Kecintaan seorang suami kepada istrinya yang tetap setia  bertahun-tahun hidup bersama, tanpa melihat fisik apakah al hubb atau  mawaddah? 
Kecintaan Rasulullah saw ketika mendakwahi umatnya yang susah diajak berpikir apakah al hubb atau mawaddah? Awalnya, saya fikir maknanya sama saja yaitu cinta, diantara dua kata yang berasal dari bahasa ‘arab tadi. 
Ternyata salah, itulah kedalaman bahasa ‘arab memiliki makna luas dan bermakna. Al hubb dan mawaddah ternyata sangat jauh berbeda.
Al hubb adalah cinta yang memiliki batas waktu untuk  mencintai sesuatu, apakah itu cinta kepada manusia atau benda. Dan mudah  berpindah jika menemukan yang lebih besar manfaatnya bagi dia.
Al hubb bisa kita lihat faktanya saat ini, mencintai tanpa ada rasa tanggung jawab dan kotmitmen terhadap yang ia cintai.
Perceraian marak sekali terjadi, durhaka anak kepada ibunya, putusnya  tali silahturahmi antara keluarga, saling bermusuhan antara tetangga  satu dengan yang lain dll. Karena standarnya adalah cinta atas dasar  maslahat sehingga berdampak akan mudah sekali hilang cintanya jika dia  tidak menemukan mashlahat terhadap yang ia cintai.
Mawaddah adalah cinta yang unlimit atau tidak terbatas sampai kapanpun. Inilah kecintaan yang dimiliki oleh seorang ibu terhadap anaknya.
Cintanya seorang ibu akan hidup sampai kapanpun tidak terbatas tempat, waktu, dan usia anak. 
Begitu juga cintanya sepasang suami istri yang sudah hidup  berpuluh-puluh tahun namun masih tetap cinta, masih tetap sayang, masih  tetap akan merasa bahagia jika bersama, ada kerinduan yang besar ketika  tidak bertemu walaupun usia sudah tua tapi rasa cinta seperti itu masih  ada, walaupun dari fisik pasangannya mungkin sudah tidak enak dilihat  lagi .
Pernah melihat? kakek nenek yang datang kepengajian, mereka sambil  berpegangan tangan dan terlihat sangat bahagia padahal usia mereka sudah  sangat tua dan mereka sudah hidup berpuluh-puluh tahun lamanya tapi  seakan-akan mereka baru menikah kemarin-kemarin. Itulah cinta yang tidak  ada batasnya.
Menarik kisah pada genarasi sahabat, kisah ini terjadi pada saat  pemerintahan ‘Umar Amirul mukminin r.a. ada seorang arab badui yang akan  mengadukan istrinya kepada ‘Umar karena istrinya telah mengeluarkan  suara keras melebihi suaranya.
Iapun kemudian pergi ke rumah Amirul Mukminin ‘Umar bin Khatab r.a.  dan ketika dia sampai di depan pintu rumah Amirul Mukminin dia mendengar  langkah kaki ‘Umar yang hendak keluar dari rumahnya. Dia mendengar  istri Amirul Mukminin berkata kepadanya dengan suara yang keras  mengatakan: “bertaqwalah kepada Allah, wahai ‘Umar atas apa yang engkau  pimpin!”
‘Umar hanya diam dan tidak berbicara sedikitpun, orang badui tersebut  berbicara dalam hatinya seraya berpaling pergi: “Jika keadaan Amirul  Mukminin saja seperti ini, maka bagaimana dengan diriku?” Ketika ia  hendak berpaling pergi, ternyata ‘Umar bin khatab telah keluar dan  melihatnya. ‘Umar bertanya apa keperluanmu?, wahai saudaraku orang  Arab?”
Orang arab badui itupun menjawab: “Wahai Amirul Mukminin sebenarnya  aku ingin menemuimu untuk mengadukan sikap istriku. Dia telah berani  bersuara keras terhadap diriku. Namun seketika aku melihat keadaan  rumahmu, aku menjadi merasa kerdil, karena apa yang engkau hadapi lebih  sulit daripada apa yang aku hadapi. Oleh karena itu, aku hendak pulang  dan berkata pada diriku sendiri: “Jika Amirul Mukminin saja mendapat  perlakuan seperti itu dari istrinya, maka bagaimana dengan diriku?”
‘Umar pun terseyum dan berkata: “Wahai saudaraku semuslim, aku  menahan diri dari sikapnya (istriku) itu, karena dia memiliki hak-hak  atas diriku. Aku berusaha untuk menahan diri meski sebenarnya aku bisa  saja menyakitinya (bersikap keras) dan memarahinya. Akan tetapi, aku  sadar bahwa tidak ada yang dapat memuliakan wanita selain orang yang  mulia dan tidak ada orang yang merendahkan selain orang yang suka  menyakiti. Mereka dapat mengalahkan setiap orang yang mulia namun mereka  dapat dikalahkan oleh setiap orang yang suka menyakiti. Akan tetapi,  aku angat ingin menjadi orang yang mulia meski aku kalah (dari istriku),  dan aku tidak ingin menjadi orang yang suka menyakiti meski aku  termasuk orang yang menang.”
‘Umar melanjutkan : “Wahai saudaraku orang Arab, aku berusaha menahan  diri karena dia istriku memiliki hak-hak atas diriku. Dialah yang  memasak makanan untukku, membuatkan roti untukku, menyusui anak-anakku,  dan mencuci baju-bajuku. Sebesar apa kesabaranku terhadap sikapnya, maka  sebanyak itulah pahala yang aku terima.”
Saya membaca kisah yang penuh makna ini berkali-kalipun sangat terasa indah dan sejuk (halah..), bagaimana tidak?
Saya membaca kisah yang penuh makna ini berkali-kalipun sangat terasa indah dan sejuk (halah..), bagaimana tidak?
Saya tidak tepikirkan, bagaimana perhatian negara Islam yang begitu  besar untuk mengurusi umatnya termasuk masalah rumah tangga, luar biasa.  Disisi lain, sikap seorang pemimpin besar semisal ‘Umar yang kalau kita  ketahui sifat ‘Umar adalah keras dan kasar, tapi bisa menahan diri dari  bersikap kasar dan lebih memilih bersikap lembut kepada istrinya yang  beliau cintai. Itulah cinta mawaddah ‘Umar kepada istrinya.
Kalau saya melihat sekarang, seperti pekejaan rumah tangga pastinya  istri manapun ada saatnya untuk berkeluh kesah, setiap hari kerjaan  utamanya adalah masak, mengusrus anak, cuci baju suami dan anak-anaknya,  beres-beres rumah, mendidik anak, memantau anak, ini itu setiap hari  dan memang seperti itu kerjaan utama seorang istri.
Kalau ukurannya hanya sekedar cinta (al hubb) saya yakin  istri tersebut akan setiap hari ngomel kepada suaminya untuk minta  pembantu, atau mungkin bisa kabur (terlalu mendramatisir..) ,tapi isrti  yang cinta kepada keluarga atas landasan iman dan kecintaannya adalah  mawaddah semuanya akan ditangkis dengan kalimat, “Itulah jihad saya dan  Allah ‘azza wa jalla akan memberikan surga kepada seorang istri yang  baik dalam pengurusan rumah tangganya”
Saya jadi teringat kisah fathimah binti muhammad r.a. yang mengadu  kepada ayahnya sebagai pemimpin negara islam agar diberikan seorang  pembantu untuk membantu pekerjaan rumah tangganya, kemudian salah satu  nasehat yang Rasulullah saw berikan kepada fathimah adalah :
Nabi berkata kepada puterinya, Fathimah:
“Kalau Allah menghendaki wahai Fathimah, tentu lumpang itu akan  menggilingkan gandum untukmu. Akan tetapi Allah menghendaki agar ditulis  beberapa kebaikan untukmu, menghapuskan keburukan-keburukan serta  hendak mengangkat derajatmu
wahai Fathimah, barangsiapa perempuan yang menumbukkan (gandum) untuk suami dan anak-anaknya, pasti Allah akan menuliskan untuknya setiap satu biji, satu kebaikan serta menghapuskan darinya setiap satu biji satu keburukan. Dan bahkan Allah akan mengangkat derajatnya.
wahai Fathimah, barangsiapa perempuan yang menumbukkan (gandum) untuk suami dan anak-anaknya, pasti Allah akan menuliskan untuknya setiap satu biji, satu kebaikan serta menghapuskan darinya setiap satu biji satu keburukan. Dan bahkan Allah akan mengangkat derajatnya.
Wahai Fathimah, barang siapa perempuan berkeringat manakala menumbuk  (gandum) untuk suamiya. Tentu Allah akan menjadikan antara dia dan  neraka tujuh khonadiq (lubang yang panjang).
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan mau meminyaki kemudian  menyisir anak-anaknya serta memandikan mereka, maka Allah akan  menuliskan pahala untuknya dari memberi makan seribu orang lapar dan  memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
Wahai Fathimah, bilamana seorang perempuan menghalangi (tidak mau  membantu) hajat tetangganya, maka Allah akan menghalanginya minum dari  telaga “Kautsar” kelak di hari Kiamat.
Wahai Fathimah, lebih utama dari itu adalah kerelaan suami terhadap  istrinya. Kalau saja suamimu tidak rela terhadap engkau, maka aku tidak  mau berdo’a untukmu. Apakah engkau belum mengerti wahai Fathimah,  sesungguhnya kerelaan suami adalah perlambang kerelaan Allah sedang  kemarahannya pertanda kemurkaan-Nya.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan mengandung janin dalam  perutnya, maka sesungguhnya malaikat-malaikat telah memohonkan ampun  untuknya, dan Allah menuliskan untuknya setiap hari seribu kebaikan  serta menghapuskan darinya seribu keburukan. Manakala dia menyambutnya  dengan senyum, maka Allah akan menuliskan untuknya pahala para pejuang.  Dan ketika dia telah melahirkan kandungannya, maka berarti dia ke luar  dari dosanya bagaikan di hari dia lahir dari perut ibunya.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan berbakti kepada suaminya  dengan niat yang tulus murni, maka dia telah keluar dari dosa-dosanya  bagaikan di hari ketika dia lahir dari perut ibunya, tidak akan keluar  dari dunia dengan membawa dosa, serta dia dapati kuburnya sebagai taman  diantara taman-taman surga. Bahkan dia hendak diberi pahala seribu orang  haji dan seribu orang umrah dan seribu malaikat memohonkan ampun  untuknya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa orang perempuan berbakti  kepada suaminya sehari semalam dengan hati lega dan penuh ikhlas serta  niat lurus, pasti Allah akan mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan  kepadanya pakaian hijau (dari surga) kelak di hari Kiamat, serta  menuliskan untuknya setiap sehelai rambut pada badannya seribu kebaikan,  dan Allah akan memberinya (pahala) seratus haji dan umrah.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan bermuka manis di depan suaminya, tentu Allah akan memandanginya dengan pandangan’rahmat’.
Wahai Fathimah, manakala seorang perempuan bermuka manis di depan suaminya, tentu Allah akan memandanginya dengan pandangan’rahmat’.
Wahai Fathimah, bilamana seorang perempuan menyelimuti suaminya  dengan hati yang lega, maka ada Pemanggil dari langit  memanggilnya”mohonlah agar diterima amalmu. Sesungguhnya Allah telah  mengampuni dosa-dosamu yang lalu maupun yang belum lewat”.
Wahai Fathimah, setiap perempuan yang mau meminyaki rambut dan  jenggot suaminya, mencukur kumis dan memotongi kukunya, maka Allah akan  meminuminya dari ‘rahiqil makhtum dan sungai surga, memudahkannya ketika  mengalami sakaratil maut, juga dia hendak mendapati kuburnya bagaikan  taman dari pertamanan surga, serta Allah menulisnya bebas dari neraka  serta lulus melewati shirat”.
Semoga kecintaan kita selalu dilandasi keimanan kepada Allah ‘azza wa jalla.[]
Wallahua’lam bi ash shawab Shinta mardhiah alhimjarry
Guru HSG el Dina Bandung
http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/mawaddah-unlimit-love.htm

 
 












Tidak ada komentar:
Posting Komentar