khusus, ia menulis ”obat melindungi rambut.” Prinsip-prinsip pengobatan penyakit terkait rambut didasarkan pada teori humoral. Obat yang melindungi rambut, papar ibnu Sina, harus memiliki “daya tarik” untuk menormalkan dan menyesuaikan suhu (hararet-i latîfe-i jazzabe) dan “mempertahankan kekuatan zat” (quvva-i kâbiza).

Perawatan kulit

Selain membahas berbagai masalah tentang rambut, Ibnu Sina juga mengupas perwatan kulit secara detail. Masalah perawatan, penyakit dan pengobatan kulit diuraikan sang dokter legendaris dalam artikel kedua bab ziynet. Pada abad ke-10 M, Avicenna sudah mampu menjelaskan secara ilmiah perubahan warna pada kulit.

Menurut Ibnu Sina, ada sejumlah faktor yang menyebabkan perubahan warna kulit seperti sinar matahari, udara dingin, angin, usia lanjut, jarang mandi, makanan yang terlalu asin serta perubahan dalam darah. Sang dokter juga merinci tentang penyebab kulit mencaji pucat. Kata dia, penyebab kulit pucat antara lain, penyakit, kegelisahan, kelaparan, terlalu banyak jimak (hubungan seks), sakit parah, cuaca terlalu panas, kurang minum serta faktor lainnya.



”Hal yang luar biasa Ibnu Sina sudah mempu mengamati hubungan antara geophagia (kebiasaan memakan tanah) dengan anemia,” ungkap Prof Nil. Ibnu Sina dalam bab ziynet juga sudah memberi solusi penyembuhan dan perawatan masalah yang biasa dialami pada kulit itu.

Penyakit kulit

Masalah penting lainnya yang dijelaskan Ibnu Sina mengenai jenis-jenis penyakit kulit dan pengobatannya. Dalam artikel ketiga, sang dokter sudah menjelaskan penyebab terjadinya kulit melepuh, jerawat, bisul, borok serta penyakit kulit lainnya.Menurut Prof Nil, pembahasan rahasia merwat kecantikan, rambut dan kulit yang dijelaskan Ibnu Sina diklasifikasikan berdasarkan gejala. Contohnya, rambut rontok, kulit pucat tau tubuh menjadi kurus. Dalam bab ziynet, penyakit-penyakit kulit juga dibahas Avicenna dalam artikelnya tentang kulit. Pembahasan kulit secara khusus, dikaji dan dikupas dalam artikel ketiga.

Ibnu Sina juga membahas masalah kecantikan dengan mengklasifikasikan organ. Ia mengupas masalah kecantikan mulai dari kepala yakni tentang perawatan rambut dan diakhiri dengan mempelajari kaki. Sang dokter berupaya membahas masalah kesehatan tubuh secara runut dari atas sampai ke bawah.

”Topik mengenai ziynet sebagai berhubungan dengan kosmetika,” tutur Prof Nil. Ibnu Sina
ternyata sudah mampu menawarkan formula perawatan untuk rambut dan kulit. Selain itu, ia juga sudah menjelaskan mengenai penyakit-penyakit kulit yang banyak dialami, metabolisme, terapi fisik dan haematologi. ”Ibnu Sina mengupas masalah ini bukan untuk mempercantik orang, tapi bagaimana menyembuhkan penyakit yang dapat merusak penampilan.” desy susilawati/hri


Madu sebagai Obat Kecantikan


Ibnu Sina melakukan penelitian terhadap bahan-bahan alami yang ada pada masanya. Salah satu bahan alami yang ditawarkannya untuk merawat kecantikan tubuh adalah madu dan minyak zaitun. Kedua bahan tersebut ternyata mampu menjadi obat mujarab yang digunakan sebagai kosmetika yang memiliki beragam khasiat.

Menurut Avicenna, madu dan minyak zaitun bisa mengencangkan kulit muka dan seluruh kulit badan. Kedua bahan alami yang mendapat perhatian khusus dalam Alquran itu mampu menghilangkan flek-flek hitam dan jamur kulit. Selain itu, madu dan minyak zaitun juga bisa menghaluskan kulit dan mengurangi reutan pada wajah.

Yang tak kalah menariknya, Ibnu Sina pun telah menemukan fakta bahwa minyak zaitun dan madu mampu menghilangkan bau badan yang tak sedap, serta bisa memberikan vitamin pada kulit dan melembabkannya. Selain untuk kosmetik, madu juga bisa digunakan untuk bearagam kegunaan lainnya.

Mulai dari makanan, obat-obatan sampai bahan untuk alat-alat kecantikan. Sejatinya, manfaat madu telah dirasakan peradaban manusia sejak dahulu kala. Orang Mesir Kuno telah mengonsumsinya. Penduduk Mesir Kuno sudah terbiasa memanfaatkan madu sebagai makanan bergizi tinggi serta obat berbagai macam penyakit yang mujarab.

Meski begitu, peradaban kuno belum mampu menjelaskannya secara ilmiah. Adalah Ibnu Sina seorang dokter legendaris sepanjang masa yang telah berhasil membuktikan kebenaran khasiat madu tersebut, dalam usia tua. Konon, Ibnu Sina masih tetap kelihatan sehat dan segar bugar layaknya seorang pemuda, karena terbiasa mengonsumsi madu.

http://muhshodiq.wordpress.com/2009/02/20/merawat-kecantikan-ala-ibnu-sina/

Rabu, 12 Januari 2011

Ketika Para Gadis Muslimah Belajar Dari Kisah Pernikahan Cinderella

Diposting oleh Wanita Sholehah di 17.01 0 komentar
ilustrasi: kawanimut.multiply.com

“Rapunzel....lay down your hair...” Ibu tiri Rapunzel memanggil sang putri raja cantik jelita yang dalam kisah film kartun Rapunzel, digambarkan sebagai toko film kartun yang digambarkan berwajah cantik jelita, memiliki tubuh dan wajah yang mempesona serta bergelar putri raja, begitu memukau penonton yang kebanyakan anak-anak perempuan berbagai umur, baik dewasa remaja maupun anak-anak.

Tokoh-tokoh film kartun yang digemari anak-anak perempuan dari dulu hingga sekarang selalu menggambarkan wanita cantik yang lemah gemulai, lembut dan rupawan, cerdas dan cantik, yang menemukan cinta sejati, satu-satunya pria gagah yang menolong sang putri dari kutukan ataupun nasib buruk lainnya dengan mencium lembut bibir sang putri yang digambarkan sebagian awalan dari cinta kasih yang suci dan sejati.

Padahal ciuman pertama yang diperoleh sang putri dari bibir pemuda yang baru dikenalnya jelas adalah bentuk perzinahan karena dilakukan dengan orang lain yang bukan muhrimnya. Namun di dalam kisah film anak-anak, hal tersebut digambarkan sebagai cinta sejati.

Kisah romantika percintaan kaum putri dengan pangeran yang paling terkenal adalah kisah Cinderella yang kehilangan sepatu kaca dan akhirnya menemukan seorang pangeran yang tampan rupawan yang menikahinya dan akhir ceritanya ditutup dengan berdansa dan perkawinan yang bahagia selamanya. Kisah cinta tersebut kemudian dikembangkan dan ditutup dengan akhiran yang menggambarkan pernikahan yang diselenggarakan antara sang putri dengan penolongnya yang akhirnya kisah selesai dengan akhiran happily ever after, akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.

Gambaran tokoh film kartun Cinderella, Snow White, Rapunzel dan film-film kartun lainnya sungguh sangat meninabobokan kaum wanita yang telah diprogram sejak anak-anak remaja kita dan anak-anak gadis kita masih kecil. Hal yabg digambarkan adalah sebuah kisah percintaan yang sangat romantis dimana sang putri adalah pihak yang lemah yang menunggu datangnya seorang pangeran yang menyuguhkan cinta sejati, dan hidup bahagia selamanya.

Kaum wanita dari kecil dininabobokan kisah percintaan seperti itu, sehingga persiapan bagi para anak gadis kurang dipersiapkan dikalangan umat islam. Seharusnya kita mampu membuat film yang menyuguhkan kisah pernikahan dan walimahan seorang gadis yang digambarkan akan memperoleh lelaki yang baik bila dari kecil mereka taat pada Allah, mampu menjaga dirinya dan menjadi pribadi gadis yang solehah yang pada akhirnya hanya lelaki soleh saja yang mampu untuk menyuntingnya. Dan perjuangan sang gadis dalam memperoleh pangeran hatinya berupa lelaki yang soleh itu, digambarkan dengan ketekunannnya menjaga solat malam, menjaga dirinya dan menjaga serta memperbanyak amalan soleh.

Fenomena yang ada sekarang sangat banyak, anak gadis kita yang dilalaikan dengan kisah-kisah romansa percintaan yahudi, sehingga pada umumnya banyak anak gadis kita yang memuliakan sebuah resepsi pernikahan dengan romansa percintaan picisan yang dikemas dengan nama kisah Cinderela, Rapunzel maupun Snow White yang kemudian berkembang dengan kisah-kisah percintaan di sinetron, dan terakhir romansa percintaan film-film korea yang sangat digandrungi anak gadis jaman sekarang.

Wahai, dimanakah kisah sohabiyah yang mampu menggandeng dan membentuk kisah-kisah percintaan yang islami sehingga gadis-gadis kaum muslimah memiliki contoh bagaimana pernikahan yang akan dilaluinya nanti dilakukan secara islami, tidak hanya sekedar happily ever after (hidup bahagia selamanya), yang penuh khayal dan membuat sang gadis tidak siap dan sangat terkejut ketika menemukan kenyataan yang sesungguhnya dalam kehidupan berumah tangga.

http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/ketika-para-gadis-muslimah-belajar-dari-kisah-pernikahan-cinderella.htm

Selasa, 11 Januari 2011

Mengapa Wanita Banyak Menghuni Neraka ?

Diposting oleh Wanita Sholehah di 19.18 0 komentar

Sebuah pernyataan yang cukup lazim terdengar di telinga kita bahwa kebanyakan penduduk neraka dihuni oleh para wanita.

Berdasarkan Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Aku melihat ke dalam surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.”

Muncul pertanyaan di benak kita, apa yang menyebabkan kebanyakan wanita menjadi penduduk neraka? Dalam sebuah kisah ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka.

Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, “ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma)


Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda, “ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu)

Bagi para muslimah atau umumnya wanita ketika membaca atau mendengar hadist-hadist di atas sontak naik darah dan tidak bisa menerima sepenuhnya. Minimal akan berhujjah bahwasanya wanita bisa berbuat demikian karena ada penyebabnya, bukan tiba-tiba ingin berlaku demikian. Siapapun kalau ditanya tentu saja tidak ada yang ingin masuk neraka apalagi diklaim akan masuk neraka. Naudzubillah mindzalik!

Memang, berlayar mengarungi bahterah rumah tangga itu tidak semudah yang dibayangkan. Seorang muslimah tepatnya seorang istri, tidak saja harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup tapi juga mutlak dibutuhkan mental baja dan manajemen yang baik dalam mengelola gelombang kehidupan beserta segala pernak pernik yang menyertainya. Ketika urusan rumah tangga tidak pernah ada habisnya, anak-anak rewel dan kondisi fisik sedang tidak fit, kemudian suami pulang kerja minta dilayani tanpa mau perduli dengan kondisi kita, biasanya, dalam kondisi seperti ini tidak banyak wanita yang tetap mampu mengendalikan kesabarannya. Manusiawi bukan? Belum tentu!Justru dalam situasi seperti inilah keimanan dan kesabaran kita akan teruji. Apakah kita masih bisa mengeluarkan kata-kata manis sekaligus rona muka penuh dengan senyum ketulusan? Sulit memang! Tapi sulit bukan berarti tidak bisa!

Jika kita cermati hadist diatas secara seksama, maka akan kita dapati beberapa sebab mengapa wanita bisa menjadi penduduk minoritas di surga, di antaranya :

Pertama, kufur terhadap kebaikan-kebaikan suami. Sebuah fenomena yang sering kita saksikan, seorang istri yang mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya dalam waktu yang panjang hanya karena satu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Padahal seharusnya seorang istri selalu bersyukur terhadap apa-apa yang diberikan suaminya, karena Allah SWT tidak akan melihat istri yang seperti ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam,“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr).

Kedua, durhaka terhadap suami. Durhaka yang sering dilakukan seorang istri adalah durhaka dalam ucapan dan perbuatan. Wujud durhaka dalam ucapan di antaranya ketika seorang istri membicarakan keburukan-keburukan suaminya kepada teman-teman atau keluarganya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i. Sedangkan durhaka dalam perbuatan diantaranya bersikap kasar atau menampakkan muka yang masam ketika memenuhi panggilan suami, tidak mau melayani suami dengan alasan yang tidak syar’i, pergi atau ke luar rumah tanpa izin suami, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, atau sebaliknya enggan berdandan dan mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu.

Jika demikian keadaannya maka sungguh merugi wanita-wanita yang kufur dan durhaka terhadap suaminya. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada surga karena mengikuti hawa nafsu belaka.

Jalan ke surga memang tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan melalui rintangan-rintangan yang berat dan terjal. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini Allah menjanjikan surga bagi orang-orang yang sabar menempuhnya.

Sementara, jalan menuju ke neraka penuh dengan keindahan yang menggoda dan setiap manusia sangat tertarik untuk melaluinya. Tetapi, sadarlah bahwa di ujung jalan ini, neraka telah menyambut dengan beragam siksa-Nya.

Lalu, bagaimana caranya agar para wanita atau para istri tidak terperosok ke dalam neraka?

Jangan pesimis, masih banyak cara dan tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri jika kita ingin menjadi penduduk minoritas di surga.

Masih ingat kan, ketika rasulullah bersabda dalam sebuah hadist shahih jami’, “Perempuan apabila shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki.”

Mengacu dari hadist di atas, mari kita berlomba menegakkan sholat dengan lebih khusu’, memperbayak sholat-sholat sunah karena sholat yang benar dan khusu’ bisa membentengi diri kita dari perbuatan yang munkar. Selain puasa/shaum wajib di bulan romadhon, latihlah diri untuk terbiasa melakukan shaum sunah. Hiasilah diri dengan sabar dalam ketaatan dengan suami dan banyak-banyaklah beristigfar karena istigfar bisa meruntuhkan dosa-dosa kecil yang tidak kita sadari.

Dan juga ada sebuah amalan yang sepele tapi sering terlupakan adalah bershodaqoh (sedekah). Bershodaqohlah dalam keadaan lapang dan sempit karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka.

Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda, “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)

Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya. Amin. Wallahu’alam.

http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/mengapa-wanita-banyak-menghuni-neraka.htm

Wanita dan Laki-laki Sholeh

Diposting oleh Wanita Sholehah di 18.58 0 komentar

Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:

* Saya berkata,‘Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli’.”
* Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilai seperti sayap burung nasar.”
* Saya berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, ‘Laksana mutiara yang tersimpan baik’.” (Al-waqi’ah : 23)
* Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.
* Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’.” (Ar-Rahman : 70)
* Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita”
* Saya berkata lagi, Jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik’.” (Ash-Shaffat : 49)
* Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”
* Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Penuh cinta lagi sebaya umurnya’.” (Al-Waqi’ah : 37)
* Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”
* Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”
* Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
* Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”
* Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”
* Saya berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”
* Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”

Sungguh indah perkataan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam yang menggambarkan tentang bidadari bermata jeli. Namun betapa lebih indah lagi dikala beliau mengatakan bahwa wanita dunia yang taat kepada Allah lebih utama dibandingkan seorang bidadari. Ya, bidadari saudaraku.

Sungguh betapa mulianya seorang muslimah yang kaffah diin islamnya. Mereka yang senantiasa menjaga ibadah dan akhlaknya, senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Sungguh, betapa indah gambaran Allah kepada wanita shalehah, yang menjaga kehormatan diri dan suaminya. Yang tatkala cobaan dan ujian menimpa, hanya kesabaran dan keikhlasan yang ia tunjukkan. Di saat gemerlap dunia kian dahsyat menerpa, ia tetap teguh mempertahankan keimanannya.

Sebaik-baik perhiasan ialah wanita salehah. Dan wanita salehah adalah mereka yang menerapkan islam secara menyeluruh di dalam dirinya, sehingga kelak ia menjadi penyejuk mata bagi orang-orang di sekitarnya. Senantiasa merasakan kebaikan di manapun ia berada. Bahkan seorang “Aidh Al-Qarni menggambarkan wanita sebagai batu-batu indah seperti zamrud, berlian, intan, permata, dan sebagainya di dalam bukunya yang berjudul “Menjadi wanita paling bahagia”.

Subhanallah. Tak ada kemuliaan lain ketika Allah menyebutkan di dalam al-quran surat an-nisa ayat 34, bahwa wanita salehah adalah yang tunduk kepada Allah dan menaati suaminya, yang sangat menjaga di saat ia tak hadir sebagaimana yang diajarkan oleh Allah.

Dan bidadari pun cemburu kepada mereka karena keimanan dan kemuliaannya. Bagaimana caranya agar menjadi wanita salehah? Tentu saja dengan melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala laranganNya. Senantiasa meningkatkan kualitas diri dan menularkannya kepada orang lain. Wanita dunia yang salehah kelak akan menjadi bidadari-bidadari surga yang begitu indah.

Ciri-ciri Laki-laki Yang Sholeh, yaitu Laki-laki yang:

* Senantiasa taat kepada Allah swt dan Rasullulah saw.
* Jihad Fisabilillah adalah tujuan hidupnya.
* Mati syahid adalah cita cita hidup yang tertinggi.
* Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah swt.
* Ikhlas dalam beramal.
* Kampung akhirat maejadi tujuan utama hidupnya.
* Sangat takut kepada ujian Allah swt. dan ancamannya.
* Selalu memohon ampun atas segala dosa-dosanya.
* Zuhud dengan dunia tetapi tidak meninggalkannya.
* Sholat malam menjadi kebiasaannya.
* Tawakal penuh kepada Allah taala dan tidak mengeluh kecuali kepada Allah swt
* Selalu berinfaq dalam keadaan lapang maupun sempit.
* Menerapkan nilai kasih sayang sesama mukmin dan ukhwah diantara mereka.
* Sangat kuat amar maaruf dan nahi munkarnya.
* Sangat kuat memegang amanah, janji dan kerahasiaan.
* Pemaaf dan lapang dada dalam menghadapi kebodohan manusia, senantiasa saling
koreksi sesama ikhwan dan tawadhu penuh kepada Allah swt.
* Kasih sayang dan penuh pengertian kepada keluarga.

http://bayuzu.blogspot.com/2010/10/wanita-sholehah-bidadari-surga-terindah.html

Senin, 10 Januari 2011

Surat An-Nisa’, Satu Bukti Islam Memuliakan Wanita

Diposting oleh Wanita Sholehah di 18.51 0 komentar

Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Berbekal pengetahuan tentang Islam yang tipis, tak sedikit kalangan yang dengan lancangnya menghakimi agama ini, untuk kemudian menelorkan kesimpulan-kesimpulan tak berdasar yang menyudutkan Islam. Salah satunya, Islam dianggap merendahkan wanita atau dalam ungkapan sekarang ‘bias jender’. Benarkah?

Sudah kita maklumi keberadaan wanita dalam Islam demikian dimuliakan, terlalu banyak bukti yang menunjukkan kenyataan ini. Sampai-sampai ada satu surah dalam Al-Qur`anul Karim dinamakan surah An-Nisa`, artinya wanita-wanita, karena hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita lebih banyak disebutkan dalam surah ini daripada dalam surah yang lain. (Mahasinut Ta`wil, 3/6)

Untuk lebih jelasnya kita lihat beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang berbicara tentang wanita.

1. Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.

Surah An-Nisa` dibuka dengan ayat:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (An-Nisa`: 1)

Ayat ini merupakan bagian dari khutbatul hajah yang dijadikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka khutbah-khutbah beliau. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dari jiwa yang satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan pasangannya. Qatadah dan Mujahid rahimahumallah mengatakan bahwa yang dimaksud jiwa yang satu adalah Nabi Adam ‘alaihissalam. Sedangkan pasangannya adalah Hawa. Qatadah mengatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. (Tafsir Ath-Thabari, 3/565, 566)

Dalam hadits shahih disebutkan:

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ، وَِإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلْعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ وَفِيْهَا عِوَجٌ

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Bila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang namun padanya ada kebengkokan.” (HR. Al-Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 3632)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini ada dalil dari ucapan fuqaha atau sebagian mereka bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk. Hadits ini menunjukkan keharusan berlaku lembut kepada wanita, bersikap baik terhadap mereka, bersabar atas kebengkokan akhlak dan lemahnya akal mereka. Di samping juga menunjukkan dibencinya mentalak mereka tanpa sebab dan juga tidak bisa seseorang berambisi agar si wanita terus lurus. Wallahu a’lam.”(Al-Minhaj, 9/299)

2. Dijaganya hak perempuan yatim.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا

“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (An-Nisa`: 3)

Urwah bin Az-Zubair pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى maka Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab, “Wahai anak saudariku1. Perempuan yatim tersebut berada dalam asuhan walinya yang turut berserikat dalam harta walinya, dan si wali ini ternyata tertarik dengan kecantikan si yatim berikut hartanya. Maka si wali ingin menikahinya tanpa berlaku adil dalam pemberian maharnya sebagaimana mahar yang diberikannya kepada wanita lain yang ingin dinikahinya. Para wali pun dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim terkecuali bila mereka mau berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim serta memberinya mahar yang sesuai dengan yang biasa diberikan kepada wanita lain. Para wali kemudian diperintah untuk menikahi wanita-wanita lain yang mereka senangi.” Urwah berkata, “Aisyah menyatakan, ‘Setelah turunnya ayat ini, orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perkara wanita, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat:

وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ

“Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita.” (An-Nisa`: 127)

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang lain:

وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ

“Sementara kalian ingin menikahi mereka (perempuan yatim).” (An-Nisa`: 127)

Salah seorang dari kalian (yang menjadi wali/pengasuh perempuan yatim) tidak suka menikahi perempuan yatim tersebut karena si perempuan tidak cantik dan hartanya sedikit. Maka mereka (para wali) dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim yang mereka sukai harta dan kecantikannya kecuali bila mereka mau berbuat adil (dalam masalah mahar, pent.). Karena keadaan jadi terbalik bila si yatim sedikit hartanya dan tidak cantik, walinya enggan/tidak ingin menikahinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4574 dan Muslim no. 7444)

Masih dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ

Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka dan apa yang dibacakan kepada kalian dalam Al-Qur`an tentang para wanita yatim yang kalian tidak memberi mereka apa yang ditetapkan untuk mereka sementara kalian ingin menikahi mereka.” (An-Nisa`: 127)

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

أُنْزِلَتْ فِي الْيَتِيْمَةِ، تَكُوْنُ عِنْدَ الرَّجُلِ فَتَشْرِكُهُ فِي مَالِهِ، فَيَرْغَبُ عَنْهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا وَيَكْرَهُ أَنْ يُزَوِّجَهَا غَيْرَهُ، فَيَشْرَكُهُ فِي ماَلِهِ، فَيَعْضِلُهَا، فَلاَ يَتَزَوَّجُهَا وَيُزَوِّجُهَا غَيْرَهُ.

“Ayat ini turun tentang perempuan yatim yang berada dalam perwalian seorang lelaki, di mana si yatim turut berserikat dalam harta walinya. Si wali ini tidak suka menikahi si yatim dan juga tidak suka menikahkannya dengan lelaki yang lain, hingga suami si yatim kelak ikut berserikat dalam hartanya. Pada akhirnya, si wali menahan si yatim untuk menikah, ia tidak mau menikahinya dan enggan pula menikahkannya dengan lelaki selainnya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5131 dan Muslim no. 7447)

3. Cukup menikahi seorang wanita saja bila khawatir tidak dapat berlaku adil secara lahiriah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki.” (An-Nisa`: 3)

Yang dimaksud dengan adil di sini adalah dalam perkara lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran. Adapun dalam perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah dituntut untuk adil, karena hal ini di luar kesanggupan seorang hamba. Dalam Al-Qur`anul Karim dinyatakan:

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ

“Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kalian terlalu cenderung kepada istri yang kalian cintai sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” (An-Nisa`: 129)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Maksudnya, kalian wahai manusia, tidak akan mampu berlaku sama di antara istri-istri kalian dari segala sisi. Karena walaupun bisa terjadi pembagian giliran malam per malam, namun mesti ada perbedaan dalam hal cinta, syahwat, dan jima’. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ‘Abidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, dan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahumullah.”

Setelah menyebutkan sejumlah kalimat, Ibnu Katsir rahimahullah melanjutkan pada tafsir ayat: فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ maksudnya apabila kalian cenderung kepada salah seorang dari istri kalian, janganlah kalian berlebih-lebihan dengan cenderung secara total padanya, فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ “sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” Maksudnya istri yang lain menjadi terkatung-katung. Kata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan, Adh Dhahhak, Ar-Rabi` bin Anas, As-Suddi, dan Muqatil bin Hayyan, “Makna كَالْمُعَلَّقَةِ, seperti tidak punya suami dan tidak pula ditalak.” (Tafsir Al-Qur`anil Azhim, 2/317)

Bila seorang lelaki khawatir tidak dapat berlaku adil dalam berpoligami, maka dituntunkan kepadanya untuk hanya menikahi satu wanita. Dan ini termasuk pemuliaan pada wanita di mana pemenuhan haknya dan keadilan suami terhadapnya diperhatikan oleh Islam.

4. Hak memperoleh mahar dalam pernikahan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisa`: 4)

5. Wanita diberikan bagian dari harta warisan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa`: 7)

Sementara di zaman jahiliah, yang mendapatkan warisan hanya lelaki, sementara wanita tidak mendapatkan bagian. Malah wanita teranggap bagian dari barang yang diwarisi, sebagaimana dalam ayat:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا

“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa.” (An-Nisa`: 19)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan, “Dulunya bila seorang lelaki di kalangan mereka meninggal, maka para ahli warisnya berhak mewarisi istrinya. Jika sebagian ahli waris itu mau, ia nikahi wanita tersebut dan kalau mereka mau, mereka nikahkan dengan lelaki lain. Kalau mau juga, mereka tidak menikahkannya dengan siapa pun dan mereka lebih berhak terhadap si wanita daripada keluarga wanita itu sendiri. Maka turunlah ayat ini dalam permasalahan tersebut.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 4579)

Maksud dari ayat ini, kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah, adalah untuk menghilangkan apa yang dulunya biasa dilakukan orang-orang jahiliah dari mereka dan agar wanita tidak dijadikan seperti harta yang diwariskan sebagaimana diwarisinya harta benda. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 5/63)

Bila ada yang mempermasalahkan, kenapa wanita hanya mendapatkan separuh dari bagian laki-laki seperti tersebut dalam ayat:

يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ

“Allah mewasiatkan kepada kalian tentang pembagian warisan untuk anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan….” (An-Nisa`: 11)

Maka dijawab, inilah keadilan yang sesungguhnya. Laki-laki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada wanita karena laki-laki butuh bekal yang lebih guna memberikan nafkah kepada orang yang di bawah tanggungannya. Laki-laki banyak mendapatkan beban. Ia yang memberikan mahar dalam pernikahan dan ia yang harus mencari penghidupan/penghasilan, sehingga pantas sekali bila ia mendapatkan dua kali lipat daripada bagian wanita. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/160)

6. Suami diperintah untuk berlaku baik pada istrinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hal ini:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (istri)ku.”2 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/173)

7. Suami tidak boleh membenci istrinya dan tetap harus berlaku baik terhadap istrinya walaupun dalam keadaan tidak menyukainya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)

Dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (5/65), Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ (“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka”), dikarenakan parasnya yang buruk atau perangainya yang jelek, bukan karena si istri berbuat keji dan nusyuz, maka disenangi (dianjurkan) (bagi si suami) untuk bersabar menanggung kekurangan tersebut. Mudah-mudahan hal itu mendatangkan rizki berupa anak-anak yang shalih yang diperoleh dari istri tersebut.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni mudah-mudahan kesabaran kalian dengan tetap menahan mereka (para istri dalam ikatan pernikahan), sementara kalian tidak menyukai mereka, akan menjadi kebaikan yang banyak bagi kalian di dunia dan di akhirat. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang ayat ini: ‘Si suami mengasihani (menaruh iba) istri (yang tidak disukainya) hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan rizki kepadanya berupa anak dari istri tersebut dan pada anak itu ada kebaikan yang banyak’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya.” (Al-Minhaj, 10/58)

8. Bila seorang suami bercerai dengan istrinya, ia tidak boleh meminta kembali mahar yang pernah diberikannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا. وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Dan jika kalian ingin mengganti istri kalian dengan istri yang lain sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian mengambil kembali sedikitpun dari harta tersebut. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`: 20-21)

9. Termasuk pemuliaan terhadap wanita adalah diharamkan bagi mahram si wanita karena nasab ataupun karena penyusuan untuk menikahinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ

“Diharamkan atas kalian menikahi ibu-ibu kalian, putri-putri kalian, saudara-saudara perempuan kalian, ‘ammah kalian (bibi/ saudara perempuan ayah), khalah kalian (bibi/ saudara perempuan ibu), putri-putri dari saudara laki-laki kalian (keponakan perempuan), putri-putri dari saudara perempuan kalian, ibu-ibu susu kalian, saudara-saudara perempuan kalian sepersusuan, ibu mertua kalian, putri-putri dari istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah berpisah dengan kalian) maka tidak berdosa kalian menikahi putrinya. Diharamkan pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian (menantu)…” (An-Nisa`: 23)

Diharamkannya wanita-wanita yang disebutkan dalam ayat di atas untuk dinikahi oleh lelaki yang merupakan mahramnya, tentu memiliki hikmah yang agung, tujuan yang tinggi yang sesuai dengan fithrah insaniah. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)

Di akhir ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

“(Diharamkan atas kalian) menghimpunkan dalam pernikahan dua wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah terjadi di masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa`: 23)

Ayat di atas menetapkan bahwa seorang lelaki tidak boleh mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam ikatan pernikahan karena hal ini jelas akan mengakibatkan permusuhan dan pecahnya hubungan di antara keduanya. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)

Demikian beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang menyinggung tentang wanita. Apa yang kami sebutkan di atas bukanlah membatasi, namun karena tidak cukupnya ruang, sementara hanya demikian yang dapat kami persembahkan untuk pembaca yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufik.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Footnote:

1 Karena ibu ‘Urwah, Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma adalah saudara perempuan Aisyah radhiyallahu ‘anha.
2 HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.

Sumber: Majalah Asy Syari’ah, Vol. IV/No. 38/1429H/2008, Kategori: Niswah, hal. 80-85. Dicopy dari http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=617

Lelaki Muslim Haram Memakai Cincin Emas dan Kain Sutera

Diposting oleh Wanita Sholehah di 00.36 0 komentar

Saat ini banyak pria yang memakai cincin emas atau kain sutera. Bahkan saat pernikahan, sering mempelai pria dan wanita sama-sama memakai cincin kawin yang terbuat dari emas. Padahal haram bagi lelaki untuk memakai cincin emas. Nanti akan kami sebut dalil-dalilnya.

Ada orang yang berargumen bahwa lelaki boleh memakai cincin emas dengan dalil di bawah serta tak adanya larangan memakai cincin emas dalam Al Qur’an:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” [Al A’raaf 31]

Tapi dari ayat di atas Allah sudah melarang kita untuk tidak berlebihan. Memakai perhiasan emas bagi lelaki adalah hal yang berlebihan. Allah tidak suka.

Kemudian tidak semua hal dijelaskan dalam Al Qur’an. Sebagai contoh, perintah Shalat di Al Qur’an cuma garis besarnya saja. Ada pun rincian cara shalat, dijelaskan oleh utusan Allah: Nabi Muhammad SAW. Karena itu, Hadits Nabi juga harus kita ikuti karena setelah mentaati Perintah Allah, kita juga wajib mentaati perintah RasulNya:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An Nisaa’ 59]

Allah melarang pria memakai perhiasan emas karena itu bisa jadi alat berbangga-bangga:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al Hadiid 20]

Ada orang yang berpendapat Emas Putih, Platina, atau Berlian yang lebih mahal daripada Emas halal karena itu bukan emas. Cuma emas yang diharamkan, kata mereka. Meski tidak ada dalil Emas Putih, Platina, atau Berlian itu haram bagi pria, namun Nabi dan sahabat tidak pernah memakainya. Jadi belum tentu halal.

Sebagaimana ayat Al Qur’an yang menyatakan khamar dan judi itu haram, bukan berarti yang haram itu cuma khamar atau judi yang biasa digunakan di Arab saat itu. Tapi setiap yang memabukkan (misalnya Wiskey, Bir, Narkoba, dan Vodka) juga haram karena faktor memabukkannya. Begitu pula meski judi yang dulu biasa dipakai adalah melempar anak panah, itu bukan berarti Kasino atau Judi Bola itu halal. Faktor spekulasi dan mengambil harta orang lain bukan dengan jalan yang hak itulah yang membuatnya haram.

Nah intisari/substansi pengharaman emas bagi pria adalah larangan Bermegahan, hidup mewah, Berlebihan, Boros, Pamer, dan sebagainya. Ini bukan cuma berlaku bagi emas, tapi bagi perhiasan mahal lainnya seperti arloji Rolex yang harganya bisa mencapai US$ 350.000 (Rp . 3,2 milyar/2000 dinar!) Coba perhatikan dan pahami ayat-ayat di bawah:

“…orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” [Hud 116]

“…Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” [Al Israa' 16]

“Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong.” [Al Mu'minuun 64]

“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya” [Saba' 34]

“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi Peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” [Az Zukhruf 23]

“Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.” [Al Waqi'ah 45]

Allah membenci ummat Islam yang hidup mewah. Banyak orang-orang kafir yang masuk neraka karena hidup mewah. Pola hidup orang mewah adalah pamer/riya akan hartanya. Lebih menumpuk harta ketimbang membantu orang-orang miskin atau mujahid yang berjuang di jalan Allah. Karena merasa besar/kibir akan kemewahan yang mereka pamerkan, mereka cenderung menganggap dirinya paling hebat dan paling benar serta menolak kebenaran.

Mungkin ada yang berpendapat Nabi dan para Sahabat seperti Abu Bakar, Umar, dan Usman itu kaya. Mereka memang memiliki banyak rezeki atau uang, tapi mereka lebih senang mensedekahkannya untuk jalan Allah dan Fakir Miskin. Nabi hidupnya sangat sederhana dan tidur di atas pelepah kurma. Abu Bakar ra menyumbangkan seluruh hartanya untuk jihad di jalan Allah. Umar menyumbang separuh, sedang Usman menyumbang sepertiga dari hartanya. Adakah para aghniya atau orang-orang kaya Muslim sekarang seperti mereka?




Jauh. Kebanyakan justru seperti orang-orang kaya/mewah yang tercantum dalam Al Qur’an.
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. ” [Al Israa' 26-27]

Janganlah pikiran kita lalai karena perhiasan dunia:

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [Al Kahfi 28]

Seorang pria hendaknya menafkahkan hartanya seperti emas di jalan Allah. Bukan cuma jadi hiasan:

“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” [At Taubah 35]

Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah menjelaskan ajaran Islam dan memberi contoh cara hidup Islami.

Pada mulanya memang cincin emas tidak dilarang. Namun setelah itu Nabi Muhammad membuangnya. Para sahabat juga ikut membuang cincin emas mereka:

Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:

Bahwa Rasulullah saw. menyuruh untuk membuatkan cincin dari emas. Beliau meletakkan mata cincinnya pada bagian dalam telapak tangan bila beliau memakainya. Orang-orang pun berbuat serupa. Kemudian suatu ketika, beliau duduk di atas mimbar lalu mencopot cincin itu seraya bersabda: Aku pernah memakai cincin ini dan meletakkan mata cincinnya di bagian dalam. Lalu beliau membuang cincin itu dan bersabda: Demi Allah, aku tidak akan memakainya lagi untuk selamanya! Orang-orang juga ikut membuang cincin-cincin mereka. (Shahih Muslim No.3898)

Nabi Muhammad jelas melarang kaum pria (wanita boleh) memakai cincin emas:

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:

Dari Nabi saw., beliau melarang memakai cincin emas. (Shahih Muslim No.3896)

Oleh karena itu, pada pernikahan, sebaiknya mempelai pria jangan memakai cincin emas karena itu haram. Dosa. Sebaiknya pakai cincin perak, atau tidak pakai cincin sama sekali.

Nabi Muhammad SAW juga melarang para pria untuk memakai pakaian sutera. Oleh karena itu janganlah pakai pakaian sutera seperti Batik Sutera, Dasi Sutera, atau Kaos Kaki yang terbuat dari Sutera:

Hadis riwayat Barra’ bin Azib ra., ia berkata:

Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk melaksanakan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan kami menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin (mengucap yarhamukallah), melaksanakan sumpah dengan benar, menolong orang yang teraniaya, memenuhi undangan dan menyebarkan salam. Beliau melarang kami dari cincin atau bercincin emas, minum dengan wadah dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qas (terbuat dari sutera) serta mengenakan pakaian sutera baik yang tebal dan tipis. (Shahih Muslim No.3848)

Hadis riwayat Hudzaifah bin Yaman ra.:

Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian minum dalam wadah emas dan perak dan jangan mengenakan pakaian sutera sebab pakaian sutera itu untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia dan untuk kalian di akhirat pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.3849)

Dari Abu Musa Al Asy’ary ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda, “Memakai kain sutera dan emas itu haram bagi umatku yang laki-laki; dan halal bagi umatku yang perempuan.” (HR. At Turmudzy)

Dari Umar bin Khattab ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Janganlah kamu sekalian memakai kain sutera, karena sesungguhnya orang yang telah memakainya di dunia maka nanti di akhirat tidak akan memakainya lagi.” (HR. Bukhari Muslim)

Dari Anas ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Barangsiapa yang memakai kain sutera di dunia maka ia tidak akan memakainya nanti di akhirat.” (HR. Bukhari Muslim)

Nabi saw mengambil sutera dan dipegangnya dengan tangan kanan. Lalu beliau mengambil emas dan memegangnya dengan tangan kiri. Kemudian beliau bersabda, “Dua macam perhiasan ini haram bagi kalangan laki-laki umatku.” (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasai, Ibn Hibban, dan Ibn Majah).

Perintah Nabi di atas sangat jelas. Mendurhakai perintah Nabi, akan mengundang azab Allah yang keras:

“Dan berapalah banyaknya penduduk negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan” [Ath Thalaaq 8]

http://media-islam.or.id/2010/12/30/lelaki-muslim-haram-memakai-cincin-emas-dan-kain-sutera/#more-1512