Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bagi yang sudah berusia senja atau mungkin saja masih muda tapi sudah beruban, sangat ingin sekali merubah warna rambutnya yang telah memutih dengan warna hitam. Inilah tanda ketidaksabaran dari sebagian orang dengan warna rambutnya itu. Namun bagaimanakah tuntunan Islam dalam hal ini? Bolehkah mewarnai rambut dengan warna hitam? Tulisan ini sebenarnya telah kami bahas dalam posting yang sudah lama kami muat di web ini. Silakan lihat di link berikut. Jadi tulisan ini hanya kembali mengingatkan kembali akan tidak bolehnya menggunakan warna hitam ketika menyemir rambut. Perhatikan tulisan berikut yang di dalamnya terdapat penjelasan dari ulama besar Saudi Arabia, Syaikh ‘Abdul Karim Khudair[1].
Bersabar dengan Uban
Kondisi beruban memang tidak menyenangkan bagi sebagian orang. Ada yang merasa gatal sehingga ingin mencabut uban tersebut dari kepalanya. Atau karena penampilan yang sudah terlihat tua, akhirnya ia pun ingin merubah uban dengan warna lain (terutama dengan warna hitam).
Padahal uban adalah cahaya seorang mukmin di hari kiamat. Perhatikan dalam hadits-hadits berikut.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشيب نور المؤمن لا يشيب رجل شيبة في الإسلام إلا كانت له بكل شيبة حسنة و رفع بها درجة
“Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban –walaupun sehelai- dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan derajatnya.”[2]
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تنتفوا الشيب فإنه نور يوم القيامة ومن شاب شيبة في الإسلام كتب له بها حسنة وحط عنه بها خطيئة ورفع له بها درجة
“Janganlah mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa saja yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, maka dengan uban itu akan dicatat baginya satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan satu derajat.”[3]
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.”[4]
Sehingga kami nasehatkan di atas tadi, bersabar itu lebih utama. Jangan merasa gelisah atau risih dengan uban tersebut. Lihatlah balasan atau pahala yang Allah berikan kelak nanti. Cahaya di hari penuh kesulitan di hari kiamat, itu lebih utama dari gelisah dan tidak suka di dunia. Coba setiap yang beruban merenungkan hal ini. Namun hanya Allah lah yang beri taufik dan hidayah demi hidayah.
Diharamkan Menyemir Uban dengan Warna Hitam
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak menyemir uban mereka, maka selisilah mereka.”[5]
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ”Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (seperti kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
“Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.”[6] Ulama besar Syafi’iyah, An Nawawi membawakan hadits ini dalam Bab “Dianjurkannya menyemir uban dengan shofroh (warna kuning), hamroh (warna merah) dan diharamkan menggunakan warna hitam”.
Ketika menjelaskan hadits di atas An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Menurut madzhab kami (Syafi’iyah), menyemir uban berlaku bagi laki-laki maupun perempuan yaitu dengan shofroh (warna kuning) atau hamroh (warna merah) dan diharamkan menyemir uban dengan warna hitam menurut pendapat yang terkuat. Ada pula yang mengatakan bahwa hukumnya hanyalah makruh (makruh tanzih). Namun pendapat yang menyatakan haram lebih tepat berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “hindarilah warna hitam”. Inilah pendapat dalam madzhab kami.”
Bahan yang baik digunakan untuk menyemir uban tadi adalah inai dan pacar. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحْسَنَ مَا غَيَّرْتُمْ بِهِ الشَّيْبَ الْحِنَّاءُ وَالْكَتَمُ
“Sesungguhnya bahan yang terbaik yang kalian gunakan untuk menyemir uban adalah hinna’ (pacar) dan katm (inai).”[7]
Soal-Jawab Syaikh ‘Abdul Karim Khudair
Beliau hafizhahullah ditanya, “ Apa hukum mewarnai rambut dengan warna hitam?”
Jawaban dari beliau,
Hadits yang membicarakan masalah ini menyatakan,
وَجَنِّبُوهُ السَّوَادَ
“Jauhilah menggunakan warna hitam.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat Abu Qohafah dengan rambutnya yang beruban (warna putih), beliau bersabda,
غَيِّرُوهُ وَجَنِّبُوهُ السَّوَادَ
“Ubahlah uban tersebut dan jauhi warna hitam.” Namun hadits ini dikatakan mudroj (ada tambahan dari perowi) yang tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak bisa dijadikan dalil. Akan tetapi, mewarnai rambut dengan hitam baik untuk laki-laki, perempuan, hukumnya haram. Termasuk pula bagi anak kecil atau orang dewasa, hukumnya sama, tetap haram.
Masih tersisa masalah, mengenai mengubah uban dengan warna selain hitam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan dalam hadits, “Ubahlah”. Minimal perintah ini adalah sunnah dan ada sebagian ulama katakan hukumnya adalah wajib untuk merubah uban (dengan warna selain hitam). Dan sahabat Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu sendiri merubah ubannya dengan hinna’ (pacar) dan katm (inai). Adapun sahabat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mengubah ubannya hinna’ (pacar) dan shorf.
Kita perhatikan sendiri bahwa kebanyakan orang yang berada di usia senja tidak mewarnai ubannya, karena dalam hal ini terasa sulit dan berat.
Intinya, melakukan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk merubah uban (dengan warna selain hitam) sangat dituntut bagi seorang muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri katakan, “Ubahlah uban tersebut”. Para ulama katakan bahwa mewarnai uban (dengan selain hitam) di sini hukumnya sunnah, bukan wajib. Akan tetapi, jika kita katakan demikian bahwa itu sunnah dan ada perintah dalam hal ini, lantas mengapa kita tidak tunaikan saja perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada?”[8]
Inilah penjelasan dalam masalah menyemir rambut. Hal ini berlaku pula bagi yang tidak memiliki uban lantas ingin menyemirnya dengan warna hitam, sama saja tetap terlarang karena hadits yang membicarakan ini berlaku umum. Wallahu a’lam.
Jadi problema memang di sebagian salon atau tempat cukur rambut, di mana mereka melayani pelanggan yang ingin menyemir ubannya dengan warna hitam. Ini tentu saja masalah dan upahnya pun dari suatu usaha yang haram. Dalam hadits disebutkan,
وإن الله إذا حرم شيئا حرم ثمنه
“Jika Allah mengharamkan sesuatu, Allah pun mengharamkan upahnya.”[9] Berarti upah yang diperoleh dari menyemir uban dengan warna hitam adalah upah yang haram. So, ini berarti memakan harta orang dengan cara yang batil.
Demikian ulasan singkat kami dalam hal ini. Kami harapkan pembaca bisa membaca ulasan kami lainnya tentang mencabut uban dan menyemir uban di sini:
Moga bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmus sholihaat.
Riyadh-KSA, 10th Rabi’uts Tsani 1432 H (15/03/2011)
[1] Beliau adalah salah satu pengajar di Fakultas Ushulud-din Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud Al Islamiyah di Riyadh. Namun saat ini beliau berpindah mengajar di Jami’ah Malik Su’ud (King Saud University) di kota yang sama.
[2] HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini hasan
[3] HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan
[4] HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa hadits ini shahih
[5] Muttafaqun ‘alaihi, HR. Bukhari dan Muslim
[6] HR. Muslim
[7] HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah mengatakan bahwa hadits ini shahih
[8] Diterjemahkan dari website pribadi Syaikh ‘Abdul Karim Khudair di link: http://www.khudheir.com/text/4304
[9] HR. Ibnu Hibban no. 4938. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar