Sabtu, 30 April 2011

Faedah Menikah di Usia Muda







Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam dan satu-satunya layak untuk disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.Menunda-nunda menikah bisa merugi. Berikut penjelasan yang bagus dari ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan -hafizhohullah-  yang kami kutip dari Web Sahab.net (arabic).

[Faedah pertama: Hati semakin tenang dan sejuk dengan adanya istri dan anak]

Di antara faedah segera menikah adalah lebih mudah menghasilkan anak yang dapat menyejukkan jiwa. Allah Ta’ala berfirman,


وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” 
(QS. Al Furqon: 74)

Istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya ia pun bersegera untuk menikah.

هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” 
(QS. Al Furqon: 74)

Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,


الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” 
(QS. Al Kahfi: 46)

Anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Setiap manusia pasti  menginginkan perhiasan yang menyejukkan pandangan. Sebagaimana manusia pun begitu suka mencari harta, ia pun senang jika mendapatkan anak. Karena anak sama halnya dengan harta dunia, yaitu sebagai perhiasan kehidupan dunia. Inilah faedah memiliki anak dalam kehidupan dunia.

Sedangkan untuk kehidupan akhirat, anak yang sholih akan terus memberikan manfaat kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  
إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : علم ينتفع به ، أو صدقة جارية ، أو ولد صالح يدعو له

Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: [1] ilmu yang bermanfaat, [2] sedekah jariyah, dan [3] anak sholih yang selalu mendoakannya.”[1]

Hal ini menunjukkan bahwa anak  memberikan faedah yang besar dalam kehidupan dunia dan nanti setelah kematian.

[Faedah kedua: Bersegera nikah akan mudah memperbanyak umat ini]

Faedah lainnya, bersegera menikah juga lebih mudah memperbanyak anak, sehingga umat Islam pun akan bertambah banyak. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk bekerjasama dalam nikah membentuk masyarakat Islami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


تزوجوا فإني مكاثر بكم يوم القيامة

Menikahlah kalian. Karena aku begitu bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.[2] Atau sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Intinya, bersegera menikah memiliki manfaat dan dampak yang luar biasa. Namun ketika saya memaparkan hal ini kepada para pemuda, ada beberapa rintangan yang muncul di tengah-tengah mereka.

Rintangan pertama:

Ada yang mengutarakan bahwa nikah di usia muda akan membuat lalai dari mendapatkan ilmu dan menyulitkan dalam belajar. Ketahuilah, rintangan semacam ini tidak senyatanya benar. Yang ada pada  bahkan sebaliknya. Karena bersegera menikah memiliki keistimewaan sebagaimana yang kami utarakan yaitu orang yang segera menikah akan lebih mudah merasa ketenangan jiwa. Adanya ketenangan semacam ini dan mendapatkan penyejuk jiwa dari anak maupun istri dapat lebih menolong seseorang untuk mendapatkan ilmu. Jika jiwa dan pikirannya telah tenang karena istri dan anaknya di sampingnya, maka ia akan semakin mudah untuk mendapatkan ilmu.

Adapun seseorang yang belum menikah, maka pada hakikatnya dirinya terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan was-was, maka ia pun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika ia bersegera menikah, lalu jiwanya tenang,  maka ini akan lebih akan menolongnya. Inilah yang memudahkan seseorang dalam belajar dan tidak seperti yang dinyatakan oleh segelintir orang.

Rintangan kedua:

Ada yang mengatakan bahwa nikah di usia muda dapat membebani seorang pemuda dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Rintangan ini pun tidak selamanya bisa diterima. Karena yang namanya pernikahan akan senantiasa membawa keberkahan (bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada  kebaikan. Menjalani nikah berarti melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan membenarkan niatnya, maka inilah yang sebab datangnya kebaikan untuknya. Ingatlah, semua rizki itu di tangan Allah sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” 
(QS. Hud: 6)

Jika engkau menjalani nikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk dirimu dan anak-anakmu. Allah Ta’ala berfirman,

نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ

Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” 
(QS. Al An’am: 151)

Oleh karenanya ,yang namanya menikah tidaklah membebani seorang pemuda sebagaimana anggapan bahwa menikah dapat membebani seorang pemuda di luar kemampuannya. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah pintu mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya.

Jumat, 29 April 2011

Rintihan Seorang Ibu…..

Untuk anakku yang ku sayangi di bumi Allah ta’ala
 
Segala puji ku panjatkan ke hadirat Allah ta’ala, yang telah memudahkan ibu untuk beribadah kepada-Nya.
Sholawat serta salam, ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-, keluarga, dan para sahabatnya.
Wahai anakku …

Surat ini datang dari ibumu, yang selalu dirundung sengsara. Setelah berpikir panjang, ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri ini.
Setiap kali menulis, setiap itu pula gores tulisan ini terhalangi oleh tangis. Dan setiap kali menitikkan air mata, setiap itu pula, hati ini terluka.
Wahai anakku …

Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak. Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau akan remas kertas ini, lalu engkau robek-robek, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati ibu, dan telah engkau robek pula perasaannya.
Wahai anakku …

25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku.
Suatu ketika dokter datang menyampaikan tentang kehamilanku, dan semua ibu sangat mengerti arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini, sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi ibu.
Semenjak kabar gembira tersebut, aku membawamu sembilan bulan. Tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi, itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.
Aku mengandungmu wahai anakku, pada kondisi lemah di atas lemah. Bersamaan dengan itu, aku begitu gembira tatkala merasakan dan melihat terjalan kakimu, atau balikan badanmu di perutku.
Aku merasa puas, setiap aku menimbang diriku, karena bila semakin hari semakin berat perutku, berarti dengan begitu engkau sehat wal afiat di dalam rahimku.

Anakku …

Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah tiba pada malam itu, yang aku tidak bisa tidur sekejap pun, aku merasakan sakit yang tidak tertahankan, dan merasakan takut yang tidak bisa dilukiskan.
Sakit itu berlanjut, sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula, aku melihat kematian di hadapanku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia, dan engkau lahir. Bercampur air mata kebahagiaanku dengan air mata tangismu.
Ketika engkau lahir, menetes air mata bahagiaku. Dengan itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah, dengan bertambah kuatnya sakit.
Aku raih dirimu, sebelum ku raih minuman. Aku peluk cium dirimu, sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkongan.
Wahai anakku … 

Telah berlalu setahun dari usiamu. Aku membawamu dengan hatiku, memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Sari pati hidupku, kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur, demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu. Harapanku pada setiap harinya, agar aku selalu melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat, adalah setiap permintaanmu agar aku berbuat sesuatu untukmu. Itulah kebahagiaanku.
Lalu berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, selama itu pula, aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai… menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti… menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah… dan mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.
Aku selau memperhatikan dirimu, hari demi hari, hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu, wahai anakku…
Tatkala itu, aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan, demi mencari pasangan hidupmu, semakin dekat hari perkawinanmu anakku, semakin dekat pula hari kepergianmu.
Tatkala itu, hatiku serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka. Tangis telah bercampur pula dengan tawa.
Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan… karena engkau telah mendapatkan jodoh… karena engkau telah mendapatkan pendamping hidup… Sedangkan sedih karena engkau adalah pelipur hatiku, yang akan berpisah sebentar lagi dari diriku.
Waktu pun berlalu, seakan-akan aku menyeretnya dengan berat, kiranya setelah perkawinan itu, aku tidak lagi mengenal dirimu.

Senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihanku, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam, seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran, aku benar-benar tidak mengenalmu lagi, karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.
Terasa lama hari-hari yang ku lewati, hanya untuk melihat rupamu. Detik demi detik ku hitung demi mendengar suaramu. Akan tetapi penantianku seakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu, aku menyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering, aku merasa bahwa engkau yang akan menelponku. Setiap suara kendaraan yang lewat, aku merasa bahwa engkaulah yang datang.
Akan tetapi semua itu tidak ada, penantianku sia-sia, dan harapanku hancur berkeping. Yang ada hanya keputus-asaan… Yang tersisa hanya kesedihan dari semua keletihan yang selama ini ku rasakan, sambil menangisi diri dan nasib yang memang ditakdirkan oleh-Nya.

Anakku…

Ibumu tidaklah meminta banyak, ia tidaklah menagih padamu yang bukan-bukan.
Yang ibu pinta kepadamu:
Jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu.
Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.
Dan ibu memohon kepadamu nak, janganlah engkau pasang jerat permusuhan dengan ibumu.
Jangan engkau buang wajahmu, ketika ibumu hendak memandang wajahmu.
Yang ibu tagih kepadamu:
Jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana, sekalipun hanya sedetik.
Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi. Atau sekiranya terpaksa engkau datang sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

Anakku…

Telah bungkuk pula punggungku… bergemetar tanganku… karena badanku telah dimakan oleh usia, dan telah digerogoti oleh penyakit… Berdirinya seharusnya telah dipapah… duduk pun seharusnya dibopong…
Akan tetapi, yang tidak pernah sirna -wahai anakku- adalah cintaku kepadamu… masih seperti dulu… masih seperti lautan yang tidak pernah kering… masih seperti angin yang tidak pernah berhenti…
Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikan dengan kebaikan, sedangkan ibumu, mana balas budimu, mana balasan baikmu?! bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air serupa?! bukan sebaliknya air susu dibalas dengan air tuba?! Dan bukankah Alloh ta’ala, telah berfirman:

هل إلا جزاء الإحسان الإحسان

Bukankah balasan kebaikan, melainkan kebaikan yang serupa?!
Sampai begitukah keras hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu.
Wahai anakku…
Setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak?! Karena engkau adalah buah dari kedua tanganku… Engkau adalah hasil dari keletihanku… Engkaulah laba dari semua usahaku…
Dosa apakah yang telah ku perbuat, sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?!
Pernahkah suatu hari aku salah dalam bergaul denganmu?!
Atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?!
Tidak dapatkah engkau menjadikanku pembantu yang terhina dari sekian banyak pembantu-pembantumu yang mereka semua telah engkau beri upah?!
Tidak dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu?!
Dapatkah engkau sekarang menganugerahkan sedikit kasih sayang demi mengobati derita orang tua yang malang ini?!
إن الله يحب المحسنين

Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berbuat baik.

Wahai anakku…

Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.
Wahai anakku…
Hatiku terasa teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan, bahwa engkau adalah laki-laki yang supel, dermawan dan berbudi.
Wahai anakku…
Apakah hatimu tidak tersentuh, terhadap seorang wanita tua yang lemah, binasa dimakan oleh rindu berselimutkan kesedihan, dan berpakaian kedukaan?!
Mengapa? Tahukah engkau itu?! Karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… Karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… Karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim.
Wahai anakku…
Ibumu inilah sebenarnya pintu surga, maka titilah jembatan itu menujunya… Lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, kemaafan, dan balas budi yang baik… Semoga aku bertemu denganmu di sana, dengan kasih sayang Alloh ta’ala sebagaimana di dalam hadits:


الوالد أوسط أبواب الجنة فإن شئت فأضع ذلك الباب أو احفظه

Orang tua adalah pintu surga yang paling tinggi. Sekiranya engkau mau, sia-siakanlah pintu itu, atau jagalah! (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, dishohihkan oleh Albani)

Anakku…

Aku mengenalmu sejak dahulu… semenjak engkau telah beranjak dewasa… aku tahu engkau sangat tamak dengan pahala… engkau selalu cerita tentang keuatamaan berjamaah… engkau selalu bercerita terhadapku tentang keutamaan shof pertama dalam sholat berjamaah… engkau selalu mengatakan tentang keutamaan infak, dan bersedekah…
Akan tetapi satu hadits yang telah engkau lupakan… satu keutamaan besar yang telah engkau lalaikan… yaitu bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdulloh bin Mas’ud, ia mengatakan:

سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم، قلت: يا رسول الله أي العمل أفضل؟ قال: الصلاة على ميقاتها. قلت: ثم أيُّ؟ قال: ثم بر الوالدين. قلت: ثم أيُّ؟ قال: الجهاد في سبيل الله. فسكت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولو استزدته لزادني. (متفق عليه)
 
Aku bertanya kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-: Wahai Rosululloh, amal apa yang paling mulia? Beliau menjawab: sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Kemudian berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Kemudian jihad di jalan Alloh. Lalu aku pun diam (tidak bertanya) kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- lagi, dan sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya.
Itulah hadits Abdulloh bin Mas’ud…
Wahai anakku…

Inilah aku, ibumu… pahalamu… tanpa engkau harus memerdekakan budak atau banyak-banyak berinfak dan bersedekah… aku inilah pahalamu…
Pernahkah engkau mendengar, seorang suami yang meninggalkan keluarga dan anak-anaknya, berangkat jauh ke negeri seberang, ke negeri entah berantah untuk mencari tambang emas, guna menghidupi keluarganya?! Dia salami satu persatu, dia ciumi isterinya, dia sayangi anaknya, dia mengatakan: Ayah kalian, wahai anak-anakku, akan berangkat ke negeri yang ayah sendiri tidak tahu, ayah akan mencari emas… Rumah kita yang reot ini, jagalah… Ibu kalian yang tua renta ini, jagalah…
Berangkatlah suami tersebut, suami yang berharap pergi jauh, untuk mendapatkan emas, guna membesarkan anak-anaknya, untuk membangun istana mengganti rumah reotnya.
Akan tetapi apa yang terjadi, setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, yang ia bawa hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia gagal dalam usahanya. Pulanglah ia kembali ke kampungnya. Dan sampailah ia ke tempat dusun yang selama ini ia tinggal.
Apa lagi yang terjadi di tempat itu, setibanya di lokasi rumahnya, matanya terbelalak. Ia melihat, tidak lagi gubuk reot yang ditempati oleh anak-anak dan keluarganya. Akan tetapi dia melihat, sebuah perusahaan besar, tambang emas yang besar. Jadi ia mencari emas jauh di negeri orang, kiranya orang mencari emas dekat di tempat ia tinggal.
Itulah perumpaanmu dengan kebaikan, wahai anakku…
Engkau berletih mencari pahala… engkau telah beramal banyak… tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar… di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu masuk surga…
Ibumu adalah orang yang dapat menghalangimu untuk masuk surga, atau mempercepat amalmu masuk surga… Bukankah ridloku adalah keridloan Alloh?! Dan bukankan murkaku adalah kemurkaan Alloh?!

Anakku…

Aku takut, engkaulah yang dimaksud oleh Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam- di dalam haditsnya:

رغم أنفه ثم رغم أنفه ثم رغم أنفه قيل من يا رسول الله قال من أدرك والديه عند الكبر أحدهما أو كليهما ثم لم يدخل الجنة (رواه مسلم)
 
Celakalah seseorang, celakalah seseorang, dan celakalah seseorang! Ada yang bertanya: Siapakah dia wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Dialah orang yang mendapati orang tuanya saat tua, salah satu darinya atau keduanya, akan tetapi tidak membuat dia masuk surga. (HR. Muslim 2551)
Celakalah seorang anak, jika ia mendapatkan kedua orang tuanya, hidup bersamanya, berteman dengannya, melihat wajahnya, akan tetapi tidak memasukkan dia ke surga.

Anakku…

Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit, aku tidak akan adukan duka ini kepada Alloh, karena jika seandainya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan, yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya…
Aku tidak akan melakukannya wahai anakku… tidak… bagaimana aku akan melakukannya, sedangkan engkau adalah jantung hatiku… bagaimana ibu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit, sedangkan engkau adalah pelipur lara hatiku… bagaimana ibu tega melihatmu merana terkena doa mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku…
Bangunlah nak… bangunlah… bangkitlah nak… bangkitlah… uban-uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa, sehingga engkau akan menjadi tua pula.

الجزاء من جنس العمل

Sebagaimana engkau akan berbuat, seperti itu pula orang akan berbuat kepadamu.

الجزاء من جنس العمل

Ganjaran itu sesuai dengan amal yang engkau telah tanamkan. Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam.
Aku tidak ingin engkau menulis surat ini… aku tidak ingin engkau menulis surat yang sama, dengan air matamu kepada anak-anakmu, sebagaimana aku telah menulisnya kepadamu.

Wahai anakmu…

Bertakwalah kepada Allah… takutlah engkau kepada Allah… berbaktilah kepada ibumu… peganglah kakinya, sesungguhnya surga berada di kakinya… basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya… kencangkan tulang ringkihnya… dan kokohkan badannya yang telah lapuk…
Anakku…
Setelah engkau membaca surat ini, terserah padamu. Apakah engkau sadar dan engkau akan kembali, atau engkau akan merobeknya.
Wa shollallohu ala nabiyyina muhammadin wa ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Dari Ibumu yang merana.

Perkawinan Super Mewah Hanya untuk Akhiri Kumpul Kebo

Pernikahan sering disebut sebagai ikatan yang sakral dan suci menandai hubungan dua lawan jenis untuk memulai bahtera rumah tangga. Hanya saja, kesucian itu tak punya nilai dan hanya sebagai formalitas jika telah diciderai, meski dibalut dengan pernikahan mewah dan pemberkatan di gereja, seperti pernikahan Pangeran William dari Inggris dengan Kate Middleton yang baru saja dilakukan di Gereja Westminster Abbey, London (29/4). Media Inggris Daily Beast, menyebutkan pernikahan Pangeran William dan Kate Middleton merupakan salah satu dari  10 pernikahan anggota keluarga kerajaan yang menelan biaya hingga puluhan juta dolar. Bahkan untuk kalangan pesohor dan milyarder dunia yang memiliki kekayaan jauh lebih banyak, biaya pernikahan itu sangat tinggi.

Sebagaimana yang diberitakan media, biaya penyelenggaraan diyakini mencapai US$70 juta. Untuk gaun pengantin saja biayanya US$300.000 - US$450.000 dan kue pernikahan US$78.000. Biaya keamanan US$33 juta, biaya floris US$800.000. Pesta pernikahan tidak hanya digelar oleh Ratu Inggris Elizabeth II dan Pangeran Charles, tapi juga oleh para pejabat tinggi Inggris yang menerima tamu negara di rumah-rumah dinas mereka. Biaya itu belum termasuk kerugian ekonomi yang ditimbulkan, karena hari Jum'at 29/4 saat pernikahan dilangsungkan, ditetapkan sebagai hari libur. Inggris ditaksir kehilangan produktivitas senilai US$6 milyar sebagai dampaknya. Angka-angka itu sangat menyesakkan dada bagi banyak warga Inggris, mengingat negara sedang mengalami defisit anggaran US$256 milyar.

Kumpul Kebo
Saat memasuki Gereja Westminster Abbey hingga ke depan altar, tangan kiri Kate Middleton selalu digandeng oleh ayahnya. Tangan itu baru diserahkan oleh sang ayah ketika Kate dan William akan mengikrarkan janji nikah, dengan bimibingan Uskup Agung Canterbury Rowan Williams pemegang otoritas tertinggi sekte Kristen Anglikan, untuk kemudian digenggam William. Hal ini sebenarnya menyimbolkan, bahwa seorang gadis baru boleh disentuh pasangannya saat mereka telah menikah.

Tapi ironisnya, sebagaimana yang diketahui masyarakat dunia, kedua mempelai tidak lain adalah bekas teman sekolah yang juga teman kumpul kebo, tinggal bertahun-tahun di bawah satu atap tanpa ikatan perkawinan. Berbeda dengan pasangan Putri Diana yang dipercaya masih perawan saat menikahi Pangeran Charles di usia 20 tahun, pasangan William-Kate diketahui tinggal seatap mulai Desember 2007, setelah sempat berpisah pada April tahun yang sama. Mereka juga pernah tinggal beberapa bulan di Anglesey, sebuah pulau di Wales Utara.

William langsung jatuh hati pada Kate pada acara peragaan busana di kampus berasrama mereka St. Andrews, saat perempuan yang berasal dari kalangan biasa itu berlenggak-lenggok memamerkan pakai tidur transparan -- sehingga terlihat jelas pakaian dalam, kulit dan bentuk tubuhnya. Beberapa kali mereka bahkan kepergok paparazzi baru keluar dari klub malam pada pukul 3 dini hari.  Hanya karena ada ultimatum dari keluarga keraajan dan pengacara Middleton, maka pasangan itu tidak menjadi korban kejaran pers dan paparazzi sebagaimana yang dialami mendiang Puti Diana, ibu dari William yang tewas dalam kecelakaan mobil di Paris saat William berusia 15 tahun.

Namun dengan alasan peristiwa langka, media internasional -- termasuk Indonesia -- berbondong-bondong meliput dan menyiarkan acara pernikahan pasangan kumpul kebo itu secara langsung dan menciptakan demam "Royal Wedding". Sementara warga Inggris sendiri, mayoritas tidak peduli dengan perkawinan salah satu keturunan ratu mereka.

Sebagaimana hasil survei YouGov menyebutkan, "Mayoritas masyarakat Inggris tidak akan mengunjungi London untuk mengikuti prosesi pernikahan keluarga kerajaan ataupun pesta jalanan yang diselenggarakan untuk menghormati peristiwa (perkawinan) yang akan datang itu."
Hasil survei menunjukkan hanya 3% yang akan mendatangi pesta jalanan, dan 2% melihatnya ke Westminster Abbey, 35% menonton dari televisi. 


Cara Melatih Anak Cepat Menghafal Al-Quran



Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Mengapa kita perlu mengajarkan Al-Qur’an dan mendorong anak-anak untuk menghafal Al-Qur’an?
* untuk mendapatkan ridho Allah.
* untuk mendapatkan ketenangan hidup.
* karena Al Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi para penghafalnya.
* penghafal Al-Qur’an dapat memberikan syafaat bagi keluarganya
* mendapatkan banyak kemuliaan dan pahala yang berlimpah

Prinsip-prinsip mengajarkan Al-Qur’an:
1. Tidak boleh memaksa anak ( kecuali dengan alasan, misalkan watak anak ‘pemalas’ )
2. Lakukan kegiatan dengan cara menyenangkan
3. Dimulai dari ayat-ayat yang mudah difahami
4. Keteladanan dan motivasi

Kunci keberhasilan mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur’an:
* Suasana senang dan membahagiakan akan membantu anak untuk mengingat hafalannya dalam waktu yang lama, dengan demikian anak akan berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan perasaan cinta dan keterikatan terhadap Al-Qur’an.
* Berulang dan kontinyu

Cara memelihara dan mengembangkan memori anak:
1. Ajari anak untuk fokus dan perhatian pada pendidiknya.
2. Faktor makanan adalah penentu untuk terpelihara kemampuan memori itu bekerja (zat-zat adiktif yang terdapat dalam makanan, perlahan tapi pasti akan merusak daya ingat anak-anak)
3. Memberi penjelasan pada anak-anak atas nilai-nilai yang terkandung dalam bacaan yang dihafalnya, maka memori akan bekerja lebih eksis
4. Menghormati waktu bermain dan waktu istirahat anak
5. Jauhkan unsur-unsur yang dapat mengancam psikologi anak-anak ; celaan dan tekanan
6. Ciptakan motivasi-motivasi agar anak cenderung menyukai aktifitas menghafal

Waktu-waktu yang tepat untuk mengajarkan anak menghafal Al-Qur’an:
 * Tidak mengantuk
* Tidak letih / kelelahan
*Tidak kekenyangan atau sebaliknya, tidak sedang kelaparan
* Tidak dalam keadaan capek belajar
* Tidak sedang bermain
* Tidak dalam keadaan sakit / bad mood

Yang perlu diperhatikan tentang bakat anak dalam menghafal:

* Kenali bakat anak-anak dan hargai minat mereka.
* Fahami keterbatasan daya ingat anak karena tiap anak itu beda kemampuannya
* Kenali anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar dan berinteraksi

TEKNIS PENGAJARAN
1. Bayi ( 0-2 tahun )
* Bacakan Al-Qur’an dari surat Al-Fatihah
* Tiap hari 4 kali waktu ( pagi, siang, sore, malam )
* Tiap 1 waktu satu surat diulang 3x
* Setelah hari ke-5 ganti surat An-Nas dengan metode yang sama
* Tiap 1 waktu surat yang lain-lain diulang 1x 2.

Di atas 2 tahun
* Metode sama dengan teknik pengajaran bayi. Jika kemampuan mengucapkan kurang, maka tambah waktu menghafalnya, misal dari 5 hari menjadi 7 hari.
* Sering dengarkan murottal.

3. Di atas 4 tahun
* Mulai atur konsentrasi dan waktu untuk menghafal serius
* Ajari muroja’ah sendiri * Ajari mengahfal sendiri
* Selalu dimotivasi supaya semangat selalu terjaga
* Waktu menghafal 3-4x per hari

CARA MENJAGA HAFALAN
* Mengulang-ulang secara teratur
* Mendengarkan murottal
* Mentadabburi dan menghayati makna
* Menjauhi maksiat

 
sumber :http://www.kaskus.us

Rabu, 27 April 2011

Menikahlah karena Allah, bukan karena Cinta….

Ya Rabbi, Aku berdoa untuk seorang pria, yang akan menjadi bagian dari hidupku.
Seorang pria yang sungguh mencintaiMU lebih dari segala sesuatu.
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau.
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMU.
Seorang pria yang mempunyai sebuah hati yang sungguh mencintai dan haus akan Engkau dan memiliki keinginan untuk menauladani sifat-sifat Agung-Mu.
Seorang pria yang mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup, sehingga hidupnya tidaklah sia- sia.
Seorang pria yang memiliki hati yang bijak bukan hanya sekedar otak yang cerdas.
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormati aku.
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah.
Seorang pria yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku.
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi.
Seorang pria yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika berada disebelahnya.
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya.
Seorang pria yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya.
Seorang pria yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna.
Dan aku juga meminta: Buatlah aku menjadi seorang perempuan yang dapat membuat pria itu bangga.
Berikan aku sebuah hati yang sungguh mencintaiMU, sehingga aku dapat mencintainya dengan cintaMU, bukan mencintainya dengan sekedar cintaku.
Berikanlah SifatMU yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMU bukan dari luar diriku.
Berilah aku tanganMU sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya.
Berikanlah aku penglihatanMU sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja.
Berikan aku mulutMU yang penuh dengan kata- kata kebijaksanaanMU dan pemberi semangat, sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi.
Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakaan “Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku seseorang yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna”.
Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang Kautentukan.

Senin, 25 April 2011

Inilah Mengapa Para Wanita Beralih ke Islam


Kedudukan kaum wanita dalam masyarakat bukanlah isu baru dan bukan juga hal yang terselesaikan. Ketika Islam disebutkan, maka akan digambarkan ‘Wanita Islam’ sebagai seorang ibu yang kelelahan dirantai ke kompor, ‘korban’ yang ditekan dalam indoktrinasi, ketakutan akan hidup ala kebarat-baratan dan seterusnya. Yang lain berusaha keras menjelaskan bagaimana jilbab (kerudung Islam) adalah rintangan, mengaburkan pikiran dan berkomentar bahwa wanita muallaf telah dicuci otaknya, bodoh atau penghianat bagi kaumnya. Saya menolak tuduhan itu dan mengajukan kepada mereka beberapa pertanyaan ini: mengapa begitu banyak wanita yang terlahir dalam keadaan ‘jadi beradab’ pada masyarakat Eropa dan Amerika bersedia untuk menolak kebebasan mereka dan ‘kemerdekaan’ mereka untuk memeluk agama yang dianggap menindas mereka dan secara luas dianggap merugikan mereka?
Sebagai seorang muallaf dari Kristiani, aku hanya bisa menggambarkan pengalaman pribadi dan berbagai alasan untuk menolak ‘kebebasan’ yang dituntut harus dimiliki oleh para wanita dalam masyarakat ini untuk mendukung Agama yang sebenarnya telah membebaskan kaum perempuan yang telah memberikan kita status dan posisi yang sangat unik bila dibandingkan dengan rekan-rekan non muslim.

Sebelum memeluk Agama Islam, saya memiliki tendensi feminis yang kuat dan sadar dimana masalah wanita diperhatikan, banyak hal disekelilingnya ikut terseret namun tanpa dapat melekatkannya pada peta sosial. Permasalahan secara terus-menerus: ‘isu wanita’ baru berkembang tanpa adanya penyelesaian masalah sebelumnya yang memuaskan. Seperti para wanita yang saya pernah berbagi cerita dengan mereka, saya menuduh Islam sebagai agama yang seksis, membedakan, menindas dan memberikan lebih besar hak istimewa kepada laki-laki. Semua ini datang dari seseorang yang bahkan tidak mengenal Islam, orang yang telah buta karena ketidaktahuan dan telah menerima definisi ini yang sengaja disimpangkan dari Islam.
Namun, meskipun saya kritik Islam, dalam hati aku tidak puas dengan status saya sebagai seorang wanita dalam masyarakat ini. Bagi saya sepertinya masyarakat mendefinisikan istilah-istilah seperti ‘kemerdekaan’ dan ‘kebebasan’ dan kemudian definisi ini diterima oleh perempuan tanpa kita bahkan mencoba untuk bertanya atau menantang mereka. Ada jelas terjadi kontradiksi besar antara apa yang wanita diberitahu dalam teori dan apa yang sebenarnya terjadi dalam praktek.

Semakin lama saya merenungkan kekosongan besar yang saya rasakan semakin dalam. Aku perlahan-lahan mulai mencapai tahap dimana ketidakpuasan terhadap status saya sebagai wanita dalam masyarakat ini, benar-benar terefleksi pada rasa ketidakpuasan dalam masyarakat ini. Segala sesuatu tampak memburuk, meskipun mengklaim bahwa tahun 1990 akan menjadi dekade kesuksesan dan kemakmuran. Sesuatu yang vital nampaknya hilang dari hidupku dan tak akan ada yang dapat mengisi kekosongan ini. Menjadi seorang Kristen tidak melakukan apa-apa bagi saya dan saya mulai mempertanyakan validitas hanya mengingat Allah di satu hari dalam seminggu – Minggu! Seperti banyak orang Kristen lainnya juga, saya kecewa dengan kemunafikan Gereja dan menjadi semakin tidak senang dengan konsep Trinitas dan pendewaan Yesus. Akhirnya, saya mulai melihat kepada Islam.

Pada awalnya, aku hanya tertarik pada isu-isu yang secara khusus berhubungan dengan perempuan. Dan akupun terkejut. Apa yang saya baca dan pelajari mengajarkan saya banyak hal tentang diri saya sendiri sebagai seorang wanita, dan juga tentang letaknya penindasan nyata terhadap perempuan: di setiap sistem lain dan cara hidup di luar Islam. Wanita Muslim telah diberikan hak-hak dalam setiap aspek dari agama dengan definisi yang jelas tentang peran mereka dalam masyarakat – seperti halnya lelaki – dengan tidak ada ketidakadilan terhadap salah satu dari mereka. Sebagaimana Allah berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga.” [QS. an Nisa’:124]

Jadi setelah mengalami kesalahpahaman tentang status perempuan yang sebenarnya dalam Islam, saya sekarang ingin mencari tau lebih lanjut. Saya ingin menemukan hal-hal yang dapat mengisi kekosongan dalam hidup saya. Perhatian saya tertuju terhadap keyakinan dan praktik Islam. Hal hanya melalui pembentukan hal-hal dasar bahwa aku akan mengerti ke mana harus berpaling dan apa yang harus diprioritaskan. Hal ini merupakan daerah yang sedikit menerima perhatian atau kontroversi dalam masyarakat, dan ketika mempelajari keimanan dalam Islam, menjadi jelas mengapa hal ini terjadi: seperti ringkas, dan sepenuhnya rinciannya sempurna tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Sumber: IslamReligion.com ditejermahkan secara bebas oleh Tim Shalihah

Pandangan ISLAM TERHADAP PEKERJAAN SEORANG WANITA

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- ditanya : Apa pandangan Islam tentang pekerjaan seorang wanita bersama dengan laki-laki?

Jawaban

Seperti yang sudah diketahui keikutsertaan seorang wanita untuk bekerja dalam lapangan pekerjaan seorang laki-laki akan menyebabkan percampuran dalam pergaulan yang tercela dan berdua-duan dengannya. Dan hal tersebut adalah perkara yang sangat vital sekali, yang akibatnya juga sangat fatal dan hasilnya buruk serta akibatnya tidak baik, yakni bertentangan dengan dalil-dalil Islam yang menyuruh wanita untuk tetap berada di rumahnya dan mengerjakan pekerjaan yang dikhususkan dan diciptakan Allah untuknya agar menjadikannya jauh dari ikhtilath. Adapun dalil-dalil yang jelas dan shahih yang menunjukkan atas haramnya berduaan dengan selain mahram dan melihatnya serta sarana-sarana yang menjadi perantara untuk terlaksananya perbuatan yang diharamkan oleh Allah. Dalil-dalil yang banyak, jelas memutuskan percampuran yang menyebabkan perbuatan yang akibatnya tidak terpuji di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang terdahulu dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan taatilah Allah dan RasulNya sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi) sesungguhnya Allah adalah Mahalembut laga Maha Mengetahui” [Al-Ahzab : 33-34]

“Artinya : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka yang demekian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Ahzab : 59]

“Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannnya kecuali yang (biasa) nampak daripadanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putera-putera mereka atau putera-putera suami mereka” [An-Nu ; 30-31]

“Artinya : Apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka (isteri-isteri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” [Al-Ahzab : 53]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Hindarilah bercampur dengan wanita” (maksudnya selain mahram), dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang saudara ipar?” Beliau menjawab : “Saudara ipar bagaikan kematian”.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang untuk bedua-duaan dengan wanita selain mahram secara umum seraya berkata.

“Artinya : Sesungguhnya setan adalah orang ketiganya”

Dan melarang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya untuk menutup jalan kerusakan, menutup pintu dosa, mencegah sebab-sebab kejahatan dan mencegah dua macam tipu daya setan berdasarkan ini, maka betul apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Takutlah akan dunia dan wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israil adalah dari wanita”.

Seraya beliau bersabda.

“Artinya : Saya tidak meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan”.

Ayat-ayat dan hadits-hadits ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan kewajiban menjauhi ikhtilath yang menyebabkan rusaknya keluarga dan hancurnya masyarakat. Dan ketika anda melihat kedudukan wanita di beberapa negara Islam, maka anda akan dapati mereka telah menjadi hina dan tercela karena keluar rumahnya yang menjadikannya mengerjakan hal-hal yang sebenarnya bukan tugasnya. Orang-orang yang berakal dari negara-negara Barat telah menyeru keharusan untuk mengembalikan wanita kepada kedudukannya semula yang telah disediakan oleh Allah dan diatur sesuai dengan fisik dan akalnya, tetapi seruan itu telah terlambat.

Sebenarnya lahan pekerjaan wanita di rumah atau di bidang pengajaran dan lainnya yang berhubungan dengan wanita sudah cukup bagi wanita tanpa harus memasuki pekerjaan yang menjadi tugas para laki-laki. Kita memohon kepada Allah agar menjaga negara kita, negara kaum muslimin semua dari tipu daya musuh dan rencana-rencana mereka yang menghancurkan dan semoga Dia memberi taufik kepada kaum muslimin dan pemimpinnya serta para penulis buku untuk membawa kaum wanita kepada jalan yang sesuai dengan kedudukan mereka di dunia dan di akhirat sebagai pelaksanaan perintah dari Tuhan mereka dan Pencipta mereka yang Maha Mengetahui kebutuhan mereka dan semoga Dia memberi taufik para pemimpin Islam kepada jalan yang di dalamnya ada kemaslahatan manusia dan negara, serta dalam masalah kehidupan dan tempat kembali (akhirat) dan melindungi kita dan orang-orang muslimin lainnya dari kesesatan fitnah dan sebab-sebab kebencian, sesungguhnya Dia Maha Mengurusi hal tersebut dan menguasainya.

[Fatawa Mar’ah, 2/94. Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah]

Hakikat Cinta

Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang yang diberi cinta dan bisa menyikapi rasa cinta dengan tepat.

Hikam:

“Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik.” 
(Al-Qur`an: Al-Imron ayat 14)
Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli 
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Cinta memang sudah ada didalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi kalau tidak hati-hati cinta bisa menulikan dan membutakan kita.Cinta yang paling tinggi adalah cinta karena Allah cirinya adalah orang yang tidak memaksakan kehendaknya. Tapi ada juga cinta yang menjadi cobaan buat kita yaitu cinta yang lebih cenderung kepada maksiat. Cinta yang semakin bergelora hawa nafsu, makin berkurang rasa malu. Dan, inilah yang paling berbahaya dari cinta yang tidak terkendali.

Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.

Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan berkhalwat berdua-duaan, jangan dekati zina dalam bentuk apapun dan jangan saling bersentuhan.Bagi orang tua yang membolehkan anaknya berpacaran, harus siap-siap menanggung resiko. Marilah kita mengalihkan rasa cinta kita kepada Allah dengan memperbanyak sholawat, dzikir, istighfar dan sholat sehingga kita tidak diperdaya oleh nafsu, karena nafsu yang akan memperdayakan kita. Sepertinya cinta padahal nafsu belaka. 

Di Tulis Oleh H. Abdullah Gymnastiar

Minggu, 24 April 2011

A Necessary Evil Bernama Pasar...


SALAH satu tempat yang paling dibenci oleh Allah di muka bumi ini adalah pasar. Hal ini sejalan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Lokasi yang paling Allah cintai adalah masjid, dan Lokasi yang paling Allah benci adalah pasar." (Shahih Muslim, 1076).Tetapi sepintas mungkin nampak ironi bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bahkan juga mendirikan  pasar bagi kaum muslimin. Mengapa demikian?

Inilah apa yang dalam istilah modern disebut a necessary evil, yaitu bisa jadi suatu hal itu banyak keburukannya – tetapi keberadaannya diperlukan. Justru di sinilah letak sempurnanya agama ini, bahkan untuk mengatasi atau mengelola tempat yang paling dibenci Allah pun ada tuntunannya.Allah dan RasulNya tentu lebih mengetahui mengapa pasar menjadi tempat yang dibenci olehNya, tetapi bisa jadi ini karena di pasar pada umumnya banyak sekali penipuan, pengelabuhan, pengurangan timbangan, sumpah palsu, dan berbagai kecurangan lainnya.

Bila pasar diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, maka ‘pasar’ yang paling dibenci Allah itu pun kini  menjadi sangat luas cakupannya. Karena banyak sekali kebutuhan kita sekarang yang tidak lagi kita beli di ‘pasar’ dalam arti fisik. Kita bisa membeli kebutuhan kita atas barang atau jasa  lewat internet, lewat kantor-kantor perusahaan penyedia barang dan jasa, atau bahkan salesmannya yang datang ke rumah-rumah kita untuk menjajakan produknya.
Lantas apakah tempat-tempat ‘jualan’ yang kini,  termasuk kantor atau juga rumah-rumah yang dijadikan tempat usaha tersebut, juga menjadi tempat yang dibenci Allah?

Bisa jadi, bila di dalamnya dilakukan berbagai penipuan, kecurangan, dan lain sebagainya.  Tetapi kita bisa belajar dari para sahabat beliau, yang tentu lebih paham makna dari hadits tersebut di atas dibandingkan dengan kita-kita di zaman ini. Para sahabat beliau dari kaum Muhajirin, yang rata-rata aslinya memang pedagang di Makkah, tetap melakukan jual beli di pasar sampai akhir usianya, kecuali yang mendapatkan tugas-tugas khusus, seperti menjadi khalifah,  gubernur, dan lain sebagainya. Bahkan sebagian sahabat ini pun dijamin masuk surga, seperti sahabat yang super kaya melalui kepandaiannya berdagang di pasar, yaitu  Abdur Rahman Bin ‘Auf.

Jadi untuk selamat dari ‘tempat terburuk’ yang berupa pasar ini kita bisa belajar dari para sahabat dalam menyikapi hadits ‘peringatan’ seperti tersebut di atas. Tidak serta merta kita jauhi pasar, karena bila ini yang dilakukan, maka pasar akan dikuasai kaum yang lain yang malah bisa merugikan umat secara keseluruhan.Sebaliknya kita juga harus mencontoh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam mendirikan pasar ini bahwa umat ini harus memiliki pasarnya sendiri, sehingga bisa terbangun di dalamnya budaya jual beli yang syar’i dan mendatangkan berkah, dan terbebas dari ketergantungan terhadap pasarnya ‘yahudi’.

Begitu detilnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajari umatnya untuk bisa memperoleh beribu-ribu kebaikan, terhapusnya beribu-ribu  keburukan, dan terangkatnya kedudukan beribu-ribu derajat, bahkan bisa datang dari tempat yang dibenci oleh Allah sekalipun, yaitu pasar ini. Beliau pun mengajari kita untuk berdoa sebelum memasuki pasar melalui sabdanya:

"Barangsiapa yang memasuki pasar lalu mengucapkan; LAA ILAHA ILLAALLAH WAHDAHU LAA SYRIKALAH LAHUL MULKU WA LAHL HAMDU YUHYI WA YUMIT WA HUWA HAYYUN LAA YAMUT BIYADIHIL KHAIR WA HUWA 'ALA KULLI SYAI`IN QADIR (Tidak ada tuhan yang haq kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan pujian. Dia Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, Dia Hidup dan tidak mati, seluruh kebaikan ada di TanganNya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu). Maka Allah akan mencatat beribu-ribu kebaikan untuknya, menghapus beribu-ribu keburukan darinya dan mengangkat kedudukannya beribu-beribu derajat." Ketika aku tiba di Khurasan dan bertemu dengan Qutaibah bin Muslim, aku berkata; Aku datang kepadamu membawa sebuah hadiah, lalu aku menceritakan hadits itu kepadanya. Ia pun segera mengendarai tungganganya dan menuju ke pasar. Ia berdiri dan membacanya, kemudian kembali pulang.” (Sunan Darimi, Hadits no 2576).

Hadits ini menginspirasi saya bahwa suatu saat kelak ketika Bazaar Madinah telah meluas dan ada di mana-mana, di pintu-pintunya ada tulisan besar yang isinya do’a untuk memasuki pasar tersebut. Dengan demikian beribu-ribu orang akan memperoleh “ ...beribu-ribu kebaikan untuknya, menghapus beribu-ribu keburukan darinya, dan mengangkat kedudukannya beribu-beribu derajat...”

Bila di pasar saja orang bisa memperoleh kebaikan, tentu di tempat yang paling Allah cintai – di masjid-- akan lebih banyak lagi kebaikannya. Maka mengikuti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pula, pasar atau bazaar-bazaar yang kita dirikan nantinya tidak terlalu jauh dari masjid agar orang tidak lalai dengan jual beli atau perniagaannya, dan tidak terlalu dekat pula agar keramaian atau kebisingan pasar tidak mengganggu aktifitas masjid.

Bazaar Madinah yang pertama kami dirikan berada dalam radius beberapa ratus meter dari 3 masjid dan dua surau sekaligus, dengan demikian kami berharap para lelaki (rijal) yang beraktivitas di dalamnya masuk kategori “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” Amin.(QS 24:37).*


Penulis adalah Direktur Geraidinar. Kolumnis www.hidayatullah.com

Sabtu, 30 April 2011

Faedah Menikah di Usia Muda

Diposting oleh Wanita Sholehah di 20.10 0 komentar






Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam dan satu-satunya layak untuk disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.Menunda-nunda menikah bisa merugi. Berikut penjelasan yang bagus dari ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan -hafizhohullah-  yang kami kutip dari Web Sahab.net (arabic).

[Faedah pertama: Hati semakin tenang dan sejuk dengan adanya istri dan anak]

Di antara faedah segera menikah adalah lebih mudah menghasilkan anak yang dapat menyejukkan jiwa. Allah Ta’ala berfirman,


وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” 
(QS. Al Furqon: 74)

Istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya ia pun bersegera untuk menikah.

هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” 
(QS. Al Furqon: 74)

Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,


الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” 
(QS. Al Kahfi: 46)

Anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Setiap manusia pasti  menginginkan perhiasan yang menyejukkan pandangan. Sebagaimana manusia pun begitu suka mencari harta, ia pun senang jika mendapatkan anak. Karena anak sama halnya dengan harta dunia, yaitu sebagai perhiasan kehidupan dunia. Inilah faedah memiliki anak dalam kehidupan dunia.

Sedangkan untuk kehidupan akhirat, anak yang sholih akan terus memberikan manfaat kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  
إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : علم ينتفع به ، أو صدقة جارية ، أو ولد صالح يدعو له

Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: [1] ilmu yang bermanfaat, [2] sedekah jariyah, dan [3] anak sholih yang selalu mendoakannya.”[1]

Hal ini menunjukkan bahwa anak  memberikan faedah yang besar dalam kehidupan dunia dan nanti setelah kematian.

[Faedah kedua: Bersegera nikah akan mudah memperbanyak umat ini]

Faedah lainnya, bersegera menikah juga lebih mudah memperbanyak anak, sehingga umat Islam pun akan bertambah banyak. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk bekerjasama dalam nikah membentuk masyarakat Islami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


تزوجوا فإني مكاثر بكم يوم القيامة

Menikahlah kalian. Karena aku begitu bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.[2] Atau sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Intinya, bersegera menikah memiliki manfaat dan dampak yang luar biasa. Namun ketika saya memaparkan hal ini kepada para pemuda, ada beberapa rintangan yang muncul di tengah-tengah mereka.

Rintangan pertama:

Ada yang mengutarakan bahwa nikah di usia muda akan membuat lalai dari mendapatkan ilmu dan menyulitkan dalam belajar. Ketahuilah, rintangan semacam ini tidak senyatanya benar. Yang ada pada  bahkan sebaliknya. Karena bersegera menikah memiliki keistimewaan sebagaimana yang kami utarakan yaitu orang yang segera menikah akan lebih mudah merasa ketenangan jiwa. Adanya ketenangan semacam ini dan mendapatkan penyejuk jiwa dari anak maupun istri dapat lebih menolong seseorang untuk mendapatkan ilmu. Jika jiwa dan pikirannya telah tenang karena istri dan anaknya di sampingnya, maka ia akan semakin mudah untuk mendapatkan ilmu.

Adapun seseorang yang belum menikah, maka pada hakikatnya dirinya terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan was-was, maka ia pun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika ia bersegera menikah, lalu jiwanya tenang,  maka ini akan lebih akan menolongnya. Inilah yang memudahkan seseorang dalam belajar dan tidak seperti yang dinyatakan oleh segelintir orang.

Rintangan kedua:

Ada yang mengatakan bahwa nikah di usia muda dapat membebani seorang pemuda dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Rintangan ini pun tidak selamanya bisa diterima. Karena yang namanya pernikahan akan senantiasa membawa keberkahan (bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada  kebaikan. Menjalani nikah berarti melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan membenarkan niatnya, maka inilah yang sebab datangnya kebaikan untuknya. Ingatlah, semua rizki itu di tangan Allah sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” 
(QS. Hud: 6)

Jika engkau menjalani nikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk dirimu dan anak-anakmu. Allah Ta’ala berfirman,

نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ

Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” 
(QS. Al An’am: 151)

Oleh karenanya ,yang namanya menikah tidaklah membebani seorang pemuda sebagaimana anggapan bahwa menikah dapat membebani seorang pemuda di luar kemampuannya. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah pintu mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya.

Jumat, 29 April 2011

Rintihan Seorang Ibu…..

Diposting oleh Wanita Sholehah di 22.25 0 komentar
Untuk anakku yang ku sayangi di bumi Allah ta’ala
 
Segala puji ku panjatkan ke hadirat Allah ta’ala, yang telah memudahkan ibu untuk beribadah kepada-Nya.
Sholawat serta salam, ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-, keluarga, dan para sahabatnya.
Wahai anakku …

Surat ini datang dari ibumu, yang selalu dirundung sengsara. Setelah berpikir panjang, ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri ini.
Setiap kali menulis, setiap itu pula gores tulisan ini terhalangi oleh tangis. Dan setiap kali menitikkan air mata, setiap itu pula, hati ini terluka.
Wahai anakku …

Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak. Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau akan remas kertas ini, lalu engkau robek-robek, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati ibu, dan telah engkau robek pula perasaannya.
Wahai anakku …

25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku.
Suatu ketika dokter datang menyampaikan tentang kehamilanku, dan semua ibu sangat mengerti arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini, sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi ibu.
Semenjak kabar gembira tersebut, aku membawamu sembilan bulan. Tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi, itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.
Aku mengandungmu wahai anakku, pada kondisi lemah di atas lemah. Bersamaan dengan itu, aku begitu gembira tatkala merasakan dan melihat terjalan kakimu, atau balikan badanmu di perutku.
Aku merasa puas, setiap aku menimbang diriku, karena bila semakin hari semakin berat perutku, berarti dengan begitu engkau sehat wal afiat di dalam rahimku.

Anakku …

Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah tiba pada malam itu, yang aku tidak bisa tidur sekejap pun, aku merasakan sakit yang tidak tertahankan, dan merasakan takut yang tidak bisa dilukiskan.
Sakit itu berlanjut, sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula, aku melihat kematian di hadapanku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia, dan engkau lahir. Bercampur air mata kebahagiaanku dengan air mata tangismu.
Ketika engkau lahir, menetes air mata bahagiaku. Dengan itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah, dengan bertambah kuatnya sakit.
Aku raih dirimu, sebelum ku raih minuman. Aku peluk cium dirimu, sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkongan.
Wahai anakku … 

Telah berlalu setahun dari usiamu. Aku membawamu dengan hatiku, memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Sari pati hidupku, kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur, demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu. Harapanku pada setiap harinya, agar aku selalu melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat, adalah setiap permintaanmu agar aku berbuat sesuatu untukmu. Itulah kebahagiaanku.
Lalu berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, selama itu pula, aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai… menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti… menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah… dan mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.
Aku selau memperhatikan dirimu, hari demi hari, hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu, wahai anakku…
Tatkala itu, aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan, demi mencari pasangan hidupmu, semakin dekat hari perkawinanmu anakku, semakin dekat pula hari kepergianmu.
Tatkala itu, hatiku serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka. Tangis telah bercampur pula dengan tawa.
Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan… karena engkau telah mendapatkan jodoh… karena engkau telah mendapatkan pendamping hidup… Sedangkan sedih karena engkau adalah pelipur hatiku, yang akan berpisah sebentar lagi dari diriku.
Waktu pun berlalu, seakan-akan aku menyeretnya dengan berat, kiranya setelah perkawinan itu, aku tidak lagi mengenal dirimu.

Senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihanku, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam, seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran, aku benar-benar tidak mengenalmu lagi, karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.
Terasa lama hari-hari yang ku lewati, hanya untuk melihat rupamu. Detik demi detik ku hitung demi mendengar suaramu. Akan tetapi penantianku seakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu, aku menyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering, aku merasa bahwa engkau yang akan menelponku. Setiap suara kendaraan yang lewat, aku merasa bahwa engkaulah yang datang.
Akan tetapi semua itu tidak ada, penantianku sia-sia, dan harapanku hancur berkeping. Yang ada hanya keputus-asaan… Yang tersisa hanya kesedihan dari semua keletihan yang selama ini ku rasakan, sambil menangisi diri dan nasib yang memang ditakdirkan oleh-Nya.

Anakku…

Ibumu tidaklah meminta banyak, ia tidaklah menagih padamu yang bukan-bukan.
Yang ibu pinta kepadamu:
Jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu.
Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.
Dan ibu memohon kepadamu nak, janganlah engkau pasang jerat permusuhan dengan ibumu.
Jangan engkau buang wajahmu, ketika ibumu hendak memandang wajahmu.
Yang ibu tagih kepadamu:
Jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana, sekalipun hanya sedetik.
Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi. Atau sekiranya terpaksa engkau datang sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

Anakku…

Telah bungkuk pula punggungku… bergemetar tanganku… karena badanku telah dimakan oleh usia, dan telah digerogoti oleh penyakit… Berdirinya seharusnya telah dipapah… duduk pun seharusnya dibopong…
Akan tetapi, yang tidak pernah sirna -wahai anakku- adalah cintaku kepadamu… masih seperti dulu… masih seperti lautan yang tidak pernah kering… masih seperti angin yang tidak pernah berhenti…
Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikan dengan kebaikan, sedangkan ibumu, mana balas budimu, mana balasan baikmu?! bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air serupa?! bukan sebaliknya air susu dibalas dengan air tuba?! Dan bukankah Alloh ta’ala, telah berfirman:

هل إلا جزاء الإحسان الإحسان

Bukankah balasan kebaikan, melainkan kebaikan yang serupa?!
Sampai begitukah keras hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu.
Wahai anakku…
Setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak?! Karena engkau adalah buah dari kedua tanganku… Engkau adalah hasil dari keletihanku… Engkaulah laba dari semua usahaku…
Dosa apakah yang telah ku perbuat, sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?!
Pernahkah suatu hari aku salah dalam bergaul denganmu?!
Atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?!
Tidak dapatkah engkau menjadikanku pembantu yang terhina dari sekian banyak pembantu-pembantumu yang mereka semua telah engkau beri upah?!
Tidak dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu?!
Dapatkah engkau sekarang menganugerahkan sedikit kasih sayang demi mengobati derita orang tua yang malang ini?!
إن الله يحب المحسنين

Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berbuat baik.

Wahai anakku…

Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.
Wahai anakku…
Hatiku terasa teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan, bahwa engkau adalah laki-laki yang supel, dermawan dan berbudi.
Wahai anakku…
Apakah hatimu tidak tersentuh, terhadap seorang wanita tua yang lemah, binasa dimakan oleh rindu berselimutkan kesedihan, dan berpakaian kedukaan?!
Mengapa? Tahukah engkau itu?! Karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… Karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… Karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim.
Wahai anakku…
Ibumu inilah sebenarnya pintu surga, maka titilah jembatan itu menujunya… Lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, kemaafan, dan balas budi yang baik… Semoga aku bertemu denganmu di sana, dengan kasih sayang Alloh ta’ala sebagaimana di dalam hadits:


الوالد أوسط أبواب الجنة فإن شئت فأضع ذلك الباب أو احفظه

Orang tua adalah pintu surga yang paling tinggi. Sekiranya engkau mau, sia-siakanlah pintu itu, atau jagalah! (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, dishohihkan oleh Albani)

Anakku…

Aku mengenalmu sejak dahulu… semenjak engkau telah beranjak dewasa… aku tahu engkau sangat tamak dengan pahala… engkau selalu cerita tentang keuatamaan berjamaah… engkau selalu bercerita terhadapku tentang keutamaan shof pertama dalam sholat berjamaah… engkau selalu mengatakan tentang keutamaan infak, dan bersedekah…
Akan tetapi satu hadits yang telah engkau lupakan… satu keutamaan besar yang telah engkau lalaikan… yaitu bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdulloh bin Mas’ud, ia mengatakan:

سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم، قلت: يا رسول الله أي العمل أفضل؟ قال: الصلاة على ميقاتها. قلت: ثم أيُّ؟ قال: ثم بر الوالدين. قلت: ثم أيُّ؟ قال: الجهاد في سبيل الله. فسكت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولو استزدته لزادني. (متفق عليه)
 
Aku bertanya kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-: Wahai Rosululloh, amal apa yang paling mulia? Beliau menjawab: sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Kemudian berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Kemudian jihad di jalan Alloh. Lalu aku pun diam (tidak bertanya) kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- lagi, dan sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya.
Itulah hadits Abdulloh bin Mas’ud…
Wahai anakku…

Inilah aku, ibumu… pahalamu… tanpa engkau harus memerdekakan budak atau banyak-banyak berinfak dan bersedekah… aku inilah pahalamu…
Pernahkah engkau mendengar, seorang suami yang meninggalkan keluarga dan anak-anaknya, berangkat jauh ke negeri seberang, ke negeri entah berantah untuk mencari tambang emas, guna menghidupi keluarganya?! Dia salami satu persatu, dia ciumi isterinya, dia sayangi anaknya, dia mengatakan: Ayah kalian, wahai anak-anakku, akan berangkat ke negeri yang ayah sendiri tidak tahu, ayah akan mencari emas… Rumah kita yang reot ini, jagalah… Ibu kalian yang tua renta ini, jagalah…
Berangkatlah suami tersebut, suami yang berharap pergi jauh, untuk mendapatkan emas, guna membesarkan anak-anaknya, untuk membangun istana mengganti rumah reotnya.
Akan tetapi apa yang terjadi, setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, yang ia bawa hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia gagal dalam usahanya. Pulanglah ia kembali ke kampungnya. Dan sampailah ia ke tempat dusun yang selama ini ia tinggal.
Apa lagi yang terjadi di tempat itu, setibanya di lokasi rumahnya, matanya terbelalak. Ia melihat, tidak lagi gubuk reot yang ditempati oleh anak-anak dan keluarganya. Akan tetapi dia melihat, sebuah perusahaan besar, tambang emas yang besar. Jadi ia mencari emas jauh di negeri orang, kiranya orang mencari emas dekat di tempat ia tinggal.
Itulah perumpaanmu dengan kebaikan, wahai anakku…
Engkau berletih mencari pahala… engkau telah beramal banyak… tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar… di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu masuk surga…
Ibumu adalah orang yang dapat menghalangimu untuk masuk surga, atau mempercepat amalmu masuk surga… Bukankah ridloku adalah keridloan Alloh?! Dan bukankan murkaku adalah kemurkaan Alloh?!

Anakku…

Aku takut, engkaulah yang dimaksud oleh Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam- di dalam haditsnya:

رغم أنفه ثم رغم أنفه ثم رغم أنفه قيل من يا رسول الله قال من أدرك والديه عند الكبر أحدهما أو كليهما ثم لم يدخل الجنة (رواه مسلم)
 
Celakalah seseorang, celakalah seseorang, dan celakalah seseorang! Ada yang bertanya: Siapakah dia wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Dialah orang yang mendapati orang tuanya saat tua, salah satu darinya atau keduanya, akan tetapi tidak membuat dia masuk surga. (HR. Muslim 2551)
Celakalah seorang anak, jika ia mendapatkan kedua orang tuanya, hidup bersamanya, berteman dengannya, melihat wajahnya, akan tetapi tidak memasukkan dia ke surga.

Anakku…

Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit, aku tidak akan adukan duka ini kepada Alloh, karena jika seandainya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan, yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya…
Aku tidak akan melakukannya wahai anakku… tidak… bagaimana aku akan melakukannya, sedangkan engkau adalah jantung hatiku… bagaimana ibu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit, sedangkan engkau adalah pelipur lara hatiku… bagaimana ibu tega melihatmu merana terkena doa mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku…
Bangunlah nak… bangunlah… bangkitlah nak… bangkitlah… uban-uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa, sehingga engkau akan menjadi tua pula.

الجزاء من جنس العمل

Sebagaimana engkau akan berbuat, seperti itu pula orang akan berbuat kepadamu.

الجزاء من جنس العمل

Ganjaran itu sesuai dengan amal yang engkau telah tanamkan. Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam.
Aku tidak ingin engkau menulis surat ini… aku tidak ingin engkau menulis surat yang sama, dengan air matamu kepada anak-anakmu, sebagaimana aku telah menulisnya kepadamu.

Wahai anakmu…

Bertakwalah kepada Allah… takutlah engkau kepada Allah… berbaktilah kepada ibumu… peganglah kakinya, sesungguhnya surga berada di kakinya… basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya… kencangkan tulang ringkihnya… dan kokohkan badannya yang telah lapuk…
Anakku…
Setelah engkau membaca surat ini, terserah padamu. Apakah engkau sadar dan engkau akan kembali, atau engkau akan merobeknya.
Wa shollallohu ala nabiyyina muhammadin wa ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Dari Ibumu yang merana.

Perkawinan Super Mewah Hanya untuk Akhiri Kumpul Kebo

Diposting oleh Wanita Sholehah di 22.13 0 komentar
Pernikahan sering disebut sebagai ikatan yang sakral dan suci menandai hubungan dua lawan jenis untuk memulai bahtera rumah tangga. Hanya saja, kesucian itu tak punya nilai dan hanya sebagai formalitas jika telah diciderai, meski dibalut dengan pernikahan mewah dan pemberkatan di gereja, seperti pernikahan Pangeran William dari Inggris dengan Kate Middleton yang baru saja dilakukan di Gereja Westminster Abbey, London (29/4). Media Inggris Daily Beast, menyebutkan pernikahan Pangeran William dan Kate Middleton merupakan salah satu dari  10 pernikahan anggota keluarga kerajaan yang menelan biaya hingga puluhan juta dolar. Bahkan untuk kalangan pesohor dan milyarder dunia yang memiliki kekayaan jauh lebih banyak, biaya pernikahan itu sangat tinggi.

Sebagaimana yang diberitakan media, biaya penyelenggaraan diyakini mencapai US$70 juta. Untuk gaun pengantin saja biayanya US$300.000 - US$450.000 dan kue pernikahan US$78.000. Biaya keamanan US$33 juta, biaya floris US$800.000. Pesta pernikahan tidak hanya digelar oleh Ratu Inggris Elizabeth II dan Pangeran Charles, tapi juga oleh para pejabat tinggi Inggris yang menerima tamu negara di rumah-rumah dinas mereka. Biaya itu belum termasuk kerugian ekonomi yang ditimbulkan, karena hari Jum'at 29/4 saat pernikahan dilangsungkan, ditetapkan sebagai hari libur. Inggris ditaksir kehilangan produktivitas senilai US$6 milyar sebagai dampaknya. Angka-angka itu sangat menyesakkan dada bagi banyak warga Inggris, mengingat negara sedang mengalami defisit anggaran US$256 milyar.

Kumpul Kebo
Saat memasuki Gereja Westminster Abbey hingga ke depan altar, tangan kiri Kate Middleton selalu digandeng oleh ayahnya. Tangan itu baru diserahkan oleh sang ayah ketika Kate dan William akan mengikrarkan janji nikah, dengan bimibingan Uskup Agung Canterbury Rowan Williams pemegang otoritas tertinggi sekte Kristen Anglikan, untuk kemudian digenggam William. Hal ini sebenarnya menyimbolkan, bahwa seorang gadis baru boleh disentuh pasangannya saat mereka telah menikah.

Tapi ironisnya, sebagaimana yang diketahui masyarakat dunia, kedua mempelai tidak lain adalah bekas teman sekolah yang juga teman kumpul kebo, tinggal bertahun-tahun di bawah satu atap tanpa ikatan perkawinan. Berbeda dengan pasangan Putri Diana yang dipercaya masih perawan saat menikahi Pangeran Charles di usia 20 tahun, pasangan William-Kate diketahui tinggal seatap mulai Desember 2007, setelah sempat berpisah pada April tahun yang sama. Mereka juga pernah tinggal beberapa bulan di Anglesey, sebuah pulau di Wales Utara.

William langsung jatuh hati pada Kate pada acara peragaan busana di kampus berasrama mereka St. Andrews, saat perempuan yang berasal dari kalangan biasa itu berlenggak-lenggok memamerkan pakai tidur transparan -- sehingga terlihat jelas pakaian dalam, kulit dan bentuk tubuhnya. Beberapa kali mereka bahkan kepergok paparazzi baru keluar dari klub malam pada pukul 3 dini hari.  Hanya karena ada ultimatum dari keluarga keraajan dan pengacara Middleton, maka pasangan itu tidak menjadi korban kejaran pers dan paparazzi sebagaimana yang dialami mendiang Puti Diana, ibu dari William yang tewas dalam kecelakaan mobil di Paris saat William berusia 15 tahun.

Namun dengan alasan peristiwa langka, media internasional -- termasuk Indonesia -- berbondong-bondong meliput dan menyiarkan acara pernikahan pasangan kumpul kebo itu secara langsung dan menciptakan demam "Royal Wedding". Sementara warga Inggris sendiri, mayoritas tidak peduli dengan perkawinan salah satu keturunan ratu mereka.

Sebagaimana hasil survei YouGov menyebutkan, "Mayoritas masyarakat Inggris tidak akan mengunjungi London untuk mengikuti prosesi pernikahan keluarga kerajaan ataupun pesta jalanan yang diselenggarakan untuk menghormati peristiwa (perkawinan) yang akan datang itu."
Hasil survei menunjukkan hanya 3% yang akan mendatangi pesta jalanan, dan 2% melihatnya ke Westminster Abbey, 35% menonton dari televisi. 


Cara Melatih Anak Cepat Menghafal Al-Quran

Diposting oleh Wanita Sholehah di 06.12 0 komentar


Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Mengapa kita perlu mengajarkan Al-Qur’an dan mendorong anak-anak untuk menghafal Al-Qur’an?
* untuk mendapatkan ridho Allah.
* untuk mendapatkan ketenangan hidup.
* karena Al Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi para penghafalnya.
* penghafal Al-Qur’an dapat memberikan syafaat bagi keluarganya
* mendapatkan banyak kemuliaan dan pahala yang berlimpah

Prinsip-prinsip mengajarkan Al-Qur’an:
1. Tidak boleh memaksa anak ( kecuali dengan alasan, misalkan watak anak ‘pemalas’ )
2. Lakukan kegiatan dengan cara menyenangkan
3. Dimulai dari ayat-ayat yang mudah difahami
4. Keteladanan dan motivasi

Kunci keberhasilan mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur’an:
* Suasana senang dan membahagiakan akan membantu anak untuk mengingat hafalannya dalam waktu yang lama, dengan demikian anak akan berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan perasaan cinta dan keterikatan terhadap Al-Qur’an.
* Berulang dan kontinyu

Cara memelihara dan mengembangkan memori anak:
1. Ajari anak untuk fokus dan perhatian pada pendidiknya.
2. Faktor makanan adalah penentu untuk terpelihara kemampuan memori itu bekerja (zat-zat adiktif yang terdapat dalam makanan, perlahan tapi pasti akan merusak daya ingat anak-anak)
3. Memberi penjelasan pada anak-anak atas nilai-nilai yang terkandung dalam bacaan yang dihafalnya, maka memori akan bekerja lebih eksis
4. Menghormati waktu bermain dan waktu istirahat anak
5. Jauhkan unsur-unsur yang dapat mengancam psikologi anak-anak ; celaan dan tekanan
6. Ciptakan motivasi-motivasi agar anak cenderung menyukai aktifitas menghafal

Waktu-waktu yang tepat untuk mengajarkan anak menghafal Al-Qur’an:
 * Tidak mengantuk
* Tidak letih / kelelahan
*Tidak kekenyangan atau sebaliknya, tidak sedang kelaparan
* Tidak dalam keadaan capek belajar
* Tidak sedang bermain
* Tidak dalam keadaan sakit / bad mood

Yang perlu diperhatikan tentang bakat anak dalam menghafal:

* Kenali bakat anak-anak dan hargai minat mereka.
* Fahami keterbatasan daya ingat anak karena tiap anak itu beda kemampuannya
* Kenali anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar dan berinteraksi

TEKNIS PENGAJARAN
1. Bayi ( 0-2 tahun )
* Bacakan Al-Qur’an dari surat Al-Fatihah
* Tiap hari 4 kali waktu ( pagi, siang, sore, malam )
* Tiap 1 waktu satu surat diulang 3x
* Setelah hari ke-5 ganti surat An-Nas dengan metode yang sama
* Tiap 1 waktu surat yang lain-lain diulang 1x 2.

Di atas 2 tahun
* Metode sama dengan teknik pengajaran bayi. Jika kemampuan mengucapkan kurang, maka tambah waktu menghafalnya, misal dari 5 hari menjadi 7 hari.
* Sering dengarkan murottal.

3. Di atas 4 tahun
* Mulai atur konsentrasi dan waktu untuk menghafal serius
* Ajari muroja’ah sendiri * Ajari mengahfal sendiri
* Selalu dimotivasi supaya semangat selalu terjaga
* Waktu menghafal 3-4x per hari

CARA MENJAGA HAFALAN
* Mengulang-ulang secara teratur
* Mendengarkan murottal
* Mentadabburi dan menghayati makna
* Menjauhi maksiat

 
sumber :http://www.kaskus.us

Rabu, 27 April 2011

Menikahlah karena Allah, bukan karena Cinta….

Diposting oleh Wanita Sholehah di 04.23 0 komentar
Ya Rabbi, Aku berdoa untuk seorang pria, yang akan menjadi bagian dari hidupku.
Seorang pria yang sungguh mencintaiMU lebih dari segala sesuatu.
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau.
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMU.
Seorang pria yang mempunyai sebuah hati yang sungguh mencintai dan haus akan Engkau dan memiliki keinginan untuk menauladani sifat-sifat Agung-Mu.
Seorang pria yang mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup, sehingga hidupnya tidaklah sia- sia.
Seorang pria yang memiliki hati yang bijak bukan hanya sekedar otak yang cerdas.
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormati aku.
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah.
Seorang pria yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku.
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi.
Seorang pria yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika berada disebelahnya.
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya.
Seorang pria yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya.
Seorang pria yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna.
Dan aku juga meminta: Buatlah aku menjadi seorang perempuan yang dapat membuat pria itu bangga.
Berikan aku sebuah hati yang sungguh mencintaiMU, sehingga aku dapat mencintainya dengan cintaMU, bukan mencintainya dengan sekedar cintaku.
Berikanlah SifatMU yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMU bukan dari luar diriku.
Berilah aku tanganMU sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya.
Berikanlah aku penglihatanMU sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja.
Berikan aku mulutMU yang penuh dengan kata- kata kebijaksanaanMU dan pemberi semangat, sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi.
Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakaan “Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku seseorang yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna”.
Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang Kautentukan.

Senin, 25 April 2011

Inilah Mengapa Para Wanita Beralih ke Islam

Diposting oleh Wanita Sholehah di 19.51 0 komentar

Kedudukan kaum wanita dalam masyarakat bukanlah isu baru dan bukan juga hal yang terselesaikan. Ketika Islam disebutkan, maka akan digambarkan ‘Wanita Islam’ sebagai seorang ibu yang kelelahan dirantai ke kompor, ‘korban’ yang ditekan dalam indoktrinasi, ketakutan akan hidup ala kebarat-baratan dan seterusnya. Yang lain berusaha keras menjelaskan bagaimana jilbab (kerudung Islam) adalah rintangan, mengaburkan pikiran dan berkomentar bahwa wanita muallaf telah dicuci otaknya, bodoh atau penghianat bagi kaumnya. Saya menolak tuduhan itu dan mengajukan kepada mereka beberapa pertanyaan ini: mengapa begitu banyak wanita yang terlahir dalam keadaan ‘jadi beradab’ pada masyarakat Eropa dan Amerika bersedia untuk menolak kebebasan mereka dan ‘kemerdekaan’ mereka untuk memeluk agama yang dianggap menindas mereka dan secara luas dianggap merugikan mereka?
Sebagai seorang muallaf dari Kristiani, aku hanya bisa menggambarkan pengalaman pribadi dan berbagai alasan untuk menolak ‘kebebasan’ yang dituntut harus dimiliki oleh para wanita dalam masyarakat ini untuk mendukung Agama yang sebenarnya telah membebaskan kaum perempuan yang telah memberikan kita status dan posisi yang sangat unik bila dibandingkan dengan rekan-rekan non muslim.

Sebelum memeluk Agama Islam, saya memiliki tendensi feminis yang kuat dan sadar dimana masalah wanita diperhatikan, banyak hal disekelilingnya ikut terseret namun tanpa dapat melekatkannya pada peta sosial. Permasalahan secara terus-menerus: ‘isu wanita’ baru berkembang tanpa adanya penyelesaian masalah sebelumnya yang memuaskan. Seperti para wanita yang saya pernah berbagi cerita dengan mereka, saya menuduh Islam sebagai agama yang seksis, membedakan, menindas dan memberikan lebih besar hak istimewa kepada laki-laki. Semua ini datang dari seseorang yang bahkan tidak mengenal Islam, orang yang telah buta karena ketidaktahuan dan telah menerima definisi ini yang sengaja disimpangkan dari Islam.
Namun, meskipun saya kritik Islam, dalam hati aku tidak puas dengan status saya sebagai seorang wanita dalam masyarakat ini. Bagi saya sepertinya masyarakat mendefinisikan istilah-istilah seperti ‘kemerdekaan’ dan ‘kebebasan’ dan kemudian definisi ini diterima oleh perempuan tanpa kita bahkan mencoba untuk bertanya atau menantang mereka. Ada jelas terjadi kontradiksi besar antara apa yang wanita diberitahu dalam teori dan apa yang sebenarnya terjadi dalam praktek.

Semakin lama saya merenungkan kekosongan besar yang saya rasakan semakin dalam. Aku perlahan-lahan mulai mencapai tahap dimana ketidakpuasan terhadap status saya sebagai wanita dalam masyarakat ini, benar-benar terefleksi pada rasa ketidakpuasan dalam masyarakat ini. Segala sesuatu tampak memburuk, meskipun mengklaim bahwa tahun 1990 akan menjadi dekade kesuksesan dan kemakmuran. Sesuatu yang vital nampaknya hilang dari hidupku dan tak akan ada yang dapat mengisi kekosongan ini. Menjadi seorang Kristen tidak melakukan apa-apa bagi saya dan saya mulai mempertanyakan validitas hanya mengingat Allah di satu hari dalam seminggu – Minggu! Seperti banyak orang Kristen lainnya juga, saya kecewa dengan kemunafikan Gereja dan menjadi semakin tidak senang dengan konsep Trinitas dan pendewaan Yesus. Akhirnya, saya mulai melihat kepada Islam.

Pada awalnya, aku hanya tertarik pada isu-isu yang secara khusus berhubungan dengan perempuan. Dan akupun terkejut. Apa yang saya baca dan pelajari mengajarkan saya banyak hal tentang diri saya sendiri sebagai seorang wanita, dan juga tentang letaknya penindasan nyata terhadap perempuan: di setiap sistem lain dan cara hidup di luar Islam. Wanita Muslim telah diberikan hak-hak dalam setiap aspek dari agama dengan definisi yang jelas tentang peran mereka dalam masyarakat – seperti halnya lelaki – dengan tidak ada ketidakadilan terhadap salah satu dari mereka. Sebagaimana Allah berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga.” [QS. an Nisa’:124]

Jadi setelah mengalami kesalahpahaman tentang status perempuan yang sebenarnya dalam Islam, saya sekarang ingin mencari tau lebih lanjut. Saya ingin menemukan hal-hal yang dapat mengisi kekosongan dalam hidup saya. Perhatian saya tertuju terhadap keyakinan dan praktik Islam. Hal hanya melalui pembentukan hal-hal dasar bahwa aku akan mengerti ke mana harus berpaling dan apa yang harus diprioritaskan. Hal ini merupakan daerah yang sedikit menerima perhatian atau kontroversi dalam masyarakat, dan ketika mempelajari keimanan dalam Islam, menjadi jelas mengapa hal ini terjadi: seperti ringkas, dan sepenuhnya rinciannya sempurna tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Sumber: IslamReligion.com ditejermahkan secara bebas oleh Tim Shalihah

Pandangan ISLAM TERHADAP PEKERJAAN SEORANG WANITA

Diposting oleh Wanita Sholehah di 19.42 0 komentar
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- ditanya : Apa pandangan Islam tentang pekerjaan seorang wanita bersama dengan laki-laki?

Jawaban

Seperti yang sudah diketahui keikutsertaan seorang wanita untuk bekerja dalam lapangan pekerjaan seorang laki-laki akan menyebabkan percampuran dalam pergaulan yang tercela dan berdua-duan dengannya. Dan hal tersebut adalah perkara yang sangat vital sekali, yang akibatnya juga sangat fatal dan hasilnya buruk serta akibatnya tidak baik, yakni bertentangan dengan dalil-dalil Islam yang menyuruh wanita untuk tetap berada di rumahnya dan mengerjakan pekerjaan yang dikhususkan dan diciptakan Allah untuknya agar menjadikannya jauh dari ikhtilath. Adapun dalil-dalil yang jelas dan shahih yang menunjukkan atas haramnya berduaan dengan selain mahram dan melihatnya serta sarana-sarana yang menjadi perantara untuk terlaksananya perbuatan yang diharamkan oleh Allah. Dalil-dalil yang banyak, jelas memutuskan percampuran yang menyebabkan perbuatan yang akibatnya tidak terpuji di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang terdahulu dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan taatilah Allah dan RasulNya sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi) sesungguhnya Allah adalah Mahalembut laga Maha Mengetahui” [Al-Ahzab : 33-34]

“Artinya : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka yang demekian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Ahzab : 59]

“Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannnya kecuali yang (biasa) nampak daripadanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putera-putera mereka atau putera-putera suami mereka” [An-Nu ; 30-31]

“Artinya : Apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka (isteri-isteri Nabi) maka mintalah dari belakang tabir, cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” [Al-Ahzab : 53]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Hindarilah bercampur dengan wanita” (maksudnya selain mahram), dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang saudara ipar?” Beliau menjawab : “Saudara ipar bagaikan kematian”.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang untuk bedua-duaan dengan wanita selain mahram secara umum seraya berkata.

“Artinya : Sesungguhnya setan adalah orang ketiganya”

Dan melarang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya untuk menutup jalan kerusakan, menutup pintu dosa, mencegah sebab-sebab kejahatan dan mencegah dua macam tipu daya setan berdasarkan ini, maka betul apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Takutlah akan dunia dan wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israil adalah dari wanita”.

Seraya beliau bersabda.

“Artinya : Saya tidak meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan”.

Ayat-ayat dan hadits-hadits ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan kewajiban menjauhi ikhtilath yang menyebabkan rusaknya keluarga dan hancurnya masyarakat. Dan ketika anda melihat kedudukan wanita di beberapa negara Islam, maka anda akan dapati mereka telah menjadi hina dan tercela karena keluar rumahnya yang menjadikannya mengerjakan hal-hal yang sebenarnya bukan tugasnya. Orang-orang yang berakal dari negara-negara Barat telah menyeru keharusan untuk mengembalikan wanita kepada kedudukannya semula yang telah disediakan oleh Allah dan diatur sesuai dengan fisik dan akalnya, tetapi seruan itu telah terlambat.

Sebenarnya lahan pekerjaan wanita di rumah atau di bidang pengajaran dan lainnya yang berhubungan dengan wanita sudah cukup bagi wanita tanpa harus memasuki pekerjaan yang menjadi tugas para laki-laki. Kita memohon kepada Allah agar menjaga negara kita, negara kaum muslimin semua dari tipu daya musuh dan rencana-rencana mereka yang menghancurkan dan semoga Dia memberi taufik kepada kaum muslimin dan pemimpinnya serta para penulis buku untuk membawa kaum wanita kepada jalan yang sesuai dengan kedudukan mereka di dunia dan di akhirat sebagai pelaksanaan perintah dari Tuhan mereka dan Pencipta mereka yang Maha Mengetahui kebutuhan mereka dan semoga Dia memberi taufik para pemimpin Islam kepada jalan yang di dalamnya ada kemaslahatan manusia dan negara, serta dalam masalah kehidupan dan tempat kembali (akhirat) dan melindungi kita dan orang-orang muslimin lainnya dari kesesatan fitnah dan sebab-sebab kebencian, sesungguhnya Dia Maha Mengurusi hal tersebut dan menguasainya.

[Fatawa Mar’ah, 2/94. Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah]

Hakikat Cinta

Diposting oleh Wanita Sholehah di 05.15 0 komentar
Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang yang diberi cinta dan bisa menyikapi rasa cinta dengan tepat.

Hikam:

“Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik.” 
(Al-Qur`an: Al-Imron ayat 14)
Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli 
(HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Cinta memang sudah ada didalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi kalau tidak hati-hati cinta bisa menulikan dan membutakan kita.Cinta yang paling tinggi adalah cinta karena Allah cirinya adalah orang yang tidak memaksakan kehendaknya. Tapi ada juga cinta yang menjadi cobaan buat kita yaitu cinta yang lebih cenderung kepada maksiat. Cinta yang semakin bergelora hawa nafsu, makin berkurang rasa malu. Dan, inilah yang paling berbahaya dari cinta yang tidak terkendali.

Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.

Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan berkhalwat berdua-duaan, jangan dekati zina dalam bentuk apapun dan jangan saling bersentuhan.Bagi orang tua yang membolehkan anaknya berpacaran, harus siap-siap menanggung resiko. Marilah kita mengalihkan rasa cinta kita kepada Allah dengan memperbanyak sholawat, dzikir, istighfar dan sholat sehingga kita tidak diperdaya oleh nafsu, karena nafsu yang akan memperdayakan kita. Sepertinya cinta padahal nafsu belaka. 

Di Tulis Oleh H. Abdullah Gymnastiar

Minggu, 24 April 2011

A Necessary Evil Bernama Pasar...

Diposting oleh Wanita Sholehah di 04.08 0 komentar

SALAH satu tempat yang paling dibenci oleh Allah di muka bumi ini adalah pasar. Hal ini sejalan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Lokasi yang paling Allah cintai adalah masjid, dan Lokasi yang paling Allah benci adalah pasar." (Shahih Muslim, 1076).Tetapi sepintas mungkin nampak ironi bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bahkan juga mendirikan  pasar bagi kaum muslimin. Mengapa demikian?

Inilah apa yang dalam istilah modern disebut a necessary evil, yaitu bisa jadi suatu hal itu banyak keburukannya – tetapi keberadaannya diperlukan. Justru di sinilah letak sempurnanya agama ini, bahkan untuk mengatasi atau mengelola tempat yang paling dibenci Allah pun ada tuntunannya.Allah dan RasulNya tentu lebih mengetahui mengapa pasar menjadi tempat yang dibenci olehNya, tetapi bisa jadi ini karena di pasar pada umumnya banyak sekali penipuan, pengelabuhan, pengurangan timbangan, sumpah palsu, dan berbagai kecurangan lainnya.

Bila pasar diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, maka ‘pasar’ yang paling dibenci Allah itu pun kini  menjadi sangat luas cakupannya. Karena banyak sekali kebutuhan kita sekarang yang tidak lagi kita beli di ‘pasar’ dalam arti fisik. Kita bisa membeli kebutuhan kita atas barang atau jasa  lewat internet, lewat kantor-kantor perusahaan penyedia barang dan jasa, atau bahkan salesmannya yang datang ke rumah-rumah kita untuk menjajakan produknya.
Lantas apakah tempat-tempat ‘jualan’ yang kini,  termasuk kantor atau juga rumah-rumah yang dijadikan tempat usaha tersebut, juga menjadi tempat yang dibenci Allah?

Bisa jadi, bila di dalamnya dilakukan berbagai penipuan, kecurangan, dan lain sebagainya.  Tetapi kita bisa belajar dari para sahabat beliau, yang tentu lebih paham makna dari hadits tersebut di atas dibandingkan dengan kita-kita di zaman ini. Para sahabat beliau dari kaum Muhajirin, yang rata-rata aslinya memang pedagang di Makkah, tetap melakukan jual beli di pasar sampai akhir usianya, kecuali yang mendapatkan tugas-tugas khusus, seperti menjadi khalifah,  gubernur, dan lain sebagainya. Bahkan sebagian sahabat ini pun dijamin masuk surga, seperti sahabat yang super kaya melalui kepandaiannya berdagang di pasar, yaitu  Abdur Rahman Bin ‘Auf.

Jadi untuk selamat dari ‘tempat terburuk’ yang berupa pasar ini kita bisa belajar dari para sahabat dalam menyikapi hadits ‘peringatan’ seperti tersebut di atas. Tidak serta merta kita jauhi pasar, karena bila ini yang dilakukan, maka pasar akan dikuasai kaum yang lain yang malah bisa merugikan umat secara keseluruhan.Sebaliknya kita juga harus mencontoh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam mendirikan pasar ini bahwa umat ini harus memiliki pasarnya sendiri, sehingga bisa terbangun di dalamnya budaya jual beli yang syar’i dan mendatangkan berkah, dan terbebas dari ketergantungan terhadap pasarnya ‘yahudi’.

Begitu detilnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajari umatnya untuk bisa memperoleh beribu-ribu kebaikan, terhapusnya beribu-ribu  keburukan, dan terangkatnya kedudukan beribu-ribu derajat, bahkan bisa datang dari tempat yang dibenci oleh Allah sekalipun, yaitu pasar ini. Beliau pun mengajari kita untuk berdoa sebelum memasuki pasar melalui sabdanya:

"Barangsiapa yang memasuki pasar lalu mengucapkan; LAA ILAHA ILLAALLAH WAHDAHU LAA SYRIKALAH LAHUL MULKU WA LAHL HAMDU YUHYI WA YUMIT WA HUWA HAYYUN LAA YAMUT BIYADIHIL KHAIR WA HUWA 'ALA KULLI SYAI`IN QADIR (Tidak ada tuhan yang haq kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, bagiNya kerajaan dan pujian. Dia Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, Dia Hidup dan tidak mati, seluruh kebaikan ada di TanganNya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu). Maka Allah akan mencatat beribu-ribu kebaikan untuknya, menghapus beribu-ribu keburukan darinya dan mengangkat kedudukannya beribu-beribu derajat." Ketika aku tiba di Khurasan dan bertemu dengan Qutaibah bin Muslim, aku berkata; Aku datang kepadamu membawa sebuah hadiah, lalu aku menceritakan hadits itu kepadanya. Ia pun segera mengendarai tungganganya dan menuju ke pasar. Ia berdiri dan membacanya, kemudian kembali pulang.” (Sunan Darimi, Hadits no 2576).

Hadits ini menginspirasi saya bahwa suatu saat kelak ketika Bazaar Madinah telah meluas dan ada di mana-mana, di pintu-pintunya ada tulisan besar yang isinya do’a untuk memasuki pasar tersebut. Dengan demikian beribu-ribu orang akan memperoleh “ ...beribu-ribu kebaikan untuknya, menghapus beribu-ribu keburukan darinya, dan mengangkat kedudukannya beribu-beribu derajat...”

Bila di pasar saja orang bisa memperoleh kebaikan, tentu di tempat yang paling Allah cintai – di masjid-- akan lebih banyak lagi kebaikannya. Maka mengikuti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pula, pasar atau bazaar-bazaar yang kita dirikan nantinya tidak terlalu jauh dari masjid agar orang tidak lalai dengan jual beli atau perniagaannya, dan tidak terlalu dekat pula agar keramaian atau kebisingan pasar tidak mengganggu aktifitas masjid.

Bazaar Madinah yang pertama kami dirikan berada dalam radius beberapa ratus meter dari 3 masjid dan dua surau sekaligus, dengan demikian kami berharap para lelaki (rijal) yang beraktivitas di dalamnya masuk kategori “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” Amin.(QS 24:37).*


Penulis adalah Direktur Geraidinar. Kolumnis www.hidayatullah.com