Perubahan dunia sangat cepat. Jika dahulu wanita Barat dikenal mengejar karir di sektor publik, tapi tren terbaru menujukkan sebaliknya. Sebuah majalah wanita, Genius Beauty memberitaka, psikolog dan sosiolog Inggris mengemukakan sebagian besar wanita Inggris abad ini, berharap bisa hidup dengan orang yang dicintainya. Hal ini berdasarkan penelitian gabungan terhadap wanita pekerja di Inggris.
Hasilnya, 70% wanita meninginkan membangun sebuah keluarga yang bahagia bersama dengan pasangan mereka. Sedangkan 64% dari lainnya ingin mendapatkan keduanya, yaitu keluarga dan karier berjalan seiring.
Selain itu, para ilmuwan juga menanyakan apakah wanita berpikir tentang tingkat IQ (Intelegence Quotient) pasangan mereka. Sekitar 62 persen dari mengaku ingin suami mereka lebih pintar dari mereka, meskipun 20 persen dari responden terhadap kecerdasan calon suami mereka.
Penelitian serupa yang dilakukan pada tahun 1990-an mengungkapkan hal berbeda. Hanya 20 persen wanita di Inggris yang ingin menikah secepatnya. Hasil terbesar, sekitar 80 persen mengutamakan kariernya terlebih dahulu. Hal ini merupakan perubahan ideologis yang terjadi dalam satu dekade ini.
Hasilnya, 70% wanita meninginkan membangun sebuah keluarga yang bahagia bersama dengan pasangan mereka. Sedangkan 64% dari lainnya ingin mendapatkan keduanya, yaitu keluarga dan karier berjalan seiring.
Selain itu, para ilmuwan juga menanyakan apakah wanita berpikir tentang tingkat IQ (Intelegence Quotient) pasangan mereka. Sekitar 62 persen dari mengaku ingin suami mereka lebih pintar dari mereka, meskipun 20 persen dari responden terhadap kecerdasan calon suami mereka.
Penelitian serupa yang dilakukan pada tahun 1990-an mengungkapkan hal berbeda. Hanya 20 persen wanita di Inggris yang ingin menikah secepatnya. Hasil terbesar, sekitar 80 persen mengutamakan kariernya terlebih dahulu. Hal ini merupakan perubahan ideologis yang terjadi dalam satu dekade ini.
Tausyiah MUI
Sebelum ini, Desember 2004, dalam Rakernasnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan satu rekomendasi bidang sosial budaya menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk melakukan “Gerakan Kembali ke Rumah” (al ruju' ila al usroh). Dalam rekomendasinya, MUI menghimbau para ibu jangan merasa bangga banyak di luar rumah dan merasa gengsi mendidik anak di rumah.
Menurut MUI, rumah harus menjadi wahana pendidikan pertama dan utama untuk membentengi anak dari serbuan budaya yang merusak akhlak. Seruan ini sangat menarik, sebab melawan arus dari gegap gempitanya para perempuan berkiprah di ruang publik.
Menariknya, sementara di Barat – yang kerap dijadikan acuan model peradaban masa depan—kini muncul gerakan ‘kembali ke rumah’ sementara perempuan kita justru tengah getol-getolnya bekerja di sektor publik dan meninggalkan rumah.
Sebelum ini, Desember 2004, dalam Rakernasnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan satu rekomendasi bidang sosial budaya menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk melakukan “Gerakan Kembali ke Rumah” (al ruju' ila al usroh). Dalam rekomendasinya, MUI menghimbau para ibu jangan merasa bangga banyak di luar rumah dan merasa gengsi mendidik anak di rumah.
Menurut MUI, rumah harus menjadi wahana pendidikan pertama dan utama untuk membentengi anak dari serbuan budaya yang merusak akhlak. Seruan ini sangat menarik, sebab melawan arus dari gegap gempitanya para perempuan berkiprah di ruang publik.
Menariknya, sementara di Barat – yang kerap dijadikan acuan model peradaban masa depan—kini muncul gerakan ‘kembali ke rumah’ sementara perempuan kita justru tengah getol-getolnya bekerja di sektor publik dan meninggalkan rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar