Kamis, 12 Mei 2011

Asma’ binti Umais (Wanita yang Hijrah Dua Kali)

Beliau adalah Asma’ binti Umais bin Ma’d bin Tamim bin al-Haris bin Ka’ab bin Malik bin Quhafah, dipanggil dengan nama Ummu Abdillah. Beliau termasuk salah satu di antara empat akhwat mukminah yang telah mendapat pengesahan dari Rasulullah saw dengan sabdanya, “Ada empat akhwat mukminah yaitu Maimunah, Ummu Fadhl, Salma dan Asma’.”Beliau ra masuk Islam sebelum kaum muslimin memasuki rumah bin Abi al-Arqam. Beliau adalah istri pahlawan di antara sahabat, yaitu Ja’far bin Abi Thalib ra, sahabat yang memiliki dua sayap sebagaimana gelar yang Rasulullah saw berikan terhadap beliau. Manakala ingin mengucapkan salam kepada Abdullah bin Ja’far beliau Rasulullah saw , “Selamat atas kamu wahai putra dari seorang yang memiliki dua sayap (dzul janahain).”

Asma’ ra termasuk wanita muhajirah pertama, beliau turut berhijrah bersama suaminya, yaitu Ja’far bin Abi Thalib menuju Habsyah. Beliau rasakan pahit getirnya hidup di pengasingan. Adapun suaminya adalah juru bicara kaum muslimin dalam menghadapi raja Habsyah an-Najasi.Di bumi pengasingan tersebut beliau melahirkan tiga putra: Abdullah, Muhammad, dan ‘Aunan. Abdullah sangat mirip dengan ayahnya, sedangkan ayahnya sangat mirip dengan Rasulullah saw, sehingga hal itu menggemberikan hati beliau dan menumbuhkan perasaan rindu untuk melihat Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda kepada Ja’far, “Engkau menyerupai bentukku dan juga akhlakku.”

Ketika Rasulullah saw memerintahkan bagi para muhajirin untuk bertolak menuju Madinah, hampir-hampir Asma’ terbang karena girangnya. Inilah mimpi yang menjadi kenyataan dan jadilah kaum muslimin mendapatkan negeri mereka dan kelak mereka akan menjadi tentara-tentara Islam yang akan menyebarkan Islam dan meninggikan kalimat Allah.Begitulah, Asma’ ra keluar dengan berkendaraan tatkala hijrah untuk kali yang kedua dari negeri Habsyah menuju negeri Madinah. Tatkala rombongan muhajirin tiba di Madinah, ketika itu pula mereka mendengar berita bahwa kaum muslimin baru menyelesaikan peperangan dan membawa kemenangan, takbir pun menggema di segala penjuru karena bergembira dengan kemenangan pasukan kaum muslimin dan kedatangan muhajirin dari Habsyah.

Ja’far bin Ali Abi Thalib datang disambut Rasulullah saw dengan gembira kemudian beliau cium dahinya seraya bersabda, “Demi Allah, aku tidak tahu mana yang lebih menggembirakan, kemenangan Khaibar atau kedatangan Ja’far.”Asma’ masuk ke dalam rumah Hafshah binti Umar tatkala Nabi saw menikahinya. Tatkala itu Umar masuk ke rumah Hafshah sedangkan Asma’ berada di sisinya, lalu beliau bertanya kepada Hafshah, “Siapakah wanita ini?” Hafshah menjawab, “Dia adalah Asma’ binti Umais?” Umar bertanya, “Inikah wanita yang datang dari negeri Habsyah di seberang lautan?” Asma’ menjawab, “Benar.” Umar berkata, “Kami telah mendahului kalian untuk berhijrah bersama Rasul, maka kami lebih berhak terhadap diri Rasulullah daripada kalian.” Mendengar hal itu Asma’ marah dan tak kuasa menahan gejolak jiwanya sehingga beliau berkata, “Tidak demi Allah, kalian bersama Rasulullah saw sedangkan beliau memeberi makan bagi yang kelaparan di antara kalian dan mengajarkan bagi yang masih bodoh di antara kalian, adapun kami di suatu negeri atau di bumi yang jauh dan tidak disukai, yakni Habasyah, dan semua itu adalah demi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian, Asma’ ra diam sejenak, selanjutnya berkata, “Demi Allah aku tidak makan dan minum sehingga aku laporkan hal ini kepada Rasulullah saw, kami diganggu dan ditakut-takuti, hal itu juga aku akan sampaikan kepada Rasulullah saw, aku akan tanyakan kepada beliau, demi Allah aku tidak berdusta, tidak akan menyimpang dan tidak akan menambah-nambah.”

Tatkala Rasulullah saw datang, maka Asma’ berkata kepadanya, “Wahai Nabi saw, sesungguhnya Umar berkata begini dan begitu.” Rasulullah saw bertanya kepada Umar, “Apa yang telah engkau katakan kepadanya,” Umar menjawab, “Aku katakan begini dan begitu.” Rasulullah saw bersabda kepada Asma’, “Tiada seorang pun yang lebih berhak atas diriku melebihi kalian, adapun dia (Umar) dan para sahabatnya berhijrah satu kali, akan tetapi kalian ahlus safinah (yang menumpang kapal) telah berhijrah dua kali.”

Akhirnya, berbunga-bungalah hati Asma’ karena pernyataan Rasulullah tersebut, lalu beliau sebarkan berita tersebut kepada khalayak, hingga orang-orang mengerumuni beliau untuk meminta penjelasan tentang kabar tersebut. Asma’ berkata, “Sungguh aku melihat Abu Musa dan orang-orang yang telah berlayar (berhijrah bersama Asma’ dan suaminya) mendatangiku dan menanyakan kepadaku tentang hadis tersebut, maka tiada sesuatu dari dunia yang menggembirakan dan lebih besar artinya bagi mereka dari apa yang disabdakan Nabi saw kepada mereka.”Manakala pasukan kaum muslimin menuju Syam, di antara ketiga panglimanya terdapat suami dari Asma’, yakni Ja’far bin Abi Thalib ra. Di sana, di medan perang Allah memilih beliau di antara sekian pasukan untuk mendapatkan gelar syahid di jalan Allah.

Rasulullah saw mendatangi rumah Asma’ dan menanyakan ketiga anaknya, mereka pun berkeliling di sekitar Rasulullah, kemudian Rasulullah mencium mereka dan mengusap kepala mereka hingga kedua matanya melelehkan air mata. Berkatalah Asma’ dengan hati yang berdebar-debar menyiratkan kesedihan, “Demi ayah dan ibuku, apa yang membuat anda menangis? Apakah telah sampai suatu kabar kepada anda tentang Ja’far dan sahabat-sahabatnya?” Beliau menjawab, “Benar, dia gugur hari ini.”Asma’ tidak kuasa menahan tangisnya, kemudian Rasulullah menghiburnya dan berkata kepadanya, “Berkabunglah selama tiga hari, kemudian berbuatlah sesukamu setelah itu.” Selanjutnya, Rasulullah saw bersabda kepada keluarga beliau, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang peristiwa yang menyibukkan mereka.”

Tiada yang dilakukan oleh wanita mukminah ini melainkan mengeringkan air mata, bersabar, dan berteguh hati dengan mengharap pahala yang agung dari Allah. Bahkan, suatu malam dia bercita-cita agar syahid sebagaimana suaminya. Terlebih-lebih tatkala beliau mendengar dari salah seorang laki-laki dari Bani Murrah bin Auf berkata, “Tatkala perang tersebut, demi Allah seolah-olah aku melihat Ja’far ketika melompat dari kudanya yang berwarna kekuning-kuningan kemudian beliau berperang hingga terbunuh. Beliau sebelum terbunuh berkata:

Wahai jannah yang aku dambakan mendiaminya
Harum semerbak baunya, sejuk segar air minumnya
Tantara Romawi menghampiri liang kuburnya
Terhalang jauh dari sanak keluarganya
Kewajibankulah menghantamnya kala menjumpainya
Kemudian, Ja’far memegang bendera dengan tangan kanannya, tetapi dipotonglah tangan kanan beliau, kemudian beliau bawa dengan tangan kirinya, akan tetapi dipotonglah tangan kirinya, selanjutnya beliau kempit dengan di dadanya dengah kedua lengannya hingga terbunuh.

Asma’ mendapatkan makna dari sabda Rasulullah saw yang pernah berkata kepada anaknya, “Assalamualaikum wahai putra yang memiliki dua sayap.”Rupanya Allah menggantikan kedua tangan Ja’far yang terputus dengan dua sayap yang dengan keduanya beliau terbang di jannah sekehendaknya. Seorang ibu yang salihah tersebut tekun menarbiyah ketiga anaknya dan membimbing mereka agar mengikuti jejak yang telah di tempuh oleh ayahnya yang telah syahid, serta membiasakan mereka dengan tabiat iman.Belum lama berselang dari waktu tersebut Abu Bakar ra datang untuk meminang Asma’ binti Umais setelah wafatnya istri beliau, Ummu Rumaan ra. Tiada alasan bagi Asma’ untuk menolak pinangan orang seutama Abu Bakar ra, begitulah akhirnya Asma’ berpindah ke rumah Abu Bakar ra untuk menambah cahaya kebenaran dan cahaya iman dan untuk mencurahkan cinta dan kesetiaan di rumah tangganya.

Setelah sekian lama beliau melangsungkan pernikahan yang penuh barakah, Allah mengaruniakan kepada mereka seorang anak laki-laki. Mereka ingin melaksanakan haji wada, maka Abu Bakar menyuruh istrinya untuk mandi dan menyertai haji setelah Rasulullah saw memintanya. Kemudiana Asma’ menyaksikan peristiwa demi peristiwa yang besar, namun peristiwa yang paling besar adalah wafatnya pemimpin anak Adam dan terputusnya wahyu dari langit. Kemudian beliau juga menyaksikan suaminya, yakni Abu Bakar memegang tampuk kekhalifahan bagi kaum muslimin, sehingga suaminya merampungkan problematika yang sangat rumit, seperti memerangi orang-orang yang murtad, memerangi orang-orang yang tidak mau berzakat, serta mengirimkan pasukan Usamah dan sikapnya yang teguh laksana gunug tidak ragu-ragu dan tidak bimbang, demikian pula beliau menyaksikan bagaimana pertolongan Allah diberikan kepada kaum muslimin dengan sikap iman yang teguh tersebut.

Asma’ senantiasa menjaga agar suaminya senantiasa merasa senang dan beliau hidup bersama suaminya dengan perasaan yang tulus turut memikul beban bersama suaminya dalam urusan umat yang besar.Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama sebab Khalifah ash-Shidiq sakit dan semakin bertambah parah hingga keringat membasahi pada bagian atas kedua pipi beliau. Ash-Shidiq dengan ketajaman perasaan seorang mukmin yang shadiq merasakan dekatnya ajal beliau sehingga beliau bersegera untuk berwasiat. Adapun di antara wasiat beliau adalah agar beliau dimandikan oeh istrinya Asma’ binti Umais ra, selain itu beliau berpesan kepada istrinya agar berbuka puasa dengan berkata, “Berbukalah karena hal itu membuat dirimua lebih kuat.”

Asma’ merasa telah dekatnya wafat beliau sehingga beliau membaca istirja dan memohon amun sedangkan kedua mata beliau tidak berpaling sedikit pun dari memandang suaminya yang ruhnya kembali dengan selamat kepada Allah. Hal itu membuat Asma’ meneteskan air mata dan bersedih hati, akan tetapi sedikit pun beliau tidak mengatakan sesuatu melainkan yang diridhai Allah Tabaraka wa Ta’ala, beliau tetap bersabar dab berteguh hati.Selanjutnya beliau menunaikan perkara penting yang diminta oleh suaminya yang telah tiada, karena beliau adalah orang yang paling bisa dipercaya oleh suaminya. Mulailah beliau memandikan jenazah suaminya dan beliau lupa terhadap wasiat yang kedua. Beliau bertanya kepada para muhajirin yang hadir, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa, namun hari ini adalah hari yang sangat dingin, apakah boleh bagiku untuk mandi?” Mereka menjawab, “Tidak.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwatha’ I/222 dan Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat VIII/284).

Di akhir siang, seusai dimakamkannya as-Shiddiq, tiba-tiba Asma’ binti Umais ingat wasiat suaminya yang kedua, yakni agar beliau berbuka (tidak melanjutkan puasa). Lantas apa yang dilakukannya sekarang? Sedangkan waktu hanya tinggal sebentar lagi. Menunggu matahari tenggelam dan orang yang shoum diperbolehkan untuk berbuka? apakah dia akan setia dengan wasiat suaminya ataukah menunggu sejenak saja untuk melanjutkan puasanya?Kesetiaan terhadap suaminya telah menghalangi beliau untuk mengkhianati wasiat suaminya yang telah pergi, maka beliau mengambil air dan meminum kemudian berkata, “Demi Allah aku tidak akan melanggar janjinya hari ini.”

Setelah kepergian suaminya, Asma’ ra melazimi rumahnya dengan mendidik putra-putranya, baik dari Ja’far maupun dari Abu Bakar. Beliau menyerahkan urusan anak-anaknya kepada Allah dengan mohon kepada-Nya untuk memperbaiki anak-anaknya dan Allah pun memperbaiki mereka hingga mereka menjadi imam bagi orang-orang yang bertakwa. Inilah puncak dari harapan beliau di dunia dan beliau tidak mengetahui takdir yang akan menimpa beliau yang tersembunyi di balik ilmu Allah.

Dialah Ali bin Abu Thalib ra saudara dari Ja’far yang memiliki dua sayap mendatangi Asma’ untuk meminangnya sebagai wujud kesetiaan Ali kepada saudaranya yang dia cintai, yaitu Ja’far, begitu pula Abu Bakar as-shiddiq ra.Setelah berkali-kali berpikir dan mempertimbangkannya dengan matang, beliau memutuskan untuk menerima lamaran dari Ali bin Abi Thalib sehingga kesempatan tersebut dapat beliau gunakan untuk membantu membina putra-putra saudaranya Ja’far. Maka, berpindahlah Asma’ ke rumah tangga Ali ra setelah wafatnya Fatimah az-Zahraa’ ra dan ternyata beliau adalah sebaik-baik wanita salihah, dan beliau juga memiliki suami yang paling baik dalam bergaul. Asma’ senantiasa memiliki kedudukan yang tinggi di mata Ali hingga beliau sering mengulang-ulang di setiap tempat, “Di antara wanita yang memiliki syahwat telah menipu kalian, maka aku tidak menaruh kepercayaan di antara wanita melebihi Asma’ binti Umais.”

Allah memberi kemurahan kepada Ali dengan mengaruniai anak dari Asma’ yang bernama Yahya dan Aunan, berlalulah hari demi hari dan Ali menyaksikan pemandangan yang asing, yakni putra saudaranya Ja’far sedang berbantahan dengan Muhammad bin Abu Bakar dan masing-masing membanggakan diri dari yang lain dengan mengatakan, “Aku lebih baik daripada kamu dan ayahku lebih baik daripada ayahmu.” Ali tidak mengetahui apa yang mereka berdua katakan. Dan bagaimana pula memutuskan antara keduanya karena beliau merasa simpati dengan keduanya. Maka, tiada yang dapat beliau lakukan selain memanggil ibu mereka, yakni Asma’ ra, kemudian berkata, “Putuskanlah antara keduanya!” Dengan pikirannya yang tajam dan hikmah yang mendalam beliau berkata, “Aku tidak melihat seorang pemuda di Arab yang lebih baik daripada Ja’far dan aku tidak pernah melihat orang tua yang lebih baik daripada Abu Bakar.” Inilah yang menyelesaikan urusan mereka berdua dan kembalilah kedua bocah tersebut saling merangkul dan bermain bersama. Namun, Ali merasa takjub dengan bagusnya keputusan yang diambil oleh Asma’ terhadap anak-anaknya, dengan menatap wajah istrinya beliau berkata, “Engaku tidak menyisakan bagi kami sedikit pun wahai Asma’?” Dengan kecerdasan yang tinggi dan keberanian yang luar biasa ditambah lagi adab yang mulia beliau berkata:”Di antara ketiga orang pilihan, kebaikan Anda masih di bawah kebaikan mereka.”

Ali ra tidak merasa asing dengan jawaban istrinya yang cerdas, maka beliau berkata dengan ksatria dan akhlak yang utama: “Sendaianya engkau tidak menjawab dengan jawaban tersebut, niscaya aku cela dirimu.”
Akhirnya, kaum muslimin memilih Ali ra sebagai khalifah setelah Utsman bin Affan, maka kedua kalinya Asma’ menjadi istri seorang khalifah, yang kali ini adalah khalifah rasyidin yang keempat, semoga Allah meridhai mereka semuanya.Asma’ turut serta memikul tanggung jawab sebagai istri khalifah bagi kaum muslimin dalam menghadapi peristiwa-peristiwa besar, begitu pula dengan Abdullah bin Ja’far dan Muhammad bin Abu Bakar ra berdiri di samping ayahnya dalam rangka membela kebenaran. Kemudian, setelah berselang beberapa lama, wafatlah putra beliau Muhammad bin Abu Bakar ra dan musibah tersebut membawa pengaruh yang besar pada diri beliau, akan tetapi Asma’ seorang wanita mukminah tidak mungkin menyelisihi ajaran Islam dengan berteriak-teriak dan meratap dan hal-hal lain yang dilarang dalam Islam. Tiada yang beliau lakukan selain berusaha bersabar dan membawa pertolongan dengan sabar dan salat terhadap penderitaan yang beliau alami. Asma’ selalu memendam kesedihannya hingga payudaranya mengeluarkan darah.

Belum lagi tahun berganti hingga sakit beliau bertambah parah dan menjadi lemah jasmaninya, dengan cepat kemudian beliau meninggal dunia. Yang tinggal hanyalah lambang kehormatan yang tercatat dalam sejarah setelah beliau mengukir sebaik-baik contoh dalam hal kebijaksanaan, kesabaran, dan kekuatan.

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Senin, 09 Mei 2011

Wanita ketika Safar (Berpergian)

Polemik persyaratan adanya mahrom bagi wanita ketika safar banyak menimbulkan pro kontra. Berbagai alasan dilontarkan untuk memperkuat pendapat masing-masing. Bagaimana pendapat ulama mengenai hal ini?

Syaikh Utsaimin pernah ditanya tentang boleh tidaknya wanita pergi naik pesawat tanpa mahrom yang keamanannya terjamin ? Beliau menjawab, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:  “Seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali jika ada mahrom yang menyertainya.”  Beliau menyampaikan hal ini ketika beliau sedang khutbah di atas mimbar pada musim haji. Kemudian ada seorang laki-laki yang datang kemudian bertanya:  “Wahai Rasulullah, istri saya pergi haji sendirian sedang saya ikut dalam jihad ini dan itu.” Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pergilah haji bersama istrimu.”  (HR Bukhari [3006] dan Muslim [1341]).

Dalam hadits ini kita lihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada laki-laki tersebut untuk meninggalkan jihad agar dapat pergi haji bersama istrinya dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak bertanya kepadanya:

“Apakah istri anda aman ?” atau
“Apakah istri anda ditemani para wanita lain ?” atau
“Apakah istri anda bersama para tetangganya ?”


Berarti larangan ini bersifat umum untuk semua kepergian wanita tanpa muhrim. Karena bahaya sangat mungkin tejadi meski dalam pesawat. Seorang suami yang hendak ditinggal istrinya yang akan naik pesawat, kapan ia pulang dari mengantar ? Ia akan pulang ketika istrinya sudah menanti keberangkatan pesawat di ruang tunggu.

Di ruang tunggu ini istrinya sendirian tanpa mahrom. Kalaupun seandainya suaminya juga ikut masuk ke ruang tunggu sampai istrinya naik pesawat. Apakah tidak mungkin bahwa pesawat tersebut kembali setelah menempuh perjalanan ? Kadang pesawat kembali ke bandara karena ada kerusakan tekhnis atau kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Kalau seandainya pesawat dapat melanjutkan perjalanannya sampai tujuan tetapi bandara yang dituju tidak dapat menerima menerima kedatangan pesawat karena ada masalah di bandara atau cuaca yang tidak memungkinkan pesawat mendarat di bandara tersebut akhirnya pesawat di alihkan ke bandara lain. Ini mungkin terjadi. Atau seandainya pesawat tersebut tiba di tujuan tepat waktu, tetapi mahrom yang akan menjemput belum tiba karena suatu alasan mendadak.

Kalaupun kita katakan semua kemungkinan tadi tidak terjadi dan mahrom datang tepat waktu, tetap masalahnya siapa yang duduk disamping istri tersebut dalam pesawat ? Tidak selalu (bahkan sering, pent) orang yang duduk di sampingnya bukan wanita. Kadang-kadang yang duduk di sampingnya adalah laki-laki, bahkan bisa jadi laki-laki yang tidak beres. Ia mengajak wanita tersebut ngobrol, cerita, sampai tertawa dan mengambil nomor teleponnya sekaligus memberikan nomor teleponnya. Bukankah ini mungkin ? Siapa yang bisa selamat dari kondisi ini ?

Oleh karena itu, di sini anda temukan hikmah yang agung dari larangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas kepergian wanita tanpa mahrom, tanpa ada batasan.Mungkin ada wanita yang mengatakan: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui yang ghaib, tidak mengetahui pesawat. Maka kita fahami sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut untuk kepergian wanita tanpa mahrom dengan menggunakan unta atau binatang lain, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu …tentang pesawat yang dapat menempuh jarak antara Thaif dan Riyadl dalam waktu satu seperempat jam, yang dulu bisa ditempuh dalam satu bulan penuh ?

Jawabnya: Jika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui tetapi Rabb (Tuhan)nya Rasulullah Subhaanahu Wa Ta’ala mengetahui. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” 
(QS An Nahl ayat 89)

Saya ingatkan saudara-saudara saya kaum muslimin dari gejala yang berbahaya ini, yaitu menganggap gampang bepergiannya wanita tanpa muhrim, demikian pula wanita yang berduaan dengan supir meski dalam kota, karena ini berbahaya. Sebagaimana saya ingatkan juga berduaannya saudara (kakak atau adiknya) suami dengan istri dalam rumah. Karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya ketika beliau bersabda: “Hati-hatilah kalian masuk ke tampat wanita.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan saudara (kakak atau adiknya) suami ?” Beliau menjawab: “Saudara suami itu mati.” 
(HR Bukhari [5232] dan Muslim [2172]) maksudnya saya ingatkan dengan peringatan yang sangat keras.

Yang sangat mengherankan sebagian ulama -mudah-mudahan Allah memaafkan mereka- berpendapat: Maksud dari sabda “Saudara suami itu mati” artinya saudara suami itu pasti masuk ke tempat wanita sebagaimana halnya mati pasti akan datang pada setiap manusia.

(Dikutip dari : Fatawa Ibni ‘Utsaimin -rahimahullah- [2/852-853] lihat Al Fatawa asy Syar’iyyah fil masa-il al ‘ashriyyah min fatawa ‘ulamail baladil haram hal 450-452) 

Asma’ binti Yazid bin Sakan (Juru Bicara Wanita)

Beliau adalah Asma’ binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris al-Anshariyyah, al-Ausiyyah al-Asyhaliyah.Beliau adalah seorang ahli hadis yang mulia, seorang mujahidah yang agung, memiliki kecerdasan, dien yang bagus, dan ahli argumen, sehingga beliau dijuluki sebagai “juru bicara wanita”.Di antara sesuatu yang istimewa yang dimiliki oleh Asma’ ra adalah kepekaan inderanya dan kejelian perasaannya serta ketulusan hatinya. Selebihnya dalam segala sifat sebagaimana yang dimiliki oleh wanita-wanita Islam yang lain yang telah lulus dalam madrasah nubuwwah, yakni tidak terlalu lunak (manja) dalam berbicara, tidak merasa hina, tidak mau dianiaya dan dihina, bahkan beliau adalah seorang wanita yang pemberani, tegar, mujahidah. Beliau menjadi contoh yang baik dalam banyak medan peperangan.

Asma’ ra mendatangi Rasulullah saw pada tahun pertama hijrah dan beliau berba’iat kepadanya dengan ba’iat Islam. Rasulullah saw memba’iat para wanita dengan ayat yang tersebut dalam surat Al-Mumtahanah, “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mumtahanah: 12).

Ba’iat dari Asma’ binti Yazid ra adalah untuk jujur dan ikhlas, sebagaimana yang disebutkan riwayatnya dalam kitab-kitab sirah bahwa Asma’ mengenakan dua gelang emas yang besar, maka Nabi saw bersabda, “Tanggalkanlah kedua gelangmu wahai Asma’, tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang kepadamu dengan gelang dari neraka?”

Maka, segeralah beliau tanpa ragu-ragu dan tanpa argumentasi untuk mengikuti perintah Rasulullah saw, maka beliau melepaskannya dan meletakkan di depan Rasulullah saw.Setelah itu Asma’ aktif untuk mendengar hadis Rasulullah saw yang mulia dan beliau bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia paham urusan dien. Beliau pulalah yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang tata cara thaharah (bersuci) bagi wanita yang selesai haidh. Beliau memiliki kepribadian yang kuat dan tidak malu untuk menanyakan sesuatu yang hak. Oleh karena itu, Ibnu Abdil Barr berkata, “Beliau adalah seorang wanita yang cerdas dan bagus diennya.”

Beliau ra dipercaya oleh kaum muslimah sebagai wakil mereka untuk berbicara dengan Rasulullah saw tentang persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Pada suatu ketika Asma’ mendatangi Rasulullah saw dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah yang di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sebagaiamana aku berpendapat. Sesungguhnya Allah SWT mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudiaan kami beriman kepada anda dan memba’iat anda. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum laki-laki, dan kami adalah tempat melampiaskan syahwat mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka. Akan tetapi, kaum lelaki mendapat keutamaan melebihi kami dengan salat Jumat, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka, yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”

Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah saw menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Pernahkan kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang dien yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?”

Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah!” Kemudian Rasulullah saw bersabda,“Kembalilah wahai Asma’ dan beri tahukanlah kepada para wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah seorang mereka kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, saatnya ia untuk mendapat persetujuannya, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki.”

Maka, kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah saw.Dalam dada Asma’ terbetik keinginan yang kuat untuk ikut andil dalam berjihad, hanya saja kondisi ketika itu tidak memungkinkan untuk merealisasikannya. Akan tetapi, setelah tahun 13 Hijriyah setelah wafatnya Rasulullah saw hingga perang Yarmuk beliau menyertainya dengan gagah berani.

Pada perang Yarmuk ini, para wanita muslimah banyak yang ikut andil dengan bagian yang banyak untuk berjihad sebagaimana yang disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitab al-Bidayah wan-Nihaayah, beliau membicarakan tentang perjuangan mujahidin mukminin. Beliau berkata, “Mereka berperang dengan perang besar-besaran hingga para wanita turut berperang di belakang mereka dengan gagah berani.”Dalam bagian lain beliau berkata, “Para wanita menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu. Adapun Khaulah binti Tsa’labah ra berkata:

Wahai kalian yang lari dari wanita yang bertakwa
Tidak akan kalian lihat tawanan
Tidak pula perlindungan
Tidak juga keridhaan

Beliau juga berkata dalam bagian yang lain, “Pada hari itu kaum muslimah berperang dan berhasil membunuh banyak tentara Romawi, akan tetapi mereka memukul kaum muslimin yang lari dari kancah peperangan hingga mereka kembali untuk berperang.”Dalam perang yang besar ini, Asma’ binti Yazid menyertai pasukan kaum muslimin bersama wanita-wanita mukminat yang lain berada di belakang para mujahidin mencurahkan segala kemampuan dengan membantu mempersiapkan senjata, memberikan minum bagi para mujahidin dan mengobati yang terluka di antara mereka serta memompa semangat juang kaum muslimin.

Akan tetapi, manakala berkecamuknya perang, manakala suasana panas membara dan mata menjadi merah, ketika itu Asma’ ra lupa bahwa dirinya adalah seorang wanita. Beliau hanya ingat bahwa dirinya adalah muslimah, mukminah, dan mampu berjihad dengan mencurahkan segenap kemampuan dan kesungguhannya. Hanya beliau tidak mendapatkan apa-apa yang di depannya melainkan sebatang tiang kemah, maka beliau membawanya kemudian berbaur dengan barisan kaum muslimin. Beliau memukul musuh-musuh Allah ke kanan dan ke kiri hingga dapat membunuh sembilan orang dari tentara Romawi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Ibnu Hajar tentang beliau, “Dialah Asma’ binti Yazid bin Sakan yang menyertai perang Yarmuk, ketika itu beliau membunuh sembilan tentara Romawi dengan tiang kemah, kemudian beliau masih hidup selama beberapa tahun setelah peperangan tersebut.”

Asma’ keluar dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya dan Allah menghendaki beliau masih hidup setelah itu selama 17 tahun karena beliau wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah setelah menyuguhkan kebaikan bagi umat.Semoga Allah merahmati Asma’ binti Yazid bin Sakan dan memuliakan dengan hadis yang telah beliau riwayatkan bagi kita, dan dengan pengorbanan yang telah beliau usahakan, dan telah beramal dengan sesuatu yang dapat dijadikan pelajaran bagi yang lain dalam hal mencurahkan segala kemampuan dan usaha demi memperjuangkan al-haq dan mengibarkan bendera hingga dien ini hanya bagi Allah.

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli & Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Ummu Haram binti Malhan (Wanita yang Syahid di Laut)

Beliau adalah Ummu Haram binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Najar al-Anshariyah an-Najariyah al-Madiniyah.Beliau adalah saudari Ummu Sulaim, bibi dari Anas bin Malik pembantu Rasulullah saw. Beliau adalah istri dari sahabat yang agung yang bernama Ubadah bin Shamit. Kedua saudaranya adalah Sulaim dan Haram yang keduanya menyertai perang Badar dan Uhud dan kedua-duanya syahid pada perang Bi’ir Ma’unah. Adapun Haram adalah seorang pejuang yang tatkala ditikam dari belakang beliau mengatakan, “Aku telah berjaya demi Rabb Ka’bah.”

Ummu Haram termasuk wanita yang terhormat, beliau masuk Islam, berba’iat kepada Nabi saw dan ikut berhijrah. Beliau meriwayatkn hadis dan Anas bin Malik meriwayatkan dari beliau dan ada juga yang lain yang meriwayatkan dari beliau.Rasulullah saw memuliakan beliau dan pernah mengunjungi beliau di rumahnya dan istirahat sejenak di rumahnya. Beliau dan Ummu Sulaim adalah bibi Rasulullah saw, baik berkaitan dengan persusuan ataupun berkaitan dengan nasab, sehingga menjadi halal menyendiri (berkhalwah) dengan keduanya.

Anas bin Malik ra berkata, “Rasulullah saw masuk ke rumah kami, tidak ada yang di dalam rumah melainkan saya, ibuku (Ummu Sulaim) dan bibiku Ummu Haram. Beliau bersabda: “Berdirilah kalian, aku akan salat bersama kalian.” Maka beliau salat bersama kami pada saat bukan waktu salat wajib.Ummu Haram berangan-angan untuk bisa menyertai peperangan bersama mujahidin yang menaiki kapal untuk menyebarkan dakwah dan membebaskan manusia dari peribadatan kepada sesama hamba menuju peribadatan kepada Allah saja. Akhirnya, Allah mengabulkan angan-angannya dan mewujudkan cita-citanya. Tatkala dinikahi oleh sahabat yang agung yang bernama Ubadah bin Shamit, mereka keluar untuk berjihad bersama dan Ummu Haram mendapatkan syahid di sana dalam perang Qabrus.

Anas ra berkata, “Adalah Rasulullah saw apabila pergi ke Quba’, beliau mampir ke rumah Ummu Haram binti Malhan, kemudian Ummu Haram menyediakan makanan bagi beliau. Adapun suami Ummu Haram adalah Ubadah bin Shamit. Pada suatu hari Rasululah saw mampir ke rumah beliau, Ummu Haram pun menyediakan makanan bagi beliau kemudian Rasulullah menyandarkan kepalanya dan Rasulullah saw tertidur. Tidak berapa lama kemudian beliau bangun lalu beliau tertawa. Ummu Haram bertanya, “Apa yang membuat anda tertawa wahai Rasulullah saw?” Beliau bersabda, “Sekelompok manusia dari umatku diperlihatkan kepadaku, mereka berperang di jalan Allah dengan berlayar di lautan sebagaimana raja-raja di atas pasukannya atau laksana para raja yang memimpin pasukannya.”

Ummu Haram berkata, “Ya Rasulullah do’akanlah agar aku termasuk golongan mereka.”Kemudian Rasulullah saw mendo’akan Ummu Haram lalu meletakkan kepalanya dan melanjutkan tidurnya. Sebentar kemudian beliau bangun dan tertawa. Ummu Haram bertanya, “Ya Rasulullah apa yang membuat anda tertawa?” Rasulullah saw bersabda, “Sekelompok manusia dari umatku diperlihatkan kepadaku tatkala berperang di jalan Allah laksana raja bagi pasukannya.”

Ummu Haram berkata, “Ya Rasulullah do’akanlah agar saya termasuk golongan mereka.”
Rasulullah saw bersabda, “Engkau termasuk golongan para pemula.”
Anas bin Malik berkata, “Ummu Haram keluar bersama suaminya yang bernama Ubadah bin Shamit. Tatkala telah melewati laut, beliau naik seekor hewan kemudian hewan tersebut melemparkan beliau ke tanah hingga wafat. Peristiwa tersebut terjadi pada perang Qibris, sehingga beliau di kubur di sana. Ketika itu pemimpin pasukan adalah Mu’awiyah bin Abu Sofyan pada masa khilafah Utsman bin Affan, semoga Allah merahmati mereka seluruhnya.

Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 27 Hijriyah. Begitulah, Ummu Haram adalah termasuk salah satu dari keluarga mulia yang setia terhadap prinsip yang dia pegang. Beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk menyebarkan akidah tauhid yang murni. Beliau tidak mengharapkan setelah itu, melainkan ridha Allah Azza wa Jalla.

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli & Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Asy-Syifa’ binti al-Harits (Guru Wanita Pertama dalam Islam)

Beliau adalah asy-Syifa’ binti Abdullah bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab al-Qurasyiyyah al-Adawiyah.Asy-Syifa’ ra masuk Islam sebelum hijrahnya Nabi saw dan beliau termasuk muhajirin angkatan pertama dan termasuk wanita yang berba’iat kepada Rasulullah saw. Beliaulah yang disebutkan dalam firman Allah SWT:
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 
(Al-Mumtahanah: 12)
Asy-Syifa’ termasuk wanita yang cerdas dan utama, beliau seorang ulama di antara ulama dalam Islam dan tanah yang subur bagi ilmu dan iman.Asy-Syifa’ ra menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak kepada beliau yang bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah. Asy-Syifa’ dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis sebelum datangnya Islam, sehingga tatkala beliau masuk Islam beliau tetap memberikan pengajaran kepada wanita-wanita muslimah dengan mengharapkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, beliau disebut sebagai ‘guru wanita pertama dalam Islam’. Di antara wanita yang dididik oleh asy-Syifa’ adalah Hafshah binti Umar bin Khatthab ra istri Rasulullah saw .

Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah saw meminta kepada asy-Syifa’ untuk mengajarkan kepada Hafshah ra tentang menulis dan sebagian Ruqyah (pengobatan dengan doa-doa). Asy-Syifa’ berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw masuk sedangkan saya berada di samping Hafshah, beliau bersabda:‘Mengapa tidak engkau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya menulis’.” (HR Abu Daud).
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa asy-Syifa’ adalah ahli ruqyah di masa Jahiliyah, maka tatkala beliau masuk Islam dan berhijrah beliau berkata kepada Rasulullah saw, “Aku adalah ahli ruqyah di masa Jahliliyah dan aku ingin memperlihatkannya kepada Anda.” Lalu Nabi saw bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku.” Asy-Syifa’ berkata, “Maka, aku perlihatkan cara meruqyah kepada beliau yakni meruqyah penyakit bisul.” Kemudian, Rasulullah saw bersabda, “Meruqyalah dengan cara tersebut dan ajarkanlah hal itu kepada Hafshah.”
Di antara yang termasuk ruqyah adalah do’a:

“Ya Allah Tuhan manusia, Yang Maha menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, karena Engkau Maha Penyembuh, tiada yang dapat menyembuhkan selain Engkau, sembuh yang tidak terjangkiti penyakit lagi.” (HR Abu Daud).
Inilah, asy-Syifa’ telah mendapatkan bimbingan yangn banyak dari Rasulullah saw . Sungguh asy-Syifa’ sangat mencintai Rasulullah saw sebagaimana kaum mukminin dan mukminat yang lain, beliau belajar dari hadis-hadis Rasulullah saw yang banyak tentang urusan dien (agama) dan dunia. Beliau juga turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah putranya yaitu Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya yaitu Ishak dan Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain.
Umar bin Khatthab sangat mendahulukan pendapat beliau, menjaganya dan mengutamakannya dan terkadang beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar.
Begitu pula sebaliknya, asy-syifa’ juga menghormarti Umar, beliau memandangnya sebagai seorang muslim yang shadiq (jujur), memiliki suri teladan yang baik dan memperbaiki, bertakwa dan berbuat adil. Suatu ketika asy-Syifa’ melihat ada rombongan pemuda yang sedang berjalan lamban dan berbicara dengan suara lirih, beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Itu adalah ahli ibadah.” Beliau berkata: “Demi Allah, Umar adalah orang yang apabila berbicara suaranya terdengar jelas, bila berjalan melangkah dengan cepat, dan bila memukul mematikan.”
Asy-Syifa’ menjalani sisa-sisa hidupnya setelah wafatnya Rasulullah saw dengan menghormati dan menghargai pemerintahan Islam hingga beliau wafat pada tahun 20 Hijriyah.
Semoga Allah merahmati asy-syifa’ binti Abdullah, sungguh beliau telah mendahului umatnya dengan segala macam kebaikan dengan ilmu dan dien yang telah dikaruniakan kepada beliau agar beliau menjadi uswah hasanah (panutan yang baik) bagi setiap gadis di dalam Islam, sehingga beliau tidak kikir untuk mencurahkan segala yang dimilikinya, baik ilmu ataupun yang lainnya demi membela akidahnya dan mengharap ridha Allah SWT.
Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Mushthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Orang Asing di Makkah Menjual Zamzam Palsu

Sejumlah orang asing ilegal dan warga negara Saudi menjual air Zamzam palsu sebagai bisnis yang menguntungkan. Mereka mencampur air suci dengan air biasa, kemudian menjual air campuran itu sebagai air ‘Zamzam murni’.

Air Zamzam palsu itu mungkin memiliki efek kesehatan merugikan yang dapat berbahaya bagi pengguna. Para penjual air Zamzam palsu menyebar di sepanjang jalan raya, di sekitar pintu keluar dan masuk kota Makkah, dan di dekat masjid suci. Mereka selalu memperdagangkan barang ilegal mereka tanpa mengindahkan pihak berwenang yang selalu mengejar mereka.

Dalam pemberitaannya hari Senin (9/5), Arab News melakukan investigasi ke tempat-tempat air Zamzam palsu diisi, untuk dijual. Investigasi dimulai di kawasan pusat Haram di Al-Ghazzah, tempat banyak warga Afrika menjalankan profesi ilegal. Mereka membeli galon kosong baru dalam berbagai warna, kemudian mengisi sejumlah air Zamzam ke dalamnya dan mengisi sisanya dengan air biasa.

Mereka melakukan pencampuran air di tempat-tempat jauh dan kemudian membawa produk mereka ke Al-Ghazzah, tempatnya biasanya banyak berkumpul jamaah dan pengunjung. Para penjual ilegal beroperasi 24 jam sehari, tetapi mereka melarikan diri dan bersembunyi setiap kali melihat aparat keamanan.


Di kawasan Kudai, yang memiliki stasiun pompa untuk air Zamzam, sejumlah orang Afrika, Burma, dan Bangladesh mengisi galon mereka dengan air Zamzam. Kemudian mereka menuangkan ke galon lainnya, dan mengisi sisanya dengan air biasa, serta menjual air campuran itu kepada para penjual di sekitar Expressway Jeddah-Makkah. Mereka melakukan pekerjaan ilegal jauh dari pengawasan polisi.

Sepanjang tol, khususnya di dekat pompa bensin di sekitar jalan keluar Mekah, beberapa kelompok orang menjual air palsu di sekitar Jam. Mereka meletakkan galon mereka di truk kecil yang diparkir di sana, setelah menutupi  dengan kain. Mereka berangkat dari rumah pada malam hari dan kembali keesokan harinya untuk melanjutkan pekerjaan mereka.

Air Zamzam dapat terkena sinar matahari langsung dan debu, membuat air suci palsu jadi tidak higienis.

Konsultan dan dokter spesialis penyakit dada memperingatkan terhadap risiko air tersebut, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk diare dan tifus. Mereka menyarankan semua pembeli untuk membeli langsung pada tempat-tempat pengisian.

Keterangan foto: Para pedagang ilegal di Makkah yang menjual air Zamzam palsu.


Sumber

Dikerjain Hacker, Situs Israel Dipampang Foto Usamah

Sebuah koran cetakan Zionis-Israel menulis bahwa poster Usamah bin Laden, pemimpin al-Qaidah yang terbunuh menghiasi halaman utama berbagai situs penting pemerintah.Menurut laporan Mehr News mengutip Ha’aretz, halaman utama situs jaringan kereta api, bank dan situs undian rezim ini diserang oleh para hacker dan tampilannya diubah dengan meletakkan foto bin Ladin.Tak hanya itu, para hacker juga menulis sejumlah kata di bawah poster Usamah bin Ladin.


Sumber

Kamis, 12 Mei 2011

Asma’ binti Umais (Wanita yang Hijrah Dua Kali)

Diposting oleh Wanita Sholehah di 03.18 0 komentar
Beliau adalah Asma’ binti Umais bin Ma’d bin Tamim bin al-Haris bin Ka’ab bin Malik bin Quhafah, dipanggil dengan nama Ummu Abdillah. Beliau termasuk salah satu di antara empat akhwat mukminah yang telah mendapat pengesahan dari Rasulullah saw dengan sabdanya, “Ada empat akhwat mukminah yaitu Maimunah, Ummu Fadhl, Salma dan Asma’.”Beliau ra masuk Islam sebelum kaum muslimin memasuki rumah bin Abi al-Arqam. Beliau adalah istri pahlawan di antara sahabat, yaitu Ja’far bin Abi Thalib ra, sahabat yang memiliki dua sayap sebagaimana gelar yang Rasulullah saw berikan terhadap beliau. Manakala ingin mengucapkan salam kepada Abdullah bin Ja’far beliau Rasulullah saw , “Selamat atas kamu wahai putra dari seorang yang memiliki dua sayap (dzul janahain).”

Asma’ ra termasuk wanita muhajirah pertama, beliau turut berhijrah bersama suaminya, yaitu Ja’far bin Abi Thalib menuju Habsyah. Beliau rasakan pahit getirnya hidup di pengasingan. Adapun suaminya adalah juru bicara kaum muslimin dalam menghadapi raja Habsyah an-Najasi.Di bumi pengasingan tersebut beliau melahirkan tiga putra: Abdullah, Muhammad, dan ‘Aunan. Abdullah sangat mirip dengan ayahnya, sedangkan ayahnya sangat mirip dengan Rasulullah saw, sehingga hal itu menggemberikan hati beliau dan menumbuhkan perasaan rindu untuk melihat Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda kepada Ja’far, “Engkau menyerupai bentukku dan juga akhlakku.”

Ketika Rasulullah saw memerintahkan bagi para muhajirin untuk bertolak menuju Madinah, hampir-hampir Asma’ terbang karena girangnya. Inilah mimpi yang menjadi kenyataan dan jadilah kaum muslimin mendapatkan negeri mereka dan kelak mereka akan menjadi tentara-tentara Islam yang akan menyebarkan Islam dan meninggikan kalimat Allah.Begitulah, Asma’ ra keluar dengan berkendaraan tatkala hijrah untuk kali yang kedua dari negeri Habsyah menuju negeri Madinah. Tatkala rombongan muhajirin tiba di Madinah, ketika itu pula mereka mendengar berita bahwa kaum muslimin baru menyelesaikan peperangan dan membawa kemenangan, takbir pun menggema di segala penjuru karena bergembira dengan kemenangan pasukan kaum muslimin dan kedatangan muhajirin dari Habsyah.

Ja’far bin Ali Abi Thalib datang disambut Rasulullah saw dengan gembira kemudian beliau cium dahinya seraya bersabda, “Demi Allah, aku tidak tahu mana yang lebih menggembirakan, kemenangan Khaibar atau kedatangan Ja’far.”Asma’ masuk ke dalam rumah Hafshah binti Umar tatkala Nabi saw menikahinya. Tatkala itu Umar masuk ke rumah Hafshah sedangkan Asma’ berada di sisinya, lalu beliau bertanya kepada Hafshah, “Siapakah wanita ini?” Hafshah menjawab, “Dia adalah Asma’ binti Umais?” Umar bertanya, “Inikah wanita yang datang dari negeri Habsyah di seberang lautan?” Asma’ menjawab, “Benar.” Umar berkata, “Kami telah mendahului kalian untuk berhijrah bersama Rasul, maka kami lebih berhak terhadap diri Rasulullah daripada kalian.” Mendengar hal itu Asma’ marah dan tak kuasa menahan gejolak jiwanya sehingga beliau berkata, “Tidak demi Allah, kalian bersama Rasulullah saw sedangkan beliau memeberi makan bagi yang kelaparan di antara kalian dan mengajarkan bagi yang masih bodoh di antara kalian, adapun kami di suatu negeri atau di bumi yang jauh dan tidak disukai, yakni Habasyah, dan semua itu adalah demi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian, Asma’ ra diam sejenak, selanjutnya berkata, “Demi Allah aku tidak makan dan minum sehingga aku laporkan hal ini kepada Rasulullah saw, kami diganggu dan ditakut-takuti, hal itu juga aku akan sampaikan kepada Rasulullah saw, aku akan tanyakan kepada beliau, demi Allah aku tidak berdusta, tidak akan menyimpang dan tidak akan menambah-nambah.”

Tatkala Rasulullah saw datang, maka Asma’ berkata kepadanya, “Wahai Nabi saw, sesungguhnya Umar berkata begini dan begitu.” Rasulullah saw bertanya kepada Umar, “Apa yang telah engkau katakan kepadanya,” Umar menjawab, “Aku katakan begini dan begitu.” Rasulullah saw bersabda kepada Asma’, “Tiada seorang pun yang lebih berhak atas diriku melebihi kalian, adapun dia (Umar) dan para sahabatnya berhijrah satu kali, akan tetapi kalian ahlus safinah (yang menumpang kapal) telah berhijrah dua kali.”

Akhirnya, berbunga-bungalah hati Asma’ karena pernyataan Rasulullah tersebut, lalu beliau sebarkan berita tersebut kepada khalayak, hingga orang-orang mengerumuni beliau untuk meminta penjelasan tentang kabar tersebut. Asma’ berkata, “Sungguh aku melihat Abu Musa dan orang-orang yang telah berlayar (berhijrah bersama Asma’ dan suaminya) mendatangiku dan menanyakan kepadaku tentang hadis tersebut, maka tiada sesuatu dari dunia yang menggembirakan dan lebih besar artinya bagi mereka dari apa yang disabdakan Nabi saw kepada mereka.”Manakala pasukan kaum muslimin menuju Syam, di antara ketiga panglimanya terdapat suami dari Asma’, yakni Ja’far bin Abi Thalib ra. Di sana, di medan perang Allah memilih beliau di antara sekian pasukan untuk mendapatkan gelar syahid di jalan Allah.

Rasulullah saw mendatangi rumah Asma’ dan menanyakan ketiga anaknya, mereka pun berkeliling di sekitar Rasulullah, kemudian Rasulullah mencium mereka dan mengusap kepala mereka hingga kedua matanya melelehkan air mata. Berkatalah Asma’ dengan hati yang berdebar-debar menyiratkan kesedihan, “Demi ayah dan ibuku, apa yang membuat anda menangis? Apakah telah sampai suatu kabar kepada anda tentang Ja’far dan sahabat-sahabatnya?” Beliau menjawab, “Benar, dia gugur hari ini.”Asma’ tidak kuasa menahan tangisnya, kemudian Rasulullah menghiburnya dan berkata kepadanya, “Berkabunglah selama tiga hari, kemudian berbuatlah sesukamu setelah itu.” Selanjutnya, Rasulullah saw bersabda kepada keluarga beliau, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang peristiwa yang menyibukkan mereka.”

Tiada yang dilakukan oleh wanita mukminah ini melainkan mengeringkan air mata, bersabar, dan berteguh hati dengan mengharap pahala yang agung dari Allah. Bahkan, suatu malam dia bercita-cita agar syahid sebagaimana suaminya. Terlebih-lebih tatkala beliau mendengar dari salah seorang laki-laki dari Bani Murrah bin Auf berkata, “Tatkala perang tersebut, demi Allah seolah-olah aku melihat Ja’far ketika melompat dari kudanya yang berwarna kekuning-kuningan kemudian beliau berperang hingga terbunuh. Beliau sebelum terbunuh berkata:

Wahai jannah yang aku dambakan mendiaminya
Harum semerbak baunya, sejuk segar air minumnya
Tantara Romawi menghampiri liang kuburnya
Terhalang jauh dari sanak keluarganya
Kewajibankulah menghantamnya kala menjumpainya
Kemudian, Ja’far memegang bendera dengan tangan kanannya, tetapi dipotonglah tangan kanan beliau, kemudian beliau bawa dengan tangan kirinya, akan tetapi dipotonglah tangan kirinya, selanjutnya beliau kempit dengan di dadanya dengah kedua lengannya hingga terbunuh.

Asma’ mendapatkan makna dari sabda Rasulullah saw yang pernah berkata kepada anaknya, “Assalamualaikum wahai putra yang memiliki dua sayap.”Rupanya Allah menggantikan kedua tangan Ja’far yang terputus dengan dua sayap yang dengan keduanya beliau terbang di jannah sekehendaknya. Seorang ibu yang salihah tersebut tekun menarbiyah ketiga anaknya dan membimbing mereka agar mengikuti jejak yang telah di tempuh oleh ayahnya yang telah syahid, serta membiasakan mereka dengan tabiat iman.Belum lama berselang dari waktu tersebut Abu Bakar ra datang untuk meminang Asma’ binti Umais setelah wafatnya istri beliau, Ummu Rumaan ra. Tiada alasan bagi Asma’ untuk menolak pinangan orang seutama Abu Bakar ra, begitulah akhirnya Asma’ berpindah ke rumah Abu Bakar ra untuk menambah cahaya kebenaran dan cahaya iman dan untuk mencurahkan cinta dan kesetiaan di rumah tangganya.

Setelah sekian lama beliau melangsungkan pernikahan yang penuh barakah, Allah mengaruniakan kepada mereka seorang anak laki-laki. Mereka ingin melaksanakan haji wada, maka Abu Bakar menyuruh istrinya untuk mandi dan menyertai haji setelah Rasulullah saw memintanya. Kemudiana Asma’ menyaksikan peristiwa demi peristiwa yang besar, namun peristiwa yang paling besar adalah wafatnya pemimpin anak Adam dan terputusnya wahyu dari langit. Kemudian beliau juga menyaksikan suaminya, yakni Abu Bakar memegang tampuk kekhalifahan bagi kaum muslimin, sehingga suaminya merampungkan problematika yang sangat rumit, seperti memerangi orang-orang yang murtad, memerangi orang-orang yang tidak mau berzakat, serta mengirimkan pasukan Usamah dan sikapnya yang teguh laksana gunug tidak ragu-ragu dan tidak bimbang, demikian pula beliau menyaksikan bagaimana pertolongan Allah diberikan kepada kaum muslimin dengan sikap iman yang teguh tersebut.

Asma’ senantiasa menjaga agar suaminya senantiasa merasa senang dan beliau hidup bersama suaminya dengan perasaan yang tulus turut memikul beban bersama suaminya dalam urusan umat yang besar.Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama sebab Khalifah ash-Shidiq sakit dan semakin bertambah parah hingga keringat membasahi pada bagian atas kedua pipi beliau. Ash-Shidiq dengan ketajaman perasaan seorang mukmin yang shadiq merasakan dekatnya ajal beliau sehingga beliau bersegera untuk berwasiat. Adapun di antara wasiat beliau adalah agar beliau dimandikan oeh istrinya Asma’ binti Umais ra, selain itu beliau berpesan kepada istrinya agar berbuka puasa dengan berkata, “Berbukalah karena hal itu membuat dirimua lebih kuat.”

Asma’ merasa telah dekatnya wafat beliau sehingga beliau membaca istirja dan memohon amun sedangkan kedua mata beliau tidak berpaling sedikit pun dari memandang suaminya yang ruhnya kembali dengan selamat kepada Allah. Hal itu membuat Asma’ meneteskan air mata dan bersedih hati, akan tetapi sedikit pun beliau tidak mengatakan sesuatu melainkan yang diridhai Allah Tabaraka wa Ta’ala, beliau tetap bersabar dab berteguh hati.Selanjutnya beliau menunaikan perkara penting yang diminta oleh suaminya yang telah tiada, karena beliau adalah orang yang paling bisa dipercaya oleh suaminya. Mulailah beliau memandikan jenazah suaminya dan beliau lupa terhadap wasiat yang kedua. Beliau bertanya kepada para muhajirin yang hadir, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa, namun hari ini adalah hari yang sangat dingin, apakah boleh bagiku untuk mandi?” Mereka menjawab, “Tidak.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwatha’ I/222 dan Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat VIII/284).

Di akhir siang, seusai dimakamkannya as-Shiddiq, tiba-tiba Asma’ binti Umais ingat wasiat suaminya yang kedua, yakni agar beliau berbuka (tidak melanjutkan puasa). Lantas apa yang dilakukannya sekarang? Sedangkan waktu hanya tinggal sebentar lagi. Menunggu matahari tenggelam dan orang yang shoum diperbolehkan untuk berbuka? apakah dia akan setia dengan wasiat suaminya ataukah menunggu sejenak saja untuk melanjutkan puasanya?Kesetiaan terhadap suaminya telah menghalangi beliau untuk mengkhianati wasiat suaminya yang telah pergi, maka beliau mengambil air dan meminum kemudian berkata, “Demi Allah aku tidak akan melanggar janjinya hari ini.”

Setelah kepergian suaminya, Asma’ ra melazimi rumahnya dengan mendidik putra-putranya, baik dari Ja’far maupun dari Abu Bakar. Beliau menyerahkan urusan anak-anaknya kepada Allah dengan mohon kepada-Nya untuk memperbaiki anak-anaknya dan Allah pun memperbaiki mereka hingga mereka menjadi imam bagi orang-orang yang bertakwa. Inilah puncak dari harapan beliau di dunia dan beliau tidak mengetahui takdir yang akan menimpa beliau yang tersembunyi di balik ilmu Allah.

Dialah Ali bin Abu Thalib ra saudara dari Ja’far yang memiliki dua sayap mendatangi Asma’ untuk meminangnya sebagai wujud kesetiaan Ali kepada saudaranya yang dia cintai, yaitu Ja’far, begitu pula Abu Bakar as-shiddiq ra.Setelah berkali-kali berpikir dan mempertimbangkannya dengan matang, beliau memutuskan untuk menerima lamaran dari Ali bin Abi Thalib sehingga kesempatan tersebut dapat beliau gunakan untuk membantu membina putra-putra saudaranya Ja’far. Maka, berpindahlah Asma’ ke rumah tangga Ali ra setelah wafatnya Fatimah az-Zahraa’ ra dan ternyata beliau adalah sebaik-baik wanita salihah, dan beliau juga memiliki suami yang paling baik dalam bergaul. Asma’ senantiasa memiliki kedudukan yang tinggi di mata Ali hingga beliau sering mengulang-ulang di setiap tempat, “Di antara wanita yang memiliki syahwat telah menipu kalian, maka aku tidak menaruh kepercayaan di antara wanita melebihi Asma’ binti Umais.”

Allah memberi kemurahan kepada Ali dengan mengaruniai anak dari Asma’ yang bernama Yahya dan Aunan, berlalulah hari demi hari dan Ali menyaksikan pemandangan yang asing, yakni putra saudaranya Ja’far sedang berbantahan dengan Muhammad bin Abu Bakar dan masing-masing membanggakan diri dari yang lain dengan mengatakan, “Aku lebih baik daripada kamu dan ayahku lebih baik daripada ayahmu.” Ali tidak mengetahui apa yang mereka berdua katakan. Dan bagaimana pula memutuskan antara keduanya karena beliau merasa simpati dengan keduanya. Maka, tiada yang dapat beliau lakukan selain memanggil ibu mereka, yakni Asma’ ra, kemudian berkata, “Putuskanlah antara keduanya!” Dengan pikirannya yang tajam dan hikmah yang mendalam beliau berkata, “Aku tidak melihat seorang pemuda di Arab yang lebih baik daripada Ja’far dan aku tidak pernah melihat orang tua yang lebih baik daripada Abu Bakar.” Inilah yang menyelesaikan urusan mereka berdua dan kembalilah kedua bocah tersebut saling merangkul dan bermain bersama. Namun, Ali merasa takjub dengan bagusnya keputusan yang diambil oleh Asma’ terhadap anak-anaknya, dengan menatap wajah istrinya beliau berkata, “Engaku tidak menyisakan bagi kami sedikit pun wahai Asma’?” Dengan kecerdasan yang tinggi dan keberanian yang luar biasa ditambah lagi adab yang mulia beliau berkata:”Di antara ketiga orang pilihan, kebaikan Anda masih di bawah kebaikan mereka.”

Ali ra tidak merasa asing dengan jawaban istrinya yang cerdas, maka beliau berkata dengan ksatria dan akhlak yang utama: “Sendaianya engkau tidak menjawab dengan jawaban tersebut, niscaya aku cela dirimu.”
Akhirnya, kaum muslimin memilih Ali ra sebagai khalifah setelah Utsman bin Affan, maka kedua kalinya Asma’ menjadi istri seorang khalifah, yang kali ini adalah khalifah rasyidin yang keempat, semoga Allah meridhai mereka semuanya.Asma’ turut serta memikul tanggung jawab sebagai istri khalifah bagi kaum muslimin dalam menghadapi peristiwa-peristiwa besar, begitu pula dengan Abdullah bin Ja’far dan Muhammad bin Abu Bakar ra berdiri di samping ayahnya dalam rangka membela kebenaran. Kemudian, setelah berselang beberapa lama, wafatlah putra beliau Muhammad bin Abu Bakar ra dan musibah tersebut membawa pengaruh yang besar pada diri beliau, akan tetapi Asma’ seorang wanita mukminah tidak mungkin menyelisihi ajaran Islam dengan berteriak-teriak dan meratap dan hal-hal lain yang dilarang dalam Islam. Tiada yang beliau lakukan selain berusaha bersabar dan membawa pertolongan dengan sabar dan salat terhadap penderitaan yang beliau alami. Asma’ selalu memendam kesedihannya hingga payudaranya mengeluarkan darah.

Belum lagi tahun berganti hingga sakit beliau bertambah parah dan menjadi lemah jasmaninya, dengan cepat kemudian beliau meninggal dunia. Yang tinggal hanyalah lambang kehormatan yang tercatat dalam sejarah setelah beliau mengukir sebaik-baik contoh dalam hal kebijaksanaan, kesabaran, dan kekuatan.

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Senin, 09 Mei 2011

Wanita ketika Safar (Berpergian)

Diposting oleh Wanita Sholehah di 21.14 0 komentar
Polemik persyaratan adanya mahrom bagi wanita ketika safar banyak menimbulkan pro kontra. Berbagai alasan dilontarkan untuk memperkuat pendapat masing-masing. Bagaimana pendapat ulama mengenai hal ini?

Syaikh Utsaimin pernah ditanya tentang boleh tidaknya wanita pergi naik pesawat tanpa mahrom yang keamanannya terjamin ? Beliau menjawab, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:  “Seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali jika ada mahrom yang menyertainya.”  Beliau menyampaikan hal ini ketika beliau sedang khutbah di atas mimbar pada musim haji. Kemudian ada seorang laki-laki yang datang kemudian bertanya:  “Wahai Rasulullah, istri saya pergi haji sendirian sedang saya ikut dalam jihad ini dan itu.” Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pergilah haji bersama istrimu.”  (HR Bukhari [3006] dan Muslim [1341]).

Dalam hadits ini kita lihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada laki-laki tersebut untuk meninggalkan jihad agar dapat pergi haji bersama istrinya dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak bertanya kepadanya:

“Apakah istri anda aman ?” atau
“Apakah istri anda ditemani para wanita lain ?” atau
“Apakah istri anda bersama para tetangganya ?”


Berarti larangan ini bersifat umum untuk semua kepergian wanita tanpa muhrim. Karena bahaya sangat mungkin tejadi meski dalam pesawat. Seorang suami yang hendak ditinggal istrinya yang akan naik pesawat, kapan ia pulang dari mengantar ? Ia akan pulang ketika istrinya sudah menanti keberangkatan pesawat di ruang tunggu.

Di ruang tunggu ini istrinya sendirian tanpa mahrom. Kalaupun seandainya suaminya juga ikut masuk ke ruang tunggu sampai istrinya naik pesawat. Apakah tidak mungkin bahwa pesawat tersebut kembali setelah menempuh perjalanan ? Kadang pesawat kembali ke bandara karena ada kerusakan tekhnis atau kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Kalau seandainya pesawat dapat melanjutkan perjalanannya sampai tujuan tetapi bandara yang dituju tidak dapat menerima menerima kedatangan pesawat karena ada masalah di bandara atau cuaca yang tidak memungkinkan pesawat mendarat di bandara tersebut akhirnya pesawat di alihkan ke bandara lain. Ini mungkin terjadi. Atau seandainya pesawat tersebut tiba di tujuan tepat waktu, tetapi mahrom yang akan menjemput belum tiba karena suatu alasan mendadak.

Kalaupun kita katakan semua kemungkinan tadi tidak terjadi dan mahrom datang tepat waktu, tetap masalahnya siapa yang duduk disamping istri tersebut dalam pesawat ? Tidak selalu (bahkan sering, pent) orang yang duduk di sampingnya bukan wanita. Kadang-kadang yang duduk di sampingnya adalah laki-laki, bahkan bisa jadi laki-laki yang tidak beres. Ia mengajak wanita tersebut ngobrol, cerita, sampai tertawa dan mengambil nomor teleponnya sekaligus memberikan nomor teleponnya. Bukankah ini mungkin ? Siapa yang bisa selamat dari kondisi ini ?

Oleh karena itu, di sini anda temukan hikmah yang agung dari larangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas kepergian wanita tanpa mahrom, tanpa ada batasan.Mungkin ada wanita yang mengatakan: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui yang ghaib, tidak mengetahui pesawat. Maka kita fahami sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut untuk kepergian wanita tanpa mahrom dengan menggunakan unta atau binatang lain, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu …tentang pesawat yang dapat menempuh jarak antara Thaif dan Riyadl dalam waktu satu seperempat jam, yang dulu bisa ditempuh dalam satu bulan penuh ?

Jawabnya: Jika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui tetapi Rabb (Tuhan)nya Rasulullah Subhaanahu Wa Ta’ala mengetahui. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” 
(QS An Nahl ayat 89)

Saya ingatkan saudara-saudara saya kaum muslimin dari gejala yang berbahaya ini, yaitu menganggap gampang bepergiannya wanita tanpa muhrim, demikian pula wanita yang berduaan dengan supir meski dalam kota, karena ini berbahaya. Sebagaimana saya ingatkan juga berduaannya saudara (kakak atau adiknya) suami dengan istri dalam rumah. Karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya ketika beliau bersabda: “Hati-hatilah kalian masuk ke tampat wanita.” Para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan saudara (kakak atau adiknya) suami ?” Beliau menjawab: “Saudara suami itu mati.” 
(HR Bukhari [5232] dan Muslim [2172]) maksudnya saya ingatkan dengan peringatan yang sangat keras.

Yang sangat mengherankan sebagian ulama -mudah-mudahan Allah memaafkan mereka- berpendapat: Maksud dari sabda “Saudara suami itu mati” artinya saudara suami itu pasti masuk ke tempat wanita sebagaimana halnya mati pasti akan datang pada setiap manusia.

(Dikutip dari : Fatawa Ibni ‘Utsaimin -rahimahullah- [2/852-853] lihat Al Fatawa asy Syar’iyyah fil masa-il al ‘ashriyyah min fatawa ‘ulamail baladil haram hal 450-452) 

Asma’ binti Yazid bin Sakan (Juru Bicara Wanita)

Diposting oleh Wanita Sholehah di 21.04 0 komentar
Beliau adalah Asma’ binti Yazid bin Sakan bin Rafi’ bin Imri’il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris al-Anshariyyah, al-Ausiyyah al-Asyhaliyah.Beliau adalah seorang ahli hadis yang mulia, seorang mujahidah yang agung, memiliki kecerdasan, dien yang bagus, dan ahli argumen, sehingga beliau dijuluki sebagai “juru bicara wanita”.Di antara sesuatu yang istimewa yang dimiliki oleh Asma’ ra adalah kepekaan inderanya dan kejelian perasaannya serta ketulusan hatinya. Selebihnya dalam segala sifat sebagaimana yang dimiliki oleh wanita-wanita Islam yang lain yang telah lulus dalam madrasah nubuwwah, yakni tidak terlalu lunak (manja) dalam berbicara, tidak merasa hina, tidak mau dianiaya dan dihina, bahkan beliau adalah seorang wanita yang pemberani, tegar, mujahidah. Beliau menjadi contoh yang baik dalam banyak medan peperangan.

Asma’ ra mendatangi Rasulullah saw pada tahun pertama hijrah dan beliau berba’iat kepadanya dengan ba’iat Islam. Rasulullah saw memba’iat para wanita dengan ayat yang tersebut dalam surat Al-Mumtahanah, “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Mumtahanah: 12).

Ba’iat dari Asma’ binti Yazid ra adalah untuk jujur dan ikhlas, sebagaimana yang disebutkan riwayatnya dalam kitab-kitab sirah bahwa Asma’ mengenakan dua gelang emas yang besar, maka Nabi saw bersabda, “Tanggalkanlah kedua gelangmu wahai Asma’, tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang kepadamu dengan gelang dari neraka?”

Maka, segeralah beliau tanpa ragu-ragu dan tanpa argumentasi untuk mengikuti perintah Rasulullah saw, maka beliau melepaskannya dan meletakkan di depan Rasulullah saw.Setelah itu Asma’ aktif untuk mendengar hadis Rasulullah saw yang mulia dan beliau bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan dia paham urusan dien. Beliau pulalah yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang tata cara thaharah (bersuci) bagi wanita yang selesai haidh. Beliau memiliki kepribadian yang kuat dan tidak malu untuk menanyakan sesuatu yang hak. Oleh karena itu, Ibnu Abdil Barr berkata, “Beliau adalah seorang wanita yang cerdas dan bagus diennya.”

Beliau ra dipercaya oleh kaum muslimah sebagai wakil mereka untuk berbicara dengan Rasulullah saw tentang persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Pada suatu ketika Asma’ mendatangi Rasulullah saw dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah yang di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sebagaiamana aku berpendapat. Sesungguhnya Allah SWT mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudiaan kami beriman kepada anda dan memba’iat anda. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum laki-laki, dan kami adalah tempat melampiaskan syahwat mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka. Akan tetapi, kaum lelaki mendapat keutamaan melebihi kami dengan salat Jumat, mengantarkan jenazah, dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka, yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”

Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah saw menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Pernahkan kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang dien yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?”

Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah!” Kemudian Rasulullah saw bersabda,“Kembalilah wahai Asma’ dan beri tahukanlah kepada para wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah seorang mereka kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, saatnya ia untuk mendapat persetujuannya, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki.”

Maka, kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah saw.Dalam dada Asma’ terbetik keinginan yang kuat untuk ikut andil dalam berjihad, hanya saja kondisi ketika itu tidak memungkinkan untuk merealisasikannya. Akan tetapi, setelah tahun 13 Hijriyah setelah wafatnya Rasulullah saw hingga perang Yarmuk beliau menyertainya dengan gagah berani.

Pada perang Yarmuk ini, para wanita muslimah banyak yang ikut andil dengan bagian yang banyak untuk berjihad sebagaimana yang disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitab al-Bidayah wan-Nihaayah, beliau membicarakan tentang perjuangan mujahidin mukminin. Beliau berkata, “Mereka berperang dengan perang besar-besaran hingga para wanita turut berperang di belakang mereka dengan gagah berani.”Dalam bagian lain beliau berkata, “Para wanita menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu. Adapun Khaulah binti Tsa’labah ra berkata:

Wahai kalian yang lari dari wanita yang bertakwa
Tidak akan kalian lihat tawanan
Tidak pula perlindungan
Tidak juga keridhaan

Beliau juga berkata dalam bagian yang lain, “Pada hari itu kaum muslimah berperang dan berhasil membunuh banyak tentara Romawi, akan tetapi mereka memukul kaum muslimin yang lari dari kancah peperangan hingga mereka kembali untuk berperang.”Dalam perang yang besar ini, Asma’ binti Yazid menyertai pasukan kaum muslimin bersama wanita-wanita mukminat yang lain berada di belakang para mujahidin mencurahkan segala kemampuan dengan membantu mempersiapkan senjata, memberikan minum bagi para mujahidin dan mengobati yang terluka di antara mereka serta memompa semangat juang kaum muslimin.

Akan tetapi, manakala berkecamuknya perang, manakala suasana panas membara dan mata menjadi merah, ketika itu Asma’ ra lupa bahwa dirinya adalah seorang wanita. Beliau hanya ingat bahwa dirinya adalah muslimah, mukminah, dan mampu berjihad dengan mencurahkan segenap kemampuan dan kesungguhannya. Hanya beliau tidak mendapatkan apa-apa yang di depannya melainkan sebatang tiang kemah, maka beliau membawanya kemudian berbaur dengan barisan kaum muslimin. Beliau memukul musuh-musuh Allah ke kanan dan ke kiri hingga dapat membunuh sembilan orang dari tentara Romawi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Ibnu Hajar tentang beliau, “Dialah Asma’ binti Yazid bin Sakan yang menyertai perang Yarmuk, ketika itu beliau membunuh sembilan tentara Romawi dengan tiang kemah, kemudian beliau masih hidup selama beberapa tahun setelah peperangan tersebut.”

Asma’ keluar dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya dan Allah menghendaki beliau masih hidup setelah itu selama 17 tahun karena beliau wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah setelah menyuguhkan kebaikan bagi umat.Semoga Allah merahmati Asma’ binti Yazid bin Sakan dan memuliakan dengan hadis yang telah beliau riwayatkan bagi kita, dan dengan pengorbanan yang telah beliau usahakan, dan telah beramal dengan sesuatu yang dapat dijadikan pelajaran bagi yang lain dalam hal mencurahkan segala kemampuan dan usaha demi memperjuangkan al-haq dan mengibarkan bendera hingga dien ini hanya bagi Allah.

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli & Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Ummu Haram binti Malhan (Wanita yang Syahid di Laut)

Diposting oleh Wanita Sholehah di 21.00 0 komentar
Beliau adalah Ummu Haram binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Najar al-Anshariyah an-Najariyah al-Madiniyah.Beliau adalah saudari Ummu Sulaim, bibi dari Anas bin Malik pembantu Rasulullah saw. Beliau adalah istri dari sahabat yang agung yang bernama Ubadah bin Shamit. Kedua saudaranya adalah Sulaim dan Haram yang keduanya menyertai perang Badar dan Uhud dan kedua-duanya syahid pada perang Bi’ir Ma’unah. Adapun Haram adalah seorang pejuang yang tatkala ditikam dari belakang beliau mengatakan, “Aku telah berjaya demi Rabb Ka’bah.”

Ummu Haram termasuk wanita yang terhormat, beliau masuk Islam, berba’iat kepada Nabi saw dan ikut berhijrah. Beliau meriwayatkn hadis dan Anas bin Malik meriwayatkan dari beliau dan ada juga yang lain yang meriwayatkan dari beliau.Rasulullah saw memuliakan beliau dan pernah mengunjungi beliau di rumahnya dan istirahat sejenak di rumahnya. Beliau dan Ummu Sulaim adalah bibi Rasulullah saw, baik berkaitan dengan persusuan ataupun berkaitan dengan nasab, sehingga menjadi halal menyendiri (berkhalwah) dengan keduanya.

Anas bin Malik ra berkata, “Rasulullah saw masuk ke rumah kami, tidak ada yang di dalam rumah melainkan saya, ibuku (Ummu Sulaim) dan bibiku Ummu Haram. Beliau bersabda: “Berdirilah kalian, aku akan salat bersama kalian.” Maka beliau salat bersama kami pada saat bukan waktu salat wajib.Ummu Haram berangan-angan untuk bisa menyertai peperangan bersama mujahidin yang menaiki kapal untuk menyebarkan dakwah dan membebaskan manusia dari peribadatan kepada sesama hamba menuju peribadatan kepada Allah saja. Akhirnya, Allah mengabulkan angan-angannya dan mewujudkan cita-citanya. Tatkala dinikahi oleh sahabat yang agung yang bernama Ubadah bin Shamit, mereka keluar untuk berjihad bersama dan Ummu Haram mendapatkan syahid di sana dalam perang Qabrus.

Anas ra berkata, “Adalah Rasulullah saw apabila pergi ke Quba’, beliau mampir ke rumah Ummu Haram binti Malhan, kemudian Ummu Haram menyediakan makanan bagi beliau. Adapun suami Ummu Haram adalah Ubadah bin Shamit. Pada suatu hari Rasululah saw mampir ke rumah beliau, Ummu Haram pun menyediakan makanan bagi beliau kemudian Rasulullah menyandarkan kepalanya dan Rasulullah saw tertidur. Tidak berapa lama kemudian beliau bangun lalu beliau tertawa. Ummu Haram bertanya, “Apa yang membuat anda tertawa wahai Rasulullah saw?” Beliau bersabda, “Sekelompok manusia dari umatku diperlihatkan kepadaku, mereka berperang di jalan Allah dengan berlayar di lautan sebagaimana raja-raja di atas pasukannya atau laksana para raja yang memimpin pasukannya.”

Ummu Haram berkata, “Ya Rasulullah do’akanlah agar aku termasuk golongan mereka.”Kemudian Rasulullah saw mendo’akan Ummu Haram lalu meletakkan kepalanya dan melanjutkan tidurnya. Sebentar kemudian beliau bangun dan tertawa. Ummu Haram bertanya, “Ya Rasulullah apa yang membuat anda tertawa?” Rasulullah saw bersabda, “Sekelompok manusia dari umatku diperlihatkan kepadaku tatkala berperang di jalan Allah laksana raja bagi pasukannya.”

Ummu Haram berkata, “Ya Rasulullah do’akanlah agar saya termasuk golongan mereka.”
Rasulullah saw bersabda, “Engkau termasuk golongan para pemula.”
Anas bin Malik berkata, “Ummu Haram keluar bersama suaminya yang bernama Ubadah bin Shamit. Tatkala telah melewati laut, beliau naik seekor hewan kemudian hewan tersebut melemparkan beliau ke tanah hingga wafat. Peristiwa tersebut terjadi pada perang Qibris, sehingga beliau di kubur di sana. Ketika itu pemimpin pasukan adalah Mu’awiyah bin Abu Sofyan pada masa khilafah Utsman bin Affan, semoga Allah merahmati mereka seluruhnya.

Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 27 Hijriyah. Begitulah, Ummu Haram adalah termasuk salah satu dari keluarga mulia yang setia terhadap prinsip yang dia pegang. Beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk menyebarkan akidah tauhid yang murni. Beliau tidak mengharapkan setelah itu, melainkan ridha Allah Azza wa Jalla.

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli & Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Asy-Syifa’ binti al-Harits (Guru Wanita Pertama dalam Islam)

Diposting oleh Wanita Sholehah di 00.27 0 komentar
Beliau adalah asy-Syifa’ binti Abdullah bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab al-Qurasyiyyah al-Adawiyah.Asy-Syifa’ ra masuk Islam sebelum hijrahnya Nabi saw dan beliau termasuk muhajirin angkatan pertama dan termasuk wanita yang berba’iat kepada Rasulullah saw. Beliaulah yang disebutkan dalam firman Allah SWT:
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 
(Al-Mumtahanah: 12)
Asy-Syifa’ termasuk wanita yang cerdas dan utama, beliau seorang ulama di antara ulama dalam Islam dan tanah yang subur bagi ilmu dan iman.Asy-Syifa’ ra menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak kepada beliau yang bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah. Asy-Syifa’ dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis sebelum datangnya Islam, sehingga tatkala beliau masuk Islam beliau tetap memberikan pengajaran kepada wanita-wanita muslimah dengan mengharapkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, beliau disebut sebagai ‘guru wanita pertama dalam Islam’. Di antara wanita yang dididik oleh asy-Syifa’ adalah Hafshah binti Umar bin Khatthab ra istri Rasulullah saw .

Telah diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah saw meminta kepada asy-Syifa’ untuk mengajarkan kepada Hafshah ra tentang menulis dan sebagian Ruqyah (pengobatan dengan doa-doa). Asy-Syifa’ berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw masuk sedangkan saya berada di samping Hafshah, beliau bersabda:‘Mengapa tidak engkau ajarkan kepadanya ruqyah sebagaimana engkau ajarkan kepadanya menulis’.” (HR Abu Daud).
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa asy-Syifa’ adalah ahli ruqyah di masa Jahiliyah, maka tatkala beliau masuk Islam dan berhijrah beliau berkata kepada Rasulullah saw, “Aku adalah ahli ruqyah di masa Jahliliyah dan aku ingin memperlihatkannya kepada Anda.” Lalu Nabi saw bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku.” Asy-Syifa’ berkata, “Maka, aku perlihatkan cara meruqyah kepada beliau yakni meruqyah penyakit bisul.” Kemudian, Rasulullah saw bersabda, “Meruqyalah dengan cara tersebut dan ajarkanlah hal itu kepada Hafshah.”
Di antara yang termasuk ruqyah adalah do’a:

“Ya Allah Tuhan manusia, Yang Maha menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, karena Engkau Maha Penyembuh, tiada yang dapat menyembuhkan selain Engkau, sembuh yang tidak terjangkiti penyakit lagi.” (HR Abu Daud).
Inilah, asy-Syifa’ telah mendapatkan bimbingan yangn banyak dari Rasulullah saw . Sungguh asy-Syifa’ sangat mencintai Rasulullah saw sebagaimana kaum mukminin dan mukminat yang lain, beliau belajar dari hadis-hadis Rasulullah saw yang banyak tentang urusan dien (agama) dan dunia. Beliau juga turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah putranya yaitu Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya yaitu Ishak dan Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain.
Umar bin Khatthab sangat mendahulukan pendapat beliau, menjaganya dan mengutamakannya dan terkadang beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar.
Begitu pula sebaliknya, asy-syifa’ juga menghormarti Umar, beliau memandangnya sebagai seorang muslim yang shadiq (jujur), memiliki suri teladan yang baik dan memperbaiki, bertakwa dan berbuat adil. Suatu ketika asy-Syifa’ melihat ada rombongan pemuda yang sedang berjalan lamban dan berbicara dengan suara lirih, beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Itu adalah ahli ibadah.” Beliau berkata: “Demi Allah, Umar adalah orang yang apabila berbicara suaranya terdengar jelas, bila berjalan melangkah dengan cepat, dan bila memukul mematikan.”
Asy-Syifa’ menjalani sisa-sisa hidupnya setelah wafatnya Rasulullah saw dengan menghormati dan menghargai pemerintahan Islam hingga beliau wafat pada tahun 20 Hijriyah.
Semoga Allah merahmati asy-syifa’ binti Abdullah, sungguh beliau telah mendahului umatnya dengan segala macam kebaikan dengan ilmu dan dien yang telah dikaruniakan kepada beliau agar beliau menjadi uswah hasanah (panutan yang baik) bagi setiap gadis di dalam Islam, sehingga beliau tidak kikir untuk mencurahkan segala yang dimilikinya, baik ilmu ataupun yang lainnya demi membela akidahnya dan mengharap ridha Allah SWT.
Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Mushthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Orang Asing di Makkah Menjual Zamzam Palsu

Diposting oleh Wanita Sholehah di 00.21 0 komentar
Sejumlah orang asing ilegal dan warga negara Saudi menjual air Zamzam palsu sebagai bisnis yang menguntungkan. Mereka mencampur air suci dengan air biasa, kemudian menjual air campuran itu sebagai air ‘Zamzam murni’.

Air Zamzam palsu itu mungkin memiliki efek kesehatan merugikan yang dapat berbahaya bagi pengguna. Para penjual air Zamzam palsu menyebar di sepanjang jalan raya, di sekitar pintu keluar dan masuk kota Makkah, dan di dekat masjid suci. Mereka selalu memperdagangkan barang ilegal mereka tanpa mengindahkan pihak berwenang yang selalu mengejar mereka.

Dalam pemberitaannya hari Senin (9/5), Arab News melakukan investigasi ke tempat-tempat air Zamzam palsu diisi, untuk dijual. Investigasi dimulai di kawasan pusat Haram di Al-Ghazzah, tempat banyak warga Afrika menjalankan profesi ilegal. Mereka membeli galon kosong baru dalam berbagai warna, kemudian mengisi sejumlah air Zamzam ke dalamnya dan mengisi sisanya dengan air biasa.

Mereka melakukan pencampuran air di tempat-tempat jauh dan kemudian membawa produk mereka ke Al-Ghazzah, tempatnya biasanya banyak berkumpul jamaah dan pengunjung. Para penjual ilegal beroperasi 24 jam sehari, tetapi mereka melarikan diri dan bersembunyi setiap kali melihat aparat keamanan.


Di kawasan Kudai, yang memiliki stasiun pompa untuk air Zamzam, sejumlah orang Afrika, Burma, dan Bangladesh mengisi galon mereka dengan air Zamzam. Kemudian mereka menuangkan ke galon lainnya, dan mengisi sisanya dengan air biasa, serta menjual air campuran itu kepada para penjual di sekitar Expressway Jeddah-Makkah. Mereka melakukan pekerjaan ilegal jauh dari pengawasan polisi.

Sepanjang tol, khususnya di dekat pompa bensin di sekitar jalan keluar Mekah, beberapa kelompok orang menjual air palsu di sekitar Jam. Mereka meletakkan galon mereka di truk kecil yang diparkir di sana, setelah menutupi  dengan kain. Mereka berangkat dari rumah pada malam hari dan kembali keesokan harinya untuk melanjutkan pekerjaan mereka.

Air Zamzam dapat terkena sinar matahari langsung dan debu, membuat air suci palsu jadi tidak higienis.

Konsultan dan dokter spesialis penyakit dada memperingatkan terhadap risiko air tersebut, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk diare dan tifus. Mereka menyarankan semua pembeli untuk membeli langsung pada tempat-tempat pengisian.

Keterangan foto: Para pedagang ilegal di Makkah yang menjual air Zamzam palsu.


Sumber

Dikerjain Hacker, Situs Israel Dipampang Foto Usamah

Diposting oleh Wanita Sholehah di 00.19 0 komentar
Sebuah koran cetakan Zionis-Israel menulis bahwa poster Usamah bin Laden, pemimpin al-Qaidah yang terbunuh menghiasi halaman utama berbagai situs penting pemerintah.Menurut laporan Mehr News mengutip Ha’aretz, halaman utama situs jaringan kereta api, bank dan situs undian rezim ini diserang oleh para hacker dan tampilannya diubah dengan meletakkan foto bin Ladin.Tak hanya itu, para hacker juga menulis sejumlah kata di bawah poster Usamah bin Ladin.


Sumber