Sabtu, 05 Februari 2011

Ibnu Battuta: Pengembara Legendaris dan Penjelajah Terhebat di dunia

Imam Syafii berkata: “Ber-traveling-lah! Kamu akan mendapatkan kerabat dan teman baru.”
”Aku tinggalkan Tangier, kampung halamanku, pada Kamis, 14 Juni 1325 M. Saat itu usiaku baru 21 tahun empat bulan. Tujuanku adalah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah,” kisah Ibnu Battuta - pengembara dan penjelajah terhebat di dunia — membuka pengalaman perjalanan panjangnya dalam buku catatannya, Rihla.

Dengan penuh kesedihan, ia meninggalkan orangtua serta sahabat sahabatnya di Tangier. Tekadnya sudah bulat untuk menunaikan rukun iman kelima. Perjalananya menuju ke Baitullah telah membawanya bertualang dan menjelajahi dunia. Seorang diri, dia mengarungi samudera dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia.

”Kehebatan Ibnu Battuta hanya dapat dibandingkan dengan pelancong terkemuka Eropa, Marcopolo (1254 M -1324 M),” ujar Sejarawan Brockelmann mengagumi ketangguhan sang pengembara Muslim itu. Selama hampir 30 tahun, dia telah mengunjungi tiga benua mulai dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia engah, Asia Tenggara, dan Cina.

Perjalanan panjang dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mencapai 73 ribu mil atau sejauh 117 ribu kilometer. Tak heran, bila kehebatannya mampu melampaui sejumlah penjelajah Eropa seperti Christopher Columbus, Vasco de Gama, dan Magellan yang mulai berlayar 125 setelah Ibnu Battuta.

Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Battuta melebihi capaian Marco Polo. Tak heran, bila Sarton geleng-geleng kepala dan mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Battuta yang mampu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan sepanjang 73 ribu mil itu. Sebuah pencapaian yang tak ada duanya di masa itu.

Lalu siapakah sebenarnya pengembara tangguh bernama Ibnu Battuta itu? Pria kelahiran Tangier 25 Februari 1304 itu bernama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim At-Tanji, bergelar Syamsuddin bin Battutah.

Latar belakang Ibnu Battuta begitu jauh berbeda bila dibandingkan Marco Polo yang seorang pedagang dan Columbus yang benar-benar seorang petualang sejati. Meski Ibnu Battuta adalah seorang teologis, sastrawan puisi dan cendekiawan, serta humanis, namun ketangguhannya mampu mengalahkan keduanya.

Meski hatinya berat untuk meninggalkan orang-orang yang dicintainya, Ibnu Battuta tetap meninggalkan kampung halamannya untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah yang berjarak 3.000 mil ke arah Timur. Dari Tangier, Afrika Utara dia menuju Iskandariah. Lalu kembali bergerak ke Dimyath dan Kaherah.
 Setelah itu, dia menginjakkan kakinya di Palestina dan selanjutnya menuju Damaskus. Ia lalu berjalan kaki ke Ladzikiyah hingga sampai di Allepo. Pintu menuju Makkah terbuka dihadapannya setelah dia melihat satu kafilah sedang bergerak untuk menunaikan ibadat haji ke Tanah Suci. Ia pun bergabung dengan rombongan itu. Beliau menetap di Makkah selama dua tahun.
Tahun 1326 Battuta melanjutkan perjalanan ke wilayah Iran dan Irak sekarang. Setahun berikutnya Battuta kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang kedua, dan tinggal selama setahun di kota suci tersebut.
Setelah cita-citanya tercapai, Ibnu Battuta, ternyata tak langsung pulang ke Tangier, Maroko. Tahun 1328 Battuta melanjutkan perjalanan ketiganya ke ke Yaman melalui jalan laut dan melawat ke Aden, Mombosa, Timur Afrika dan menuju ke Kilwa, sekarang Tanzania dan kembali lagi ke Makkah melalui jalur laut ke Teluk Persia, Hormuz, Siraf, Bahrin dan Yamama. Ia kembali ke Oman dan kembali lagi ke Makkah untuk menunaikan Haji pada tahun 1332 M, haji yang ketiga kalinya. Itulah putaran pertama perjalanan yang tempuh Ibnu Battuta.
Pengembaraan putaran kedua, dilalui Ibnu Battuta dengan menjelajahi Syam dan Laut Hitam. Ia lalu meneruskan pengembaraannya ke Bulgaria, Roma, Rusia, Turki serta pelabuhan terpenting di Laut Hitam yaitu Odesia, kemudian menyusuri sepanjang Sungai Danube.
Ia lalu berlayar menyeberangi Laut Hitam ke Semenanjung Crimea dan mengunjungi Rusia Selatan. Dari wilayah Sungai Volga, pada tahun 1334 Battuta menerobos wilayah Afghanistan melalui Kabul hingga ke Delhi, India.
 
Lukisan Ibnu Battuta Saat di India
Di Delhi, Battuta bekerja di pengadilan Delhi. Dengan gajinya yang tinggi Battuta hidup sejahtera selama di India. Di India, ia pernah diangkat menjadi kadi. Pada tahun 1342 sultan di Delhi mengutus Battuta melakukan perjalanan ke Cina sebagai Duta Besar. Jalan yang ditempuh adalah pelayaran melalui Kepulauan Maldiva, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Kepulauan Andaman, Aceh, Selat Malaka, Singapura, menerobos Laut Cina Selatan, berlabuh dan meneruskan perjalanan darat ke Beijing.
 

Pada tahun 1346 Battuta memulai perjalanan pulang dari Beijing. Ibnu Battuta mengembara pula ke Sumatera, Indonesia dan melanjutkan perjalanan melalui laut Amman dan akhirnya meneruskan perjalanan darat ke Iran, Irak, Palestina, dan Mesir. Beliau lalu kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah hajinya yang ke tujuh pada bulan November 1348 M. Selama empat tahun perjalanan darat dan pelayaran laut, ia kembali ke kota kelahirannya Tangier di Maroko. Pergi berkelana pada umur 21 dan kembali pada umur 44, sebuah perjalanan selama hampir 24 tahun yang mengesankan.
Tak lama di Maroko, perjalanan putaran ketiga kembali dimulai. Battuta melanjutkan perjalanan menyebrangi Laut Tengah ke Andalusia (wilayah Spanyol selatan), kembali lagi dan menerobos gurun Sahara hingga terdampar di Mali di tengah Afrika Barat dan akhirnya pada tahun 1354 M Battuta kembali ke tanah kelahirannya dan menetap di kota Fez dan berteman baik dengan sultan. Sang sultan kagum dengan perjalanan Battuta dan meminta Battuta menuliskannya ke dalam sebuah buku, yang dikenal berjudul Rihla atau My Travel.
Ia mengakhiri cerita perjalanannya dengan sebuah kalimat, ”Akhirnya aku sampai juga di kota Fez.” Di situ dia menuliskan hasil pengembaraannya. Salah seorang penulis bernama Mohad Ibnu Juza menuliskan kisah perjalanannya dengan gaya bahasa yang renyah. Dalam waktu tiga bulan, buku berjudul Persembahan Seorang pengamat tentang Kota-Kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan, diselesaikannya pada 9 Desember 1355 M.
Secara detail, setiap kali mengunjungi sebuah negeri atau negara, Ibnu Battuta mencatat mengenai penduduk, pemerintah, dan ulama. Ia juga mengisahkan kedukaan yang pernah dialaminya seperti ketika berhadapa dengan penjahat, hampir pingsan bersama kapal yang karam dan nyaris dihukum penggal oleh pemerintah yang zalim. Ia meninggal dunia di Maroko pada pada tahun 1377 M. Kisah pencapaian Ibnu Battuta yang luar biasa itu, konon dirampas dan disembunyikan Kerajaan Prancis saat menjajah benua Afrika. Buktinya, Barat baru mengetahui kehebatannya setelah tiga abad meninggalnya sang pengembara.
Dari Tangier ke Samudera Pasai
Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Battuta sempat membuatnya terdampar di Samudera Pasai - kerajaan Islam pertama di Nusantara pada abad ke-13 M. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada tahun 1345. Sang pengembara itu singgah di Aceh selama 15 hari.
Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battuta melukiskan Samudera Pasai dengan begitu indah. ”Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah,” tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan penjelajah kondang asal Maroko itu mendapat sambutan hangat di Samudera Pasai. Penjelajah termasyhur itu juga mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-Zahir penguasa Samudera Pasai.
”Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,” kisah Ibnu Battuta.
Selama berpetualang mengelilingi dunia dan menjejakkan kakinya di 44 negara, dalam kitab yang berjudul Tuhfat al-Nazhar, Ibnu Battuta menuturkan telah bertemu dengan tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa.
Ketujuh raja yang dikagumi Ibnu Battuta itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa; raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah; raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia; raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa; Raja Romawi yang sangat pemaaf; Raja Melayu Malik Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.
Setelah berkelana dan mengembara di Samudera Pasai selama dua pekan, Ibnu Battuta akhirnya melanjutkan perjalannnya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. Catatan perjalanan Ibnu Battuta itu menggambarkan pada abad pertengahan, peradaban telah tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara.
Abadi di Kawah Bulan
Nama besar dan kehebatan Ibnu Battuta dalam menjelajahi dunia di abad pertengahan hingga kini tetap dikenang. Bukan hanya umat Islam saja yang mengakui kehebatannya, Barat pun mengagumi sosok Ibnu Battuta. Tak heran, karya-karyanya disimpan Barat.
Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, International Astronomy Union (IAU) mengabadikan Ibnu Battuta menjadi nama salah satu kawah bulan. Bagi orang Astronomi, Ibnu Battuta bukan hanya seorang pengembara dan penjelajah paling termasyhur, namun juga sebuah kawah kecil di bulan yang berada di Mare Fecunditas.
Kawah Ibnu Battuta terletak di Baratdaya kawah Lindenbergh dan Timurlaut kawah bulan terkenal Goclenius. Di sekitar kawah Ibnu Battuta tersebar beberapa formasi kawah hantu. Kawah Ibnu Battuta berbentuk bundar dan simetris. Dasar bagian dalam kawah Ibnu Battuta terbilang luas. Diameter kawah itu mencapai 11 kilometer. Dasar kawah bagian dalamnya terbilang gelap, segelap luarnya. Kawah Ibnu Battuta awalnya bernama Goclenius A. Namun, IAU kemudian memberinya nama Ibnu Battuta.
Selain dijadikan nama kawah di bulan, Ibnu Battuta juga diabadikan dan dikenang masyarakat Dubai lewat sebuah mal atau pusat perbelanjaan bernama Ibnu Battuta Mall. Di sepanjang koridor mal itu dipajangkan hasil penelitian dan penemuan Ibnu Battuta. Meski petualangan dan pengembaraannya telah berlalu enam abad silam, namun kebesaran dan kehebatannya hingga kini tetap dikenang.

Dikompilasi dari:
Tulisan Heri Ruslan
REPUBLIKA - Rabu, 27 Februari 2008
dan
Tulisan Yulian Firdaus: http://yulian.firdaus.or.id/2005/06/06/ibnu-battuta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 05 Februari 2011

Ibnu Battuta: Pengembara Legendaris dan Penjelajah Terhebat di dunia

Diposting oleh Wanita Sholehah di 15.13
Imam Syafii berkata: “Ber-traveling-lah! Kamu akan mendapatkan kerabat dan teman baru.”
”Aku tinggalkan Tangier, kampung halamanku, pada Kamis, 14 Juni 1325 M. Saat itu usiaku baru 21 tahun empat bulan. Tujuanku adalah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah,” kisah Ibnu Battuta - pengembara dan penjelajah terhebat di dunia — membuka pengalaman perjalanan panjangnya dalam buku catatannya, Rihla.

Dengan penuh kesedihan, ia meninggalkan orangtua serta sahabat sahabatnya di Tangier. Tekadnya sudah bulat untuk menunaikan rukun iman kelima. Perjalananya menuju ke Baitullah telah membawanya bertualang dan menjelajahi dunia. Seorang diri, dia mengarungi samudera dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia.

”Kehebatan Ibnu Battuta hanya dapat dibandingkan dengan pelancong terkemuka Eropa, Marcopolo (1254 M -1324 M),” ujar Sejarawan Brockelmann mengagumi ketangguhan sang pengembara Muslim itu. Selama hampir 30 tahun, dia telah mengunjungi tiga benua mulai dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia engah, Asia Tenggara, dan Cina.

Perjalanan panjang dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mencapai 73 ribu mil atau sejauh 117 ribu kilometer. Tak heran, bila kehebatannya mampu melampaui sejumlah penjelajah Eropa seperti Christopher Columbus, Vasco de Gama, dan Magellan yang mulai berlayar 125 setelah Ibnu Battuta.

Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Battuta melebihi capaian Marco Polo. Tak heran, bila Sarton geleng-geleng kepala dan mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Battuta yang mampu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan sepanjang 73 ribu mil itu. Sebuah pencapaian yang tak ada duanya di masa itu.

Lalu siapakah sebenarnya pengembara tangguh bernama Ibnu Battuta itu? Pria kelahiran Tangier 25 Februari 1304 itu bernama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim At-Tanji, bergelar Syamsuddin bin Battutah.

Latar belakang Ibnu Battuta begitu jauh berbeda bila dibandingkan Marco Polo yang seorang pedagang dan Columbus yang benar-benar seorang petualang sejati. Meski Ibnu Battuta adalah seorang teologis, sastrawan puisi dan cendekiawan, serta humanis, namun ketangguhannya mampu mengalahkan keduanya.

Meski hatinya berat untuk meninggalkan orang-orang yang dicintainya, Ibnu Battuta tetap meninggalkan kampung halamannya untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah yang berjarak 3.000 mil ke arah Timur. Dari Tangier, Afrika Utara dia menuju Iskandariah. Lalu kembali bergerak ke Dimyath dan Kaherah.
 Setelah itu, dia menginjakkan kakinya di Palestina dan selanjutnya menuju Damaskus. Ia lalu berjalan kaki ke Ladzikiyah hingga sampai di Allepo. Pintu menuju Makkah terbuka dihadapannya setelah dia melihat satu kafilah sedang bergerak untuk menunaikan ibadat haji ke Tanah Suci. Ia pun bergabung dengan rombongan itu. Beliau menetap di Makkah selama dua tahun.
Tahun 1326 Battuta melanjutkan perjalanan ke wilayah Iran dan Irak sekarang. Setahun berikutnya Battuta kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang kedua, dan tinggal selama setahun di kota suci tersebut.
Setelah cita-citanya tercapai, Ibnu Battuta, ternyata tak langsung pulang ke Tangier, Maroko. Tahun 1328 Battuta melanjutkan perjalanan ketiganya ke ke Yaman melalui jalan laut dan melawat ke Aden, Mombosa, Timur Afrika dan menuju ke Kilwa, sekarang Tanzania dan kembali lagi ke Makkah melalui jalur laut ke Teluk Persia, Hormuz, Siraf, Bahrin dan Yamama. Ia kembali ke Oman dan kembali lagi ke Makkah untuk menunaikan Haji pada tahun 1332 M, haji yang ketiga kalinya. Itulah putaran pertama perjalanan yang tempuh Ibnu Battuta.
Pengembaraan putaran kedua, dilalui Ibnu Battuta dengan menjelajahi Syam dan Laut Hitam. Ia lalu meneruskan pengembaraannya ke Bulgaria, Roma, Rusia, Turki serta pelabuhan terpenting di Laut Hitam yaitu Odesia, kemudian menyusuri sepanjang Sungai Danube.
Ia lalu berlayar menyeberangi Laut Hitam ke Semenanjung Crimea dan mengunjungi Rusia Selatan. Dari wilayah Sungai Volga, pada tahun 1334 Battuta menerobos wilayah Afghanistan melalui Kabul hingga ke Delhi, India.
 
Lukisan Ibnu Battuta Saat di India
Di Delhi, Battuta bekerja di pengadilan Delhi. Dengan gajinya yang tinggi Battuta hidup sejahtera selama di India. Di India, ia pernah diangkat menjadi kadi. Pada tahun 1342 sultan di Delhi mengutus Battuta melakukan perjalanan ke Cina sebagai Duta Besar. Jalan yang ditempuh adalah pelayaran melalui Kepulauan Maldiva, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Kepulauan Andaman, Aceh, Selat Malaka, Singapura, menerobos Laut Cina Selatan, berlabuh dan meneruskan perjalanan darat ke Beijing.
 

Pada tahun 1346 Battuta memulai perjalanan pulang dari Beijing. Ibnu Battuta mengembara pula ke Sumatera, Indonesia dan melanjutkan perjalanan melalui laut Amman dan akhirnya meneruskan perjalanan darat ke Iran, Irak, Palestina, dan Mesir. Beliau lalu kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah hajinya yang ke tujuh pada bulan November 1348 M. Selama empat tahun perjalanan darat dan pelayaran laut, ia kembali ke kota kelahirannya Tangier di Maroko. Pergi berkelana pada umur 21 dan kembali pada umur 44, sebuah perjalanan selama hampir 24 tahun yang mengesankan.
Tak lama di Maroko, perjalanan putaran ketiga kembali dimulai. Battuta melanjutkan perjalanan menyebrangi Laut Tengah ke Andalusia (wilayah Spanyol selatan), kembali lagi dan menerobos gurun Sahara hingga terdampar di Mali di tengah Afrika Barat dan akhirnya pada tahun 1354 M Battuta kembali ke tanah kelahirannya dan menetap di kota Fez dan berteman baik dengan sultan. Sang sultan kagum dengan perjalanan Battuta dan meminta Battuta menuliskannya ke dalam sebuah buku, yang dikenal berjudul Rihla atau My Travel.
Ia mengakhiri cerita perjalanannya dengan sebuah kalimat, ”Akhirnya aku sampai juga di kota Fez.” Di situ dia menuliskan hasil pengembaraannya. Salah seorang penulis bernama Mohad Ibnu Juza menuliskan kisah perjalanannya dengan gaya bahasa yang renyah. Dalam waktu tiga bulan, buku berjudul Persembahan Seorang pengamat tentang Kota-Kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan, diselesaikannya pada 9 Desember 1355 M.
Secara detail, setiap kali mengunjungi sebuah negeri atau negara, Ibnu Battuta mencatat mengenai penduduk, pemerintah, dan ulama. Ia juga mengisahkan kedukaan yang pernah dialaminya seperti ketika berhadapa dengan penjahat, hampir pingsan bersama kapal yang karam dan nyaris dihukum penggal oleh pemerintah yang zalim. Ia meninggal dunia di Maroko pada pada tahun 1377 M. Kisah pencapaian Ibnu Battuta yang luar biasa itu, konon dirampas dan disembunyikan Kerajaan Prancis saat menjajah benua Afrika. Buktinya, Barat baru mengetahui kehebatannya setelah tiga abad meninggalnya sang pengembara.
Dari Tangier ke Samudera Pasai
Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Battuta sempat membuatnya terdampar di Samudera Pasai - kerajaan Islam pertama di Nusantara pada abad ke-13 M. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada tahun 1345. Sang pengembara itu singgah di Aceh selama 15 hari.
Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battuta melukiskan Samudera Pasai dengan begitu indah. ”Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah,” tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan penjelajah kondang asal Maroko itu mendapat sambutan hangat di Samudera Pasai. Penjelajah termasyhur itu juga mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-Zahir penguasa Samudera Pasai.
”Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,” kisah Ibnu Battuta.
Selama berpetualang mengelilingi dunia dan menjejakkan kakinya di 44 negara, dalam kitab yang berjudul Tuhfat al-Nazhar, Ibnu Battuta menuturkan telah bertemu dengan tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa.
Ketujuh raja yang dikagumi Ibnu Battuta itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa; raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah; raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia; raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa; Raja Romawi yang sangat pemaaf; Raja Melayu Malik Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.
Setelah berkelana dan mengembara di Samudera Pasai selama dua pekan, Ibnu Battuta akhirnya melanjutkan perjalannnya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. Catatan perjalanan Ibnu Battuta itu menggambarkan pada abad pertengahan, peradaban telah tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara.
Abadi di Kawah Bulan
Nama besar dan kehebatan Ibnu Battuta dalam menjelajahi dunia di abad pertengahan hingga kini tetap dikenang. Bukan hanya umat Islam saja yang mengakui kehebatannya, Barat pun mengagumi sosok Ibnu Battuta. Tak heran, karya-karyanya disimpan Barat.
Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, International Astronomy Union (IAU) mengabadikan Ibnu Battuta menjadi nama salah satu kawah bulan. Bagi orang Astronomi, Ibnu Battuta bukan hanya seorang pengembara dan penjelajah paling termasyhur, namun juga sebuah kawah kecil di bulan yang berada di Mare Fecunditas.
Kawah Ibnu Battuta terletak di Baratdaya kawah Lindenbergh dan Timurlaut kawah bulan terkenal Goclenius. Di sekitar kawah Ibnu Battuta tersebar beberapa formasi kawah hantu. Kawah Ibnu Battuta berbentuk bundar dan simetris. Dasar bagian dalam kawah Ibnu Battuta terbilang luas. Diameter kawah itu mencapai 11 kilometer. Dasar kawah bagian dalamnya terbilang gelap, segelap luarnya. Kawah Ibnu Battuta awalnya bernama Goclenius A. Namun, IAU kemudian memberinya nama Ibnu Battuta.
Selain dijadikan nama kawah di bulan, Ibnu Battuta juga diabadikan dan dikenang masyarakat Dubai lewat sebuah mal atau pusat perbelanjaan bernama Ibnu Battuta Mall. Di sepanjang koridor mal itu dipajangkan hasil penelitian dan penemuan Ibnu Battuta. Meski petualangan dan pengembaraannya telah berlalu enam abad silam, namun kebesaran dan kehebatannya hingga kini tetap dikenang.

Dikompilasi dari:
Tulisan Heri Ruslan
REPUBLIKA - Rabu, 27 Februari 2008
dan
Tulisan Yulian Firdaus: http://yulian.firdaus.or.id/2005/06/06/ibnu-battuta

0 komentar on "Ibnu Battuta: Pengembara Legendaris dan Penjelajah Terhebat di dunia"

Posting Komentar